Mohon tunggu...
Fauji Yamin
Fauji Yamin Mohon Tunggu... Foto/Videografer - Tak Hobi Nulis Berat-Berat

Institut Tinta Manuru (faujiyamin16@gmail.com)

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Mengenal Diri

13 Agustus 2022   22:14 Diperbarui: 13 Agustus 2022   23:40 202
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Aku hidup dari keluarga broken home. Riwayat kedua orang tua ku baru kudapati ketika dewasa. Namun jejak ayahku, seperti hilang digurun pasir. 

Tak secuilpun kenangan, gambaran, ataupun nama yang melekat di ingatan. Jika abdjad punya huruf depan A, maka tak berlaku bagi ayahku. Ia tak punya identitas dalam memori selama aku hidup.

Konflik batin selalu terdepan. Ketika aku harus menjelaskan susah payah kepada orang-orang yang bertanya. Di sekolah, di kampus, di tempat tongkrongan, dan di tempat kerja sekalipun.

Penjelasan-penjelasanku justru menimbulkan keruwetan dan kebingungan yang melahirkan pertanyaan-pertanyaan yang tidak aku sukai. Dan aku memilih menghindari.

Sejak kecil, sosok itu tergantikan oleh dua manusia tua yang perkasa; kakek dan nenek. Kerutan wajah tak mengambarkan kelelahan kasih sayang. Tangan perkasa, cukup kuat untuk menggenggam parang dan cangkul. Membabat hutan dan mencangkul tanah guna menghidupkan tanaman sumber makan kami.

 Di bawah atap katu; daun sagu, dinding bambu dan tungku batu, kehidupan masa kecilku diwarnai. Dan kakekku, adalah satu-satunya sosok yang aku kenal sebagai ayah; penyayang, pengayom, pelindung dan guru kehidupan.

Ia tak ragu menghardik siapapun yang melukaiku, mengejekku atau bahkan mencelakaiku. Walau ia punya keterbatasan fisik. Kakinya cacat. Tidak buntung tidakpula memakai kursi roda. 

Ia bisa berjalan. Namun sepanjang hidup, tak pernah sekalipun ia memakai sendal. Tanah menjadi saksi, ribuan atau bahkan jutaan tapak kakinya telah ditandai dalam perjalannya.

Kondisi fisik kakinya berbeda dengan yang lain. Tak dapat aku jelaskan. Namun jika digambarkan secara gampang, ia seumur hidup jalan jinjit. Hanya ujung jari nya saja yang menyentuh tanah sementara separuh kakinya tidak.

Penyakit aneh itu menyerangnya dikalah usianya baru 16 tahun. Bermula dari luka kecil yang tak kunjung sembuh diobati. Dan perlahan menarik kulitnya menjadi kencang. Struktur tulangpun ikut dan jadilah ia seperti itu.

Jika saja dulu, di era ia muda. Di tahun antara 1950 an sudah ada pelayanan kesehatan yang memadai maka sudah pasti bisa disembuhkan. Namun karena satu-satunya pengobatan hanya melalui mantri yang keliling desa, dan pengobatan tradisional maka tak kunjung membaik penyakitnya itu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun