Mohon tunggu...
Oktavia Wijaya
Oktavia Wijaya Mohon Tunggu... Freelancer - Content Writer

Travel Enthusiast🍃 □ 📝 www.aivatko.com □📷www.instagram.com/oktaav

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Cerita Nek Bundhiyah tentang Kapal Nuh dan Tsunami Aceh

15 November 2018   12:59 Diperbarui: 15 November 2018   13:03 606
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ketika datang ke Aceh, hal pertama yang ingin aku tahu adalah tentang Tsunami 14 tahun silam. Kita tidak pernah lupa mengenai bencana maha dasyat yang meluluhlantahkan daerah paling barat Indonesia ini. Bencana ini bukan hanya menyedot perhatian skala Nasional, relawan dari seluruh dunia berdatangan dan berbagai negara juga turut memberikan bantuannya. Tanggal 24 Desember 2004, kenangan pilu bagi Indonesia.

Perjalanan sore itu membawaku ke sebuah desa dekat pantai, Lampulo. Katanya, disana ada kapal yang tersangkut di atap rumah ketika tsunami. Benar saja, sebuah kapal kayu besar terlihat tersangkut di atap rumah yang sudah rusak sebagian. Di depannya, terdapat sebuah monumen peresmian dan juga akses untuk melihat kapal ini dari atas. Kapalnya tidak bisa dinaiki, hanya bisa dilihat dari atas. Kapal terlihat masih utuh, meskipun ada bolong di beberapa tempat. Setelah melihat kapal itu, aku duduk di sekitar sana sambil melihat banyak anak-anak yang sedang bermain.

Ada seorang nenek yang sedang mengasuh cucunya. Aku tersenyum, begitupun dia. Kemudian, aku diarahkan untuk mengisi buku tamu di sebuah meja yang dijaga oleh ibu-ibu. Sambil menulis, aku ditawari banyak buku tentang cerita tsunami tahun 2004, termasuk salah satu buku yang dibuat oleh seorang nenek yang selamat di kapal itu. Ternyata, nenek yang bercerita di buku itu adalah nenek yang tadi aku temui. Kami saling menghampiri, lalu bercerita banyak.

Nenek Bundhiyah, satu dari 59 orang yang selamat berkat kapal yang sering disebut Kapal Nuh ini. Saat itu, beliau sedang berjualan di pantai Lampulo, Aceh. Saat gelombang tinggi sudah mulai terlihat, semua orang kalang kabut menyelamatkan diri. Tapi nenek Bundhiyah pasrah, beliau tidak sanggup berlari. Beliau hanya bisa pasrah bahwa ini adalah akhir dari hidupnya, ini adalah kiamat pikirnya. Saat sedang memasrahkan diri, tiba-tiba ada suara yang berbisik menyuruh beliau pulang. Tidak ada orang disana, tapi bisikan itu akhirnya membuat beliau segera berlari pulang.

Beliau lari ke Kampung Lampulo dengan kondisi yang sudah seperti orang gila katanya. Beliau berlari sambil berteriak-teriak mengingatkan warga bahwa ada air. Akhirnya, beliau berlari ke rumah tetangganya dan langsung naik ke lantai 2 yang sudah dipenuhi dengan warga. Saat itu, air sudah meninggi dan menghancurkan isi kampung. Tak lama kemudian, ada sebuah kapal kayu yang menabrak rumah tersebut tepat di pinggir ruangan tempat mereka berlindung. Mereka menyangka ini adalah kapal bantuan, maka dari itu tanpa pikir panjang mereka langsung memanjat ke atas kapal.

Sebanyak 30 orang yang naik ke kapal dari rumah itu bingung karena itu adalah kapal nelayan dan tidak ada orang disana. Ternyata, di ruangan nakhoda ada satu orang yang sedang tidur. Orang itu tidak sadar bahwa baru saja terjadi tsunami yang menghempas kampung ini. Beliau bangun dengan keadaan terkejut. 20 orang yang berada di belakang rumah tersebut juga ikut naik ke atas kapal kemudian disusul oleh 8 orang lagi yang naik setelah air mulai surut. Kapal inilah yang menyelamatkan 59 orang dari bencana itu. Seperti kapal Nuh yang menyelamatkan Nabi Nuh dan pengikutnya dari bencana banjir dahsyat yang diturunkan Allah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun