Mohon tunggu...
Fauji Yamin
Fauji Yamin Mohon Tunggu... Foto/Videografer - Tak Hobi Nulis Berat-Berat

Institut Tinta Manuru (faujiyamin16@gmail.com)

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Sang Koki Kapal dan Pemetik Pala

22 September 2020   21:55 Diperbarui: 26 September 2020   01:03 1612
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber : Mongabay. Id

Haluan kapal memecah ombak, sesekali terdengar dentuman keras di butiran. Sore ini, cuaca masih bersahabat, sembari ngopi, lagu tembang lawas milik Ebit G Ade, Pance F Pondang, Meriam Belina, Koes plus dan lain-lain mengiringi. Kadang, sang kapten iseng memainkan lagu daerah hingga membuat para nelayan sekejap mengingat rumah.  

Pemandangan alam nan indah dan hembusan angin  juga layak dinikmati, seuatu yang sudah menjadi barang ekonomi di Kota besar. Bersama ini pula, saya merasa tenang, tanpa beban. Duduk kami di butiran kapal dan  menikmati senja ketika mentari malu-malu melepaskan tugas.  

Di balik keindahan ini, Rudi sedang sibuk membersikan beras. Ia menimbah air dari Palka khusus untuk makan dan minum. Remaja berbadan kurus berumur 16 tahun ini sudah 2 tahun bekerja di Kapal nelayan. Ia berperan sebagai koki sekaligus pemancing.

Ada toleransi yang dinikmati di kapal berukuran 30 Grosston ini. Dari 20 ABK termaksud kapten dan bendahara, hanya Rusdi yang beragama muslim. Namun, lingkungan ini Rusdi diperlakukan layaknya anak sendiri oleh nelayan terutama kapten. Lingkungan yang sudah ia hadapi 1.5 tahun ini membuat ia nyaman ketimbang kapal sebelumnya yang pernah ia ikut. 

"Saya Koki di sini. Dan so (sudah) 1 tahun lebih iko (ikut) Kapten Ronald," tuturnya.

Rusdi sangat lincah. Baru saja ia membersihkan beras, tangannya sudah meraih tomat, cabai, dan bawang. Ia memotong kecil-kecil dan mengolahnya menjadi sambal colo-colo.

Sembari menunggu nasi matang, ia bergerak mengambil ikan di Palka. 2 ekor cakalang ia bersihkan. Kata Rusdi, biasanya bukan ikan cakalang melainkan ikan lain karena cakalang hanya untuk di jual. Namun karena baru akan memancing maka ikan hasil pancingan sebelumnya di pilih menjadi lauk.

Lagu masih terus dimainkan sang kapten di balik kemudi. Kapal pun sedang menuju lokasi tambak di sebuah teluk dimana para nelayan petambak teri berada. Mereka bermalam di sini,semabari menunggu pagi untuk mengangkut umpan.

Tak butuh waktu lama, sekira 45 menit semua yang ia masak kelar. Toh,disini sambal dan ikan goreng saja sudah menjadi menu bahagia. Ia tidak membeda-bedakan makanan para pemancing kecuali Kapten.

"Kapten biasa minta ikan bakar, sedangkan yang lain sama. Kalau sudah masak,punya kapten harus di pisahkan duluan. Selebihnya ambil sendiri-sendiri,"

Pekerjaannya sebagai koki tak lantas membuat ia di anak emaskan. Sebab tak ada anak emas diatas kapal. Semua kekuasaan berada di tangan Kapten. Kadang ia kena marah ketika nasi yang di masaknya kurang. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun