Mohon tunggu...
Ahmad Fauzi
Ahmad Fauzi Mohon Tunggu... Administrasi - Karyawan

Membaca

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Politik yang Bebas dan Plural

31 Januari 2019   07:26 Diperbarui: 31 Januari 2019   07:37 227
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Mendekati bulan Pemilu, dunia politik semakin riuh. Saling serang, saling tuduh dan saling menyalahkan tak teehindarkan lagi. Saling sindir para elit politik merambat jauh sampai ke akar rumput. Kedua pendukung pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden kerap kali terjebak dalam debat yang tiada hentinya. Yang paling menyedihkan ialah lantaran perdebatan karena beda dukungan ada yang berani untuk melakukan tindak kekerasan. 

Sampai di sini adalah waktu yang tepat kita mempertanyakan bagaimana para politisi dan khalayak luas harus menyikapi perbedaan pilihan dan dukungannya pada saat ini yang kian dekat dengan waktu pemilihan?

Yang perlu disadari bersama adalah masyarakat harus bisa menerima perbedaan pendapat dan pilihan. Dalam "Manusia Politik: Sebuah Rekonstruksi Interpretasi Hannah Arendt terhadap Tindakan Politik Manusia" karangan Edi Riyadi Terre, menurut Arendt kalau "kebebasan adalah alasan adanya politik", sementara pluralitas adalah kondisi inheren dan bukan sekedar prasyarat mutlak kehidupan politik, maka kebebasan dan pluralitas adalah dua sisi mata uang dan kebalikan dari kedua hal itu (ketidakbebasan dan ketunggalan) adalah apolitis.

Lebih lanjut, Arendt menjelaskan kalau aspek-aspek lain bisa berhubungan dengan politik, pluralitas adalah kondisi itu sendiri. Pluralitas bukan sekedar conditio sine qua non (syarat yang tidak bisa tidak) secara implisit berarti bahwa pluralitas adalah salah satu dari sekian banyak syarat kemungkinan politik, dan diantara mereka mungkin ada yang bisa dihilangkan, diabaikan, ditiadakan, tetapi yang tetap harus ada ialah pluralitas. 

Tetapi bagi Arendt, hubungan pluralitas dengan politik tidaklah demikian, melainkan pluralitas adalah conditio per quam (syarat itu sendiri) yang secara implisit mengandung dua makna yang saling mengandaikan; pertama berarti pluralitas adalah satu-satunya syarat kemungkinan bagi politik; dan kedua, dikatakan sebagai syarat satu-satunya karena fakta antropologis manusia yang memang plural, manusia-manusia (men) dan bukan manusia (man).

Dengan melihat gagasan Hannah Arendt yang menyatakan bahwa pluralitas adalah conditio per quam bagi politik, dan prasyarat manusia (human condition) bagi tindakan adalah pluralitas. Itu berarti bahwa politik adalah tindakan (juga wicara), juga sebaliknya, bahwa tindakan adalah politis. 

Tindakan mengimplikasikan kebebasan karena bertindak menurut Arendt berarti memulai, mencipta; dan memulai dan mencipta berarti melakukan pilihan-pilihan (human condition), itulah kebebasan.

Politik adalah tindakan, dan karena itu politik, tidak bisa tidak, mempersyaratkan kebebasan. Politik tanpa kebebasan bukanlah politik. Kebebasan adalah kondisi kemungkinan bagi politik. Kebebasan di sini bukanlah kebebasan absolut - libertinage - melainkan ia dibatasi oleh kebebasan orang lain.

Dari pengertian politik yang seperti itu, maka dibutuhkan pula sebuah ruang publik yang plural dan bebas. Ruang publik menurut Hannah Arendt, diartikan sebagai "ruang penampakan" dan "ruang bersama".

Sampai di sini sebaiknya kita menyadari bahwa politik adalah hal yang bebas dan beragam dan kita tak perlu menyikapinya dengan perdebatan atau bahkan sampai pada tahap pertengkaran yang tiada akhir.

Ketika membicarakan tentang kegaduhan politik, selain upaya untuk memahami kembali pengertian politik kita juga perlu memahami etika politik. Etika politik sendiri adalah sebuah upaya mempertanyakan tanggung jawab dan kewajiban manusia sebagai manusia dan bukan sebagai warga negara terhadap negara.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun