Mohon tunggu...
Sutan Dijo
Sutan Dijo Mohon Tunggu... Dosen - Seorang pria

Saya tinggal di Indonesia

Selanjutnya

Tutup

Money

Bagaimana Indonesia Menjadi Lumbung Beras (Pangan)

1 Juni 2011   08:19 Diperbarui: 26 Juni 2015   04:59 188
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bisnis. Sumber ilustrasi: PEXELS/Nappy

Masalah pangan bukan hanya masalah kebutuhan pokok. Tetapi dengan sendirinya masalah ketahanan nasional juga, dan masalah kehormatan bangsa. Bangsa yg mampu mencuku[pi kebutuhan pangannya sendiri lebih percaya diri dan lebih tahan terhadap tekanan dari luar. Sebaagi contoh, Jepang walau pun mempunyai uang berlimpah sehingga mampu membeli beras dari luar seberapa banyak pun, masih merasa perlu memelihara kemampuannya untuk berswasembada beras.

Dari sejak jaman kemerdekaan sampai sekarang produksi beras atau pangan Indonesia hanya pas-pasan saja. Bahkan ada waktu2 dimana kita sangat kurang menghasilkan beras dan terpaksa harus mengimpor. Pada jaman Orba yg dibangga-banggakan itu pun baru sekali saja kita swasembada beras yaitu pada tahun 1987. Setelah itu kita mengimpor lagi.

Syukurlah sejak jaman reformasi kita mulai bisa mencukupi kebutuhan beras kita sendiri, tepatnya mulai jaman pemerintahan Ibu Megawati. Tapi itu pun masih belum cukup, karena surplus beras kita masih tipis sehingga harga beras mudah gonjang-ganjing, apalagi jika terjadi gangguan panen sehingga sekali waktu kita harus impor beras lagi. Kita perlu mempunyai strategi supaya kita bisa selalu surplus beras cukup besar, tidak hanya sekedar swasembada tetapi mampu mengekspor dalam jumlah yg cukup berarti.

Dengan mempunyai stok beras yg cukup harga beras di dalam negeri akan stabil dan terjangkau oleh semua lapisan masyarakat. Rakyat akan lebih merasa tenteram. Bukankah jika perut mereka kenyang rakyat lebih menurut dan mudah dikendalikan? Tapi bagaimana?

Strateginya adalah dengan menciptakan suatu ‘demand’ beras yg stabil dan cukup tinggi. Demand beras tidak cukup hanya diserahkan kepada permintaan dan kebutuhan yg wajar dan riil saja, tapi harus direkayasa/diciptakan sehingga demand itu membuat harga beras selalu bagus. Dengan demikian para pemilik sawah akan bersemangat mengolah sawahnya untuk menghasilkan sebanyak mungkin beras. Di samping itu dengan adanya ‘return’ yg bagus dari sawah2 maka harga sawah otomatis naik. Hal seperti ini akan mencegah atau menahan adanya alih fungsi lahan2 pertanian. Alih2 dirubah menjadi rumah, sawah2 akan tetap dipertahankan sebagai sawah karena ia akan selalu menghasilkan keuntungan bagi pemiliknya. Dan selanjutnya hal tsb bahkan akan mendorong adanya penambahan sawah2 baru lagi. Sehingga kapasitas produksi meningkat.

Bagaimana menciptakan demand seperti ini? Dengan menetapkannya dalam undang-undang, undang2 ketahanan pangan. UU tsb harus mewajibkan pemerintah untuk membeli, maksimal misalnya 10 juta ton beras setiap tahun pada tingkat harga terpatok, dan harus selalu mempunyai stok misalnya sebesar minimal 10 juta ton. Angka ini bisa diubah2 sesuai dengan perkembangan kapasitas produksi nasional dan tingkat harga pasar dalam negeri yg diinginkan.

Fasilitas2 penyimpanan stok beras harus didirikan sebanyak mungkin dan sedekat mungkin dengan sentra2 penghasil beras. Pemerintah harus menetapkan/mematok harga beras dengan standar tetrtentu sampai di lokasi gudang2 tsb. Harga tsb haruslah cukup menguntungkan dan menarik bagi para pemilik sawah. Pemerintah harus membantu atau memfasilitasi para petani untuk bisa mencapai standar kualitas yg ditetapkan tsb.

Kelebihan stok beras bisa dilempar ke pasar dunia. Tidak masalah jika harga kadang2 kurang bagus. Tapi harga pangan dunia pasti cenderung naik. Hanya pemerintahlah yg boleh mengekspor beras. Pemerintah harus memberantas dan mencegah penyelundupan beras ke luar negeri. Para penyelundup, para bajingan perusak ekonomi itu, harus diberikan sanksi yg cukup membuat mereka jera dan menakut2i mereka yg hendak melakukan hal yg sama. Misalnya sanksi tsb adalah memasukkan mereka ke daftar hitam perbankan nasional sehingga mereka dan keluarganya tidak bisa membuka rekening bank di Indonesia, dan tidak bisa melakukan transaksi perbankan di Indonesia. (Kapok dech! J).

Paparan diatas hanya strategi dasar, yaitu ide yg masih berupa garis besar. Tentu masih banyak hal teknis dan detail yg harus dirumuskan dan ditetapkan. Yg juga menjadi tantangan adalah masalah pendanaan. Karena menyerap dana APBN yg cukup besar pasti sektor2 lain ada yg harus dikurangi jatahnya. Itulah sebabnya harus ditetapkan dengan UU supaya ada jaminan skema ini bisa dilaksanakan. Kesulitan pasti banyak dalam lapangan implemetasinya.

Haruslah dikerahkan semua potensi dan intelektualitas pertanian bangsa ini untuk mewujudkan sasaran tsb. Dan lagi semua ini memerlukan kreatifitas, manajemen dan sistem pengendalian yg baik. Dan itu adalah tugas dan tantangan bagi para pengemban amanat, yaitu apparatus pemerintah, dengan dukungan yg tulus dari seluruh lapisan masyarakat. Strategi dasar ini kemudian juga bisa diterapkan pada komoditi2 pangan pokok yg lain yg juga penting.

Bukan hal yg mustahil kita bisa menjadi negara kuat dan makmur dimulai dari sini, dimulai dari menjadi lumbung beras. Bukan mustahil pula kita mampu menjadi lumbung pangan, dimulai dari ide dan visi, kemudian kemauan dan tekad untuk mewujudkannya. Dengan berkat dan rahmat Tuhan.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun