Mohon tunggu...
Fauji Yamin
Fauji Yamin Mohon Tunggu... Foto/Videografer - Tak Hobi Nulis Berat-Berat

Institut Tinta Manuru (faujiyamin16@gmail.com)

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Dunia Main, Kota dan Desa

10 Agustus 2020   18:20 Diperbarui: 10 Agustus 2020   18:40 250
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dokpri. Anak-anak di Kepulauan Morotai

Minggu pagi di sebuah Apartemen bilangan Cawang, saya terbangun karena suara anak-anak kecil yang menggelegar menembus kedalam ruang 3x4 meter persegi.

Gelak tawa riang sekira pukul 10 ini  beradu satu dengan yang lain. Saya bangun dan mengintip sejenak, oalah ternyata kolam renang sedang ramai di akhir pekan kali ini. Maklum, posisi kamar tepat di depan kolam dan sengaja pintu tak di kunci karena gempùran AC yang membuat sekujur tubuh mengigil.

Sekira pukul 11.00 saya putuskan melanjutkan tidur yang sempat terpotong dan siuman pada pukul 17.35.

Saat bangun dan mengengok ke kolam, ternyata suasana masih ramai dan riuh. Lebih ramai dari pagi tadi. Banyak anak-anak di temani orang tua memenuhi kolam renang yang saya sendiri tak tau berapa ukurannya. 

Dokpri. Suasana Kolam Renang
Dokpri. Suasana Kolam Renang
Mereka asik berenang menggunakan pelampung, bermain air, dan bercengkrama. Para orang tua tak ketinggalan mengajarkan anak-anak mereka. Sementara orang tua yang tak ikut nyebur, aktif memantau. 

Padahal, minggu sebelumnya tak ada riuh dan gelak tawa seperti ini. Kolam ini cenderung aman dari gempuran anak-anak. Yang ada,  hanya pasangan muda mudi atau beberapa ibu-ibu yang setiap pagi berolahraga.

Bagi saya sendiri, situasi ini sangat klimaks. Di tengah situasi pandemik ini apakah tidak masalah? tetapi saya tidak tertarik membahas ini. Sebab, protokol dari pihak pengelola sangat ketat. Di mana security siap aktif memperingatkan dan memantau jika jarak interaksi terlalu berdekatan. 

Salah satu yang menjadi perhatian beberapa tahun ini ialah terbatasnya dunia bermain bagi anak-anak perkotaan. Selain  ruang hijau yang sempit karena kebijakan pembangunan juga karena kehidupan di Kota yang syarat akan kekerasan sehingga anak-anak tidak bebas berlenggang manis keluar rumah.

Ruang hijau yang diperuntukan buat publik berdasarkan catatan Walhi yang dikutip dari Medcom.id  hanya sekitar 9,98 persen lahan di Jakarta yang dijadikan RTH. Dari yang seharusnya dijadikan RTH yakni 30 persen yang sudah  diatur sejak 2007 melalui Undang-Undang (UU) Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang.

Di apartemen misalnya, saya sering bahkan keseringan melihat anak-anak tak memiliki ruang bermain. Padahal, setiap pembangunan apartemen atau hunian jenis apapun itu perlu ada Ruang Terbuka Hijau. 

Di setiap apartemen yang pernah di tinggali fenomena ini selalu tersaji. Anak-anak hanya bermain pada ruang terbuka seadanya yang di ruang itu pulah di jadikan sebagai tempat nongrong, makan dl. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun