Mohon tunggu...
Okky Putri Rahayu
Okky Putri Rahayu Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Ngeblog saat senggang

Pernah belajar mencampur larutan kimia, kini lebih suka mencampur kata-kata.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Tentang Orangtua dan Shelter Perlindungan Anak

5 Februari 2020   16:06 Diperbarui: 10 Februari 2020   04:12 809
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Keluarga Narendra di film NKCTHI (Dok. Visinema)

Tugas orangtua adalah hal paling kompleks yang ada di dunia. Ya, orangtua bukan sekedar bikin anak, membesarkan, menyekolahkan, lalu mencukupi anaknya secara finansial. Tapi, orangtua juga bertugas menciptakan shelter perlindungan untuk sang anak. Bukan hanya sekadar dalam bentuk rumah.

Setiap anak adalah manusia bebas sejak lahir. Mereka punya kemauan. Punya cita-cita. Berpikir dengan keinginannya, dan beranjak menuju mimpi-mimpinya.

Tugas orangtua di saat itu, adalah membantu. Memfasilitasi jika mampu. Hingga membukakan jalan, entah lewat hal yang disebut "privilege-anak-siapa" itu. Yang terpenting, orangtua juga harus memberi perlindungan saat anak sedang gagal.

Ya, orangtua harus bisa menjadi shelter bagi anak. Orangtua harus meredam rasa khawatir dalam diri anak yang baru saja gagal. Karena seorang anak, yang sudah berani mandiri, melangkah memperjuangkan mimpinya, lalu gagal, pantas untuk disambut tanpa banyak pertanyaan. Terutama oleh orangtua mereka sendiri. 

Karena saat gagal, otomatis terbesit dalam diri anak perasaan menyesal lahir ke dunia, seolah tidak berbakti, tidak membanggakan, dan tidak becus membahagiakan orangtua. Maka mereka perlu ruang untuk meredam kekawatiran itu, terutama lewat peran orangtua.

Sayangnya, menyingkirkan rasa kawatir ini juga bukan hal sepele. Orangtua, sebagai pihak yang merasa bertanggung jawab atas hidup anak, seringkali ikut merasa payah dan gagal saat anak tidak berhasil. Perasaan itu akhirnya juga menimbulkan kecemasan yang kemudian menular pada anak.

Akhirnya, anak menjadi takut membuat orangtuanya khawatir, cemas dan sedih saat mereka gagal. Hal itupun mengimbas pada ketakutan anak untuk pergi ke orangtua. Padahal, orangtua harus jadi shelter perlindungan terakhir bagi anak saat dunia sedang kasar-kasarnya.

ilustrasi keluarga--mitarea.co
ilustrasi keluarga--mitarea.co
Saya belum jadi orangtua. Dan bisa jadi ada pembaca artikel ini yang belum jadi orangtua. Tapi bagi mereka yang sudah jadi orangtua, kualitas rasa harus diperhatikan dengan lebih jeli dan hati-hati.

Bisa jadi, anak depresi hingga bunuh diri, karena tidak mampu menemukan shelter perlindungan untuk diri mereka. Bahkan dalam sosok orangtuanya. Sama seperti Awan di film NKCTHI yang justru pergi sama Kale ketika dia sedang terpuruk. Inilah yang sering terjadi belakangan.

Anak segan lari dan berlindung ke orangtua, karena adanya beban untuk membuat orangtua bangga akan dirinya. Padahal, entah berhasil entah gagal, orangtua harus tetap bangga pada anak. Tetap harus menyediakan ruang untuk mereka pulang ke pelukan. Orangtua juga harus menahan rasa kawatirnya saat melihat kegagalan anak.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun