Mohon tunggu...
Fauji Yamin
Fauji Yamin Mohon Tunggu... Foto/Videografer - Tak Hobi Nulis Berat-Berat

Institut Tinta Manuru (faujiyamin16@gmail.com)

Selanjutnya

Tutup

Politik Artikel Utama

Saya Pernah Menjadi Simpatisan Politik Garis Keras

28 Juli 2020   23:19 Diperbarui: 4 Agustus 2020   07:34 1864
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto ilustrasi milik: KOMPAS/RONY ARIYANTO NUGROHO

Tugas-tugas itu kami emban tanpa bayaran. Rokok sebatang saja sudah menjadi kekuatan. Apalagi, jika kata-kata manis dari tim pemenang ring 1 yang sering membakar semangat para pengikut.

Kandidat sendiri? Rajin memberikan petuah baik langsung maupun tidak dengan dalil jika menang, kami bisa jadi PNS, bapak ibu yang kami kenal jadi Kadis dll sebagainya.

Sebuah hipnotisasi yang bagi saya sangat kuat melekat dan dijadikan ideologi. Bayangkan aja betapa brutalnya kami.

Saya sendiri seperti pada judul, pernah menjadi simpatisan politik fanatik. Waktu itu, terjadi antara tahun 2008 dan berlanjut hingga ke tahun 2014 (kalau tidak salah) sebelum akhirnya menyadari bahwa saya terjebak pada permainan penguasa.

Dalam kontestasi pemilihan Gubernur tahun 2008 umur saya sekira 20 tahun dan sudah berada di jenjang perguruan tinggi. Saya mengingat belum dilaksanakan sistem Pilkada Serentak seperti sekarang.

Dua kandidat bertarung memperebutkan kursi nomor 1 di Maluku Utara. Apalagi saat itu, umur provinsi baru lepas 5 Tahun dan ini adalah pemilihan kepala daerah kedua. Dua kandidat ini ialah rival dari Pilkada part I.

Mereka kembali di pertemukan pada part II. Dan catatan negatifnya Pilkada di Maluku Utara baik part I maupun dua pada waktu itu masuk Zona Merah. Untuk mengetahui hasil pilkada karena adanya sengketa yang di perkarakan di Mahkama Konstitusi, kami harus mengunggu hingga 1 lebih tahun lamanya.

Bayangkan saja, hasil pilkada harus hingga 1 Tahun. Apa yang terjadi dengan simpatisan? inilah yang menjadi menarik untuk dibagikan.

Sumber Kompas 2008
Sumber Kompas 2008
Waktu itu perkembangan media tidak sepasif dan semasif sekarang. Baik media online maupun media cetak. Walaupun ada, akan tetapi media cetak cenderung mengulas secara kondradiktif hingga melahirkan gesekan-gesekan. Artinya peran media saat itu di kontrol oleh kandidat pilihan. Bisa di Kata berat sebelah.

Akibatnya, kesimpang siuran menjadi makanan sehari-hari. Setiap hari kami menerima informasi-informasi yang kata generasi sekarang Hoax, misalnya, hari ini putusan kandidat kita menang. Seminggu kemudian bahasa yang sama muncul.

Simpatisan kandidat sebelah juga demikian, tak mau kalah. Alhasil, bentrok tak terhindarkan karena begitu panasnya tensi massa kedua simpatisan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun