Mohon tunggu...
Fauji Yamin
Fauji Yamin Mohon Tunggu... Foto/Videografer - Tak Hobi Nulis Berat-Berat

Institut Tinta Manuru (faujiyamin16@gmail.com)

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Di Balik Wajah, Di Balik Kisah

19 Juli 2020   04:56 Diperbarui: 19 Juli 2020   05:29 233
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bersama wanita yang ku kisah kan. Dokpri

Dengan umur yang senja ini harusnya Nek Siti berdiam saja di rumah. Bermain sama cucu atau menonton televisi. Pikirku.

Aku tak sanggup lagi bertanya lebih dalam. Rasa iba ku sudah menguasai hasratku. Tak biasanya ini terjadi. Padahal aku sering lugas bertanya hingga ke dapur rumah. Tapi apalah daya, baru sampai ruang tamu aku benar-benar menjadi tamu.

Sejam kami mengobrol sebelum ia bergegas ke pelabuhan. Ada kapal yang masuk dan Nek Siti harus buru-buru menemui nelayan. Ia berharap bisa mendapatkan 50 Kg saja. 

Tak sempat aku mengucapkan terima kasih, ia sudah menghilang dengan harapan yang ia pikul hari ini. Aku pulang, tak lagi ku lanjutkan keinginanku bertemu para pedagang.

                                   *****

Lapak Om Malik. Dokpri
Lapak Om Malik. Dokpri
Keesokan harinya, hasratku ke pelabuhan pendaratan ikan tak lagi ku kejar. Kali ini, mengunjungi pasar Tembal. Ingin ngopi bersama kenalanku seorang juragan ikan dan penguasa pasar, Pak Malik atau disapa om Malik yang setiap hari ku kunjungi sehabis dari PPI. Pria yang seantero Bacan terkenal karena kebaikan hati nya berbagi. 

Tak pandang bulu ia berbagi. Kata orang-orang padaku, siapapun orangnya yang sedang membuat hajat (Pernikahan, syukuran, tahlilan, sunatan pembangunan mesjid dll) ia datangi dan berbagi.

Pria berumur 50-an ini hobi memakai kaos singlet dan celana pendek. Ia lantas mengajak  duduk di lapak yang kata ia sederhana. Anak buahnya ia panggil dan sekejap kemudian 3 gelas kopi mendarat cantik di atas kolboks penyimpanan ikan.

Ia berkisah tentang masa mudanya yang bandel. Saking bandelnya ia memutuskan berhenti sekolah dan kabur ke Surabaya. Yah, aku mengingat kisah-kisah yang pernah mampir di telinga dan hinggap di memori. Dulu, para tetua dan orang tua kami adalah orang-orang bermental pelarian.

Mereka berhasrat sukses di negeri Jawa kemudian memilih melakukan perjalanan (pelarian) secara ilegal menggunakan kapal laut, semisal Kapal Om Sini sampai Lambelu. Yap, kapal-kapal Pelni jaman old.

Mereka tak memiliki uang, ataupun tiket. Modalnya ialah berhasil sampai ke Surabaya atau Jakarta dengan bersembunyi dari petugas-petugas saat penagihan tiket. Jika tertangkap, maka resikonya di turunkan di pelabuhan sandar saat berlabuh nanti atau menjadi babu di Kapal.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun