Mohon tunggu...
Okky Fajar Tri Maryana
Okky Fajar Tri Maryana Mohon Tunggu... Administrasi - Pendidik di Program Studi Fisika Institut Teknologi Sumatera

Pendidik di Program Studi Fisika Institut Teknologi Sumatera

Selanjutnya

Tutup

Gaya Hidup Pilihan

Dicari: Ayah Juara!

1 Oktober 2016   10:15 Diperbarui: 1 Oktober 2016   21:41 189
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi interaksi ayah dan anak. Sumber : Dok. Pribadi Okky 2016

Halo para Ayah, tentu kita masih ingat bagaimana rasanya ketika pertama kali mendengar istri kita hamil anak pertama. Begitu indah dan membahagiakan bukan? Seorang anak yang selama ini ditunggu-tunggu akhirnya akan hadir ke dunia. Berbagai kenikmatan di setiap harinya mengurus dan mendidik buah hati bersama istri tercinta.

Kini, ketika anak-anak sudah mulai beranjak usia, keperluan hidup keluarga semakin meningkat, dan pekerjaan bertambah banyak. Masihkah kita sebagai ayah merasakan kenikmatan itu? Rasa-rasanya tidak lagi. Atau minimal sudah sangat jauh berkurang.

Setelah kita menyadari akan hal tersebut, mungkin kita sudah terjebak menjadi seorang “weekend daddy”. Apakah Anda pernah mendengar istilah Weekend Daddy? Ya, mereka adalah para ayah yang hanya dapat ditemui oleh anak-anaknya di kala akhir pekan. Itu pun sesunggunya tidak benar-benar ‘ditemui’, karena di akhir pekan itu ayah lebih sering menghabiskan waktu dengan hobi dan kegemarannya, atau….tidur sepanjang siang. Seolah-olah ada pesan penting tertulis di dinding-dinding rumah yang harus dipahami oleh seisi rumah : ayah lelah, ayah perlu istirahat yang cukup.

Tidak salah memang. Tapi pertanyaannya, mengapa tidak mencari hiburan yang melibatkan semua anggota keluarga? Pertanyaan kedua, kapan dong ayah ada waktu leluasa untuk membangun ikatan hati dengan anak-anak?

Dalam budaya orang tua kita dahulu (saya sangat merasakannya ketika masih kecil) memang ada kesan bahwa kita para anak tidak boleh mengganggu ayah ketika sedang beristirahat atau melakukan kegemarannya setelah sepekan lelah mencari nafkah. Biarkan ayah melakukan apa yang ia suka. Bila perlu apa-apa semua harus bermuara ke Ibu. Nanti Ibu yang akan menyampaikan ke Ayah. Itu pun kalau ayah mau…. :)

Saya sering sekali mendengar banyak kasus anak di sekolah tempat saya bekerja. Mereka, baik siswa laki-laki dan perempuan, membuat ulah sehingga ayah dan ibunya harus menahan malu memenuhi panggilan kepala sekolah. Usut punya usut, saya mempelajari dari hasil diskusi bersama kawan guru dan kepala sekolah. Sebagian besar anak-anak tersebut ternyata ‘kehilangan’ sosok ayah di rumahnya. Secara pribadi saya mendapatkan pelajaran yang begitu berarti sebagai seorang pendidik dan seorang ayah di rumah.

Apa yang hilang dari ayah mereka?

Saya menemukan di lapangan banyak ayah yang lupa, bahwa tugas pengasuhan sejatinya bukanlah tugas para ibu semata. Para ayah mungkin merasa sudah memenuhi kewajibannya dengan maksimal untuk menyediakan nafkah rumah tangga setiap bulannya. Setelah itu, yang mereka lakukan adalah meminta imbalan berupa waktu istirahat yang cukup, keluarga yang harmonis, anak-anak yang manis, sehat serta patuh dan berprestasi. Dan tak dapat dipungkiri bahwa tagihan itu langsung mengarah kepada ibu.

Banyak penelitian melaporkan bahwa cara bonding ayah yang berbeda dengan ibu, akan memberi dampak positif bagi anak dalam kehidupannya kelak.

Satu di antaranya adalah riset yang dilakukan oleh Dr. Paul Ramchandani, seorang psikiater anak dari University of Oxford, Inggris pada 192 Bayi. Riset yang dimuat dalam Jurnal of child Psychology and Psychiatry ini melaporkan temuan bahwa bayi-bayi yang memiliki bonding yang baik dengan ayahnya, selama 3 bulan pertama kehidupannya, terbukti setelah bersekolah jarang memiliki problem dengan teman-temannya. Begitu juga setelah mereka dewasa dan bekerja. Mereka tumbuh menjadi pribadi-pribadi bahagia.

Dr. Keyle Pruett dalam bukunya “Fatherneed : Why Father Care is as Essential as Mother Care for Your Child” mengatakan bahwa “di Usia 8 minggu, anak sudah bisa membedakan laki-laki dan perempuan dari cara keduanya berinteraksi. Perbedaan ini akan membuatnya kaya pengalaman dibanding anak yang hanya dibesarkan oleh satu gender saja.”

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gaya Hidup Selengkapnya
Lihat Gaya Hidup Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun