Mohon tunggu...
OKOCE
OKOCE Mohon Tunggu... Lainnya - Gerakan sosial penciptaan lapangan kerja.

Kunjungi kami www.okoce.net

Selanjutnya

Tutup

Money

Branding Marketing Selling bagi UMKM

18 Mei 2021   15:11 Diperbarui: 18 Mei 2021   15:23 248
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Indra Uno, Pendiri OK OCE bersama Subiakto, Pakar Branding saat Live Instagram Ngobras bertemakan Branding Start When Marketing Ends, 2021 / dokpri

Dalam keseharian kita tentu sudah tidak asing lagi dengan istilah Marketing, Selling dan Branding. Sayangnya banyak orang yang belum bisa membedakan ketiganya sehingga seringkali penggunaannya tertukar atau disamaratakan.

Subiakto, Pakar Branding, mengatakan ketika anda mulai memikirkan pelanggan, maka Anda sudah melakukan branding bukan marketing, karena marketing itu yang dijual adalah produk. Ketika Anda melakukan marketing communication, atau sosialisasi pemasaran  anda melalui beberapa step, yakni Awareness, Knowledge -- pengetahuan akan produk , Liking -- kesukaan akan produk, Preference, Meyakini, Marketing ends , ungkapnya saat Live Instagram bersama Indra Uno, Ngobras bersama Subiakto, bertemakan Branding Start When Marketing Ends , beberapa waktu lalu.

Pak Bi, sapaan akrabnya menjelaskan lebih lanjut terkait perkembangan branding. Pada Marketing 2.0, pelaku usaha  tidak lagi jualan produk tetapi  jualannya adalah pelanggan atau  customer. "Produk menjadi objek yang dijual, kita terbiasa mendengar "produk saya bagus, bahannya ini, prosesnya modern, dll," jelasnya.

Memasuki tahun 1990an, produk ditinggalkan beralih ke konsumen.  Pada 1990 hingga saat ini , marketing mulai ke 4C, produk diganti dengan Customer, price digantikan dengan Cost, place digantikan dengan Convenience, serta promotion digantikan dengan Communication.  Subiakto menlanjutkan, misalnya saja lahir conviniece store seperti Seven Elevven (711), Indomaret, Alfamart,dll.  

Terkait branding, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan. Perubahan transaksi menjadi experience (pengalaman) itulah proses branding.  " Transaksi bisa saja menjadi transaksi tidak branding. Misalnya makan, yasudah selesai. Ketika makan sesuatu, kemudian rasanya lari ke otak, itulah experience. Persepsi hadir menghasilkan experience. Branding sebenarnya adalah persepsi," .

Pertanyaan selanjutnya adalah ketika pelaku usaha menamankan usahanya, membuat logo, hingga tagline apakah termasuk brand? Subiakto menjawab hal tersebut bahwa itu adalah inventori dari branding yang mungkin membawa persepi.

"Persepsi adalah brand. Nilai dari brand adalah asuransi atau jaminan hingga ke beberapa tahun ke depan. Semua bisnis harus memilki brand, karena brand merupakan bagian kepercayaan dari konsumen,"jelas Subiakto.

Pelaku bisnis dapat mengevaluasi usahanya terhadap brandnya dengan melihat dari factor future valuenya. Bi menjelaskan, "Cara hitung yang pertama dimulai dari Cost.  Saat membuat logo misalnya berapa juta, iklan berapa banyak sekian juta. Dari cost yang dikeluarkan dimasukkan dalam neraca, nah itulah nilai brand tersebut. Yang kedua dari pesaing, misalnya bandingkan brand yang dimiliki dengan brand lain, kira-kira berapa harganya. Yang ketiga, dhiitung dalam 5 tahun terakhir berapa punya toko pada tahun pertama, 5 tahun kemudaian dilihat berapa jumlah tokonya? Apakah menjadi 5 atau berapa, incomenya (pendapatannya) juga dilihat, kemudian dijadikan grafik, inilah value dari sebuah brand. Dihitung future valuenya," tutupnya.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun