Mohon tunggu...
Fauji Yamin
Fauji Yamin Mohon Tunggu... Foto/Videografer - Tak Hobi Nulis Berat-Berat

Institut Tinta Manuru (faujiyamin16@gmail.com)

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Penjara Bernama Kota

8 Juli 2022   01:47 Diperbarui: 8 Juli 2022   02:01 173
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dokumentasi pribadi

Di balik bangunan megah kelas elit ini, kebisuan lebih maju menantang daripada keramaian dan bisingnya kota. Hidup yang tak hidup.

Kota itu hidup. Warganya tak pernah diam beraktifitas layaknya temaram lampu jalanan yang enggan padam. Mengawal manusia yang tidak pernah kehilangan energi; mengais handpone, ngopi dibalik bangunan-bangunan megah, bercengkrama dan tertawa tanpa peduli lalu-lalang kendaraan yang tak sedikitpun membiarkan jalanan rehat, hingga kelab-kelab malam yang penuh kecerian.

Kota itu hidup. Infrastrukturnya begitu megah. Perkantoran yang megah, jalanan yang lebar-lebar, hingga kendaraan dengan berbagai tipe. Dari yang kelas murahan hingga kelas mahal-an- semuanya dapat dipandangi dalam sekali tatatan

Dasar kemajuan bernama kota yang selalu diidentifikasikan dengan kemajuan insfrastruktur. Semakin maju, semakin kota pula. Tak ada narasi yang lebih utama dari ini dalam ukuran kemajuan. Namun,  dibalik kemegahan dan bergelimang narasi kemajuan, tersimpan kengerian yang nampak nyata, kehilangan sikap sosial.

Manusia-manusianya menjadi robot, kaku. Tak saling kenal atau saling sapa. Ukuran prestasi berada dibalik meja "karir" membuatnya semakin kehilangan kepekaan.  Kota itu tempatnya peluang. Sekali diraih, hukumnya wajib mempertahankan. 

Kehidupan mungkin sedikit berjalan di perkantoran, di ruang-ruang ini pertemanan sedikit terjalin. Walau kadang sempitnya ruangan tak menjamin ada yang saling mengenal dengan baik.  Terkotak-kotak seperti bangunan-bangunan pencakar langit. 

Di tongkrongan, baik di cafe kelas bawah atau kelas elit sekalipun berlaku aturan "gank, friendzone, bestie" dan lainya. Tak ada aturan tongkrongan bersama layaknya di desa-desa. 

Kepercayaan adalah barang mahal. Kenal bukan berarti percaya, ngobrol bukan berarti berteman. Jika sekali percaya, loyalitas harus di jaga, hingga kadang tak ada pintu baginya membangun hubungan dengan yang lain.

Di jalanan, lebih runyem lagi. Say hallo bukanlah tradisi atau kebudayaan seperti gambaranbumumnya orang Indonesia. Masing-masing saling mencurigai. Rutinitas kejahatan mungkin membuat trauma hingga lupa cara melempar senyum. Tertunduk, tergesa-gesa, menghindar ada sekelumit contoh dari ribuan sikap

Orang-orang dengan gampang berpindah-pindah. Menetap digedung-gedung pencakar langit. Apartemen atau perumahan adalah tempat ternyaman mengakhiri kehidupan di luar rutinitas kota. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun