Mohon tunggu...
Fauji Yamin
Fauji Yamin Mohon Tunggu... Foto/Videografer - Tak Hobi Nulis Berat-Berat

Institut Tinta Manuru (faujiyamin16@gmail.com)

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Di Kota Hilang, dari Desa Datang Mengingatkan

5 April 2021   17:18 Diperbarui: 6 April 2021   09:14 1198
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi penyajian nasi kuning dengan berbagai lauk. Sumber: Shutterstock/Huey Min via KOMPAS.COM

Sekira sejam mereka berkutat dengan proses menghasilkan santan kelapa. Para ibu-ibu yang menunggu juga tak mau buru-buru dan setia menunggu.

Di sisi lain, setelah nasi menjadi setengah matang, warga yang mayoritas dari desa kemudian mengangkat lalu mengaduk dalam baskom. Nasi itu kemudian dicampur dengan sedikit kuning. 

Proses pengadukan nasi kuning setengah matang / dokpri
Proses pengadukan nasi kuning setengah matang / dokpri
Proses pencampuran bahan ini juga mengundang kerumunan warga lantaran ada yang baru melihat langsung proses pembuatan nasi kuning.

Memang di Ternate banyak tersedia rumah makan dengan menu nasi kuning. Tetapi ada perbedaan. Nasi kuning yang di buat khusus untuk dijual tidak terlalu mengandung rempah sementara nasi kuning untuk hajatan rasanya lebih tajam dan banyak rempah. Ada semacam ciri khas yang tidak bisa saya jelaskan.

Proses pembuatan nasi kuning ini sendiri ditangani langsung oleh warga yang datang dari desa. Hal ini dilakukan karena pengalaman yang mereka miliki.

Selain rangkaian proses ini, beberapa rangkaian yang berbalut budaya turut terlaksana. Saya memperhatikan dengan seksama bagaimana kondisi ini berjalan. Masyarakat yang berdomisili di kota kebanyakan belajar langsung pada setiap tahapan yang terlaksana.

Sementara warga desa yang datang dengan legowo menunjukan perlahan-lahan setiap proses kebudayaan yang dilaksanakan.

Para ibu-ibu sedang menanak nasi kuning / dokpri
Para ibu-ibu sedang menanak nasi kuning / dokpri
Saya tidak mengkotak-kotakan atau menjustise antara masyarakat kota dan desa. Melainkan kolaborasi kegiatan ini telah menunjukan bahwa di Kota perihal budaya dan kebudayaan perlahan namun pasti mulai tergerus perkembangan zaman.

Perkembangan zaman dalam balutan arus globalisasi telah mendorong pakem kebudayaan yang notabenenye tradisional telah banyak ditinggalkan. 

Budaya-budaya luar telah merengsek masuk dengan begitu kencang sementara budaya lokal atau tradisional tidak mampu bertransformasi. Kondisi ini juga didukung lewat cara pandang dan penerimaan yang terbuka oleh masyarakat maupun negara.

Memang tidak bisa dipungkiri, pertukaran budaya sangat masif terjadi namun dominasi dari pertukaran tersebut sangat nampak. Sehingga sangat aneh jika pakem kebudayaan nusantara yang menjadi ciri khas bagi bangsa-bangsa luar tak mampu dipertahankan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun