Mohon tunggu...
Okto Klau
Okto Klau Mohon Tunggu... Wiraswasta - Penulis lepas

Menulis adalah mengabadikan pikiran

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Antara Janji "Gula" untuk Para Honorer dan TKI/TKW

25 Januari 2022   20:20 Diperbarui: 25 Januari 2022   20:34 194
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Foto: cover topik_Kiamat_PNS_konten/Aristya Rahadian

Berita yang dilansir CNBC Indonesia pada Minggu(23/1/2025)  begitu menggembirakan bagi para tenaga honorer di seluruh persada negeri. Berita yang diturunkan dengan judul "Hore! Honorer Segera Diangkat Jadi PNS" terasa seperti pelipur lara di tengah berita tentang ketidakpastian nasib para honorer setelah 2023. 

Namun para tenaga honorer jangan berpesta karena kita mesti menunggu berita resmi dari negara yang nanti disampaikan oleh kementrian PAN RB. Semoga berita ini tidak sekedar menjadi pemanis dan penghibur di samping berita yang tidak mengenakkan lainnya tentang nasib para honorer.Masalah tenaga-tenaga honorer ini memang memusingkan para pengambil kebijakan di negara ini. Pasalnya, selalu ada tarik ulur kepentingan di dalamnya. Antara daerah dan pusat selalu ada salah paham. 

Pemerintah pusat telah mematok bahwa 2019 hingga 2023 adalah masa transisi untuk para tenaga honorer. Artinya, selama masa transisi ini tidak boleh ada perekrutan tenaga honorer lagi. Di masa transisi tersebut, diharapkan antara daerah dan pusat, masalah-masalah yang berhubungan dengan honorer sudah selesai.

Namun apa yang terjadi di daerah lain ceritanya. Daerah masih saja terus merekrut tenaga honorer. Inilah mengapa saya mengatakan bahwa antara daerah dan pusat belum sepaham dengan peraturan yang telah dikeluarkan. Memuasingkan bukan.

Namun, mari kita tinggalkan sejenak persoalan tenaga honorer ini dan mencoba melihat masalah lain yang menunjukkan bahwa negara harus terus berbenah agar masalah-masalah menahun yang tiada habisnya ini dapat menemukan solusi yang tepat.

Saat membuka media sosial, ada satu berita yang dibagikan dari Kompas.com yang cukup mengguncang nurani.

Seorang siswi SMP Kelas 9 di Desa Kenere Kecamatan Solor Selatan, kabupaten Flores Timur harus meregang nyawa setelah menenggak cairan gramoxon atau racun rumput. Ia menegak racun setelah mendengar berita kamatian ibu kandungnya di Malaysia.

Berita yang lansir oleh Kompas.com ini menyebutkan bahwa siswi ini hidup bersama dengan 3 saudaranya. Seorang saudaranya hanya bersekolah sampai SD kelas 5 lalu putus sekolah. Sedangkan kedua adiknya masih duduk di bangku SD saat ini. Ibunya memilih merantau dan menjadi asisten rumah tangga di Kinabalu, Malaysia Timur. Sedangkan ayahnya telah berpisah dengan ibunya dan  diduga telah bersama dengan wanita lain dan memilih merantau ke Kalimantan.

Bayangkan, sebagai single parent tentu memusingkan bagaimana harus menafkahi 4 orang anak. Jangankan untuk bersekolah, makan minum setiap hari saja sulit. Karena itu demi menyambung hidup, negeri Malaysia menjadi pilihan.  Kebetulan negeri Malaysia menjanjikan "gula dan madu" . Ya, iming-iming gaji yang besar telah membuatnya mengambil keputusan untuk berangkat. Kerja apa saja, asal bisa memberikan nafkah yang cukup buat anak-anaknya'

Walaupun dengan memilih kerja di Malaysia, konsekuensinya anak-anak diterlantarkan. Anak-anak yang tidak diurus ini menjadi tertekan berhadapan dengan lingkungan dan juga masyarakat di sekitar. Menghadapi peristiwa-peristiwa tragis seperti di atas, mereka shock. Lalu jalan pintas dipilih. Berita tentang kematian ibu yang menjadi tumpuan hidup mereka, membuat siswa ini pun mengambil jalan pintas, bunuh diri.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun