"Masih adakah yang jual batu bacan" tanya salah satu tamu saya dari Kota Makassar.
Kedatangan mereka kesini karena urusan bisnis selama tiga hari. Selama itupulah saya menjadi guide mereka kemana-mana.
"Masih ada. Mau beli," jawab salah satu teman saya yang sama-sama menemai mereka.
"Ayo kita cari. Di Pasar Gamalama kan," sahutnya lagi.
"Tidak usah kesana. Sudah jarang yang jualan. Nanti saya telpon teman saya," Jawabnya.
Iapun meraih handpone di sakunya. Menelepon pedagang batu akik bacan kenalannya.Â
Disela menunggu, kami berbincang mengenai batu akik. Mana yang bagus hingga nostalgia masing-masing mengenai batu akik. Pengalaman membeli hingga memiliki.Â
Sejam lebih kami menunggu sampai dua orang lelaki, usianya kurang lebih seumuran dengan saya, masuk. Satu menenteng tas besar, memakai kalung dengan liontin batu akik Bacan besar dan memakai cincin.Â
Satunya lagi menghiasi tanganya dengan tiga buah cincin sedang hingga besar. Seakan menjadi sebuah identitas dan membangun kepercayaan konsumen.
Setelah berkenalan dan tanpa basa-basi, Emang, sang pemilik survenir batu akik mengeluarkan dagangannya. Sekira tiga puluh buah dengan wadah masing-masing ia letakan di meja.Â