Mohon tunggu...
Okky Putri Rahayu
Okky Putri Rahayu Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Ngeblog saat senggang

Pernah belajar mencampur larutan kimia, kini lebih suka mencampur kata-kata.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen | Sepetak Lubang di Bumi

31 Januari 2020   20:13 Diperbarui: 31 Januari 2020   20:10 602
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Tak lama Pak Haji Komari menghampiri juga. Aku langsung buru-buru berdiri dan menyambutnya seperti santri kedatangan guru. Ya, Pak Haji adalah guru. Dia juga orang tua. Dialah yang mengijinkanku tinggal di bangunan petak di samping surau semenjak Bapak meninggal dan Ibu pergi ke Hongkong lalu tidak pernah kembali pulang. Tepat saat aku ditendang dari rumah yang diambil alih Koh Alin karena hutang judi Bapak, Pak Haji membawaku.

"Sudah selesai makam almarhumah Bu Titis?" tanya pak Haji.

" Sudah Pak Haji." jawabku cepat.

"Hmm, gali satu lagi, Anak Pak Sodikin yang baru lahir meninggal."

Aku menelan ludah mendengar ucapan Pak Haji. Sebuah respon bingung yang selalu terulang tiap kali aku mendapat pekerjaan menggali. Ya, aku kadang senang karena aku mendapat pekerjaan. Berarti ada uang untuk makan, membeli rokok dan kopi. Juga menabung sedikit untuk membawa lari Surti. Tapi pekerjaan ini sekaligus membuatku sedih. Karena tiap kali panggilan ini datang, berarti ada warga kampung berpulang ke Tuhannya.

Aku langsung bergegas kembali ke pemakaman desa. Sebelum itu kulempar tatapan ke Surti. Sayangnya, dia tengah sibuk berbelanja di tukang sayur keliling yang tengah menghampirinya. Akupun berangkat menuju pemakaman tanpa membawa bekal senyum dari Surti. Sungguh itu membuatku lapar.

Karena hanya lubang kecil untuk bayi, Karyo tak membantuku. Tapi sebagai kawan yang baik, dia menemaniku.

"Hidup yaa Pri, nggak ada yang tahu kapan mati. Kamu cepet nikah woy!" serunya.

Benar juga. Bayi yang baru beberapa jam datang ke dunia, kini sudah harus kembali ke penciptanya. Lalu, apa gunanya dia hadir jika hanya begitu singkat? Atau mungkin agar tak sia sia menjalani hidup sepertiku selama 20 tahun ini? Menjadi kere dan tidak punya nyali mengejar pujaan hati?

"Ke Jakarta Pri! Cari perempuan lain! Surti terus pikiranmu!"

Perkataan Karyo ada benarnya. Aku mendadak takut jika nanti mati tapi belum menikmati indahnya bidadari dunia. Itung-itung DP sebelum nanti di surga.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun