Mohon tunggu...
Fauji Yamin
Fauji Yamin Mohon Tunggu... Foto/Videografer - Tak Hobi Nulis Berat-Berat

Institut Tinta Manuru (faujiyamin16@gmail.com)

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Mahasiswa Bicara Perubahan, Rakyat Bengong, Pemerintah Tertawa

6 Februari 2018   14:11 Diperbarui: 6 Februari 2018   14:39 425
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kartu Kuning yang di layangkan oleh Ketua Bem UI kepada Presiden Joko Widodo merupakan tindakan luar biasa dan patut di berikan apresiasi setingi-tingginya karena di saat mahasiswa lainnya asik berleha-leha dengan zona nyamannya, masih ada mahasiswa yang ternyata diam-diam menyimpan keprihatinan terhadap jalannya pemerintahan.

Tindakan " kartu Kuning" jika ditafsirkan dalam metafora analistik merupakan tindakan memberikan peringatan akibat pelanggaran jika dalam sepakbola dan tindakan hati-hati buat pemerintah Jokowi-JK saat ini. walaupun, banyak kalangan beranggapan bahwa tindakan oleh ketua BEM UI tersebut tidak seharusnya dilakukan. Tindakan protes bisa dilakukan dengan sikap-sikap yang lain selain dari memberikan kartu kuning. namun, bagi penulis tindakan tersebut memberikan beberapa landasan untuk menuliskan artikel ini. 

Sebagai mahasiswa yang mempunyai label  " agent of Change dan Agent of control" maka kritik auto kritik tetap melekat pada diri mereka. tidak menjadi seorang mahasiswa jika di dalam dirinya tidak terpantri sikap kritis. walaupun penafsiran kritik selalu memiliki cara pandang yang berbeda dari mahasiswa dalam setiap gerakannya. kritik yang di pegang oleh mahasiswa biasanya melalui perjalanan panjang dalam kajian-kajian keilmuan sehingga kritik yang lahir sering beriringan dengan rekomendasi dan solusi yang di tawarkan. 

Peran mahasiswa dalam pencaturan dunia pun tidak main-main, banyak catatan sejarah berawal dari gerakan yang dibangun oleh mahasisa yang mana memberikan efek pada perubahan dunia secara keselurhan. artinya bahwa perjalanan sebagai seorang mahasiswa telah memilki akar yang penting dalam kemajuan dunia dimanapun dan apapun negaranya, sekalipun negara kecil. 

Di indonesia sendiri, gerakan kemerdekaan yang di cetuskan oleh pemuda dan para founding fathers merupakan golongan-golongan yang lahir dari kata mahasiswa dan memiliki talenta-talenta yang mampu menghapuskan penjajahan. pergerakan Budi Utomo yang di kenal dengan sumpah pemuda tahun 1928, Proklamasi kemerdekaan 1945, pergerakan pemuda, pelajar dan mahasiswa tahun 1966 serta gerakan revolusi yang meruntuhkan era orde baru pada tahun 1988 merupakan catatan-catatan yang tidak bisa di pisahkan begitu saja. peran penting sebagai agent of change dan agent of controlbegitu kuat di pegang sebagai ideologi. inilah istimewahnya seorang mahasiswa, kekuatan yang di bangun bisa membuat was-was penguasa.

Tidak sedikit pula,tokoh-tokoh politik, budayawan serta orang hebat lainya berawal dari label mahasiswa-mahasiswa yang kritis. Lewat proses baik organisasi intra -ekstra mereka dapat berkembang sosok hebat.maka membicarakan mahasiswa adalah membicarakan seberapa kritis mereka sebagai bagian dari generasi masa datang.

Terlepas dari pro dan kontra tindakan yang di lakukan oleh ketua BEM UI, persoalan yang kemudian menjadi sorotan penulis adalah kekuatan mahasiswa saat ini yang semakin melemah. Lemah dalam kritik-auto kritik,lemah dalam inovasi dan kreativitas dan lemah dari cara pandang yang mulai bergeser. Apa yang di lakukan oleh ketua BEM UI adalah representasi dari "krisis kritik" oleh mahasiswa jaman now saat ini.dimana lebih hebat memberikan kritik di media sosial ketimbang dunua nyata.

Dengan kemajuan era teknologi, praktis budaya-budaya diskusi ditinggalkan secara berangsur-angsur. Budaya diskusi sebagai landasan mencari pemahaman dalam kelasapahaman menafsir pemahaman menjadi kaku di setiap lingkungan kampus. Pun demikian dengan konteks organisasi yang notabenenya tempat proses selain kampus yang kian bergeser karena kesalapahaman ideologi. Mahasiswa lebih mendorong dirinya memahami "kata" dalam sepotong yang diterimanya dari media sosial. Bahkan, kadang lebih tragis, pemahaman yang di dapat dari tweet-tweet romantis dan tidak sampai satu paragraf bisa menjadi perdebatan yang berlarut-larut.

Melemahnya budaya diskusi merupakan bagian yang menghilangkan bagian yang lain. Bagian itu adalah "rendahnya minat baca" dan berkutat pada buku-buku teks. Saya sendiri sering mengalami kriris literasi, ketika harus di katai "bodoh" oleh pengajar-pengajar karena sebagai mahasiswa, perkembangan literasi tidak ada sedikitpun dalam kepala. Bahkan, harus di arahkan untuk membeli buku dengan keadaan di "paksa".

Hal demikian juga terjadi di hampir kalangan mahasiswa. Buku bukan merupakan alternatif atau pilihan dalam membenahi diri. Artinya bahawa, buku tidak lagi seksi di kalangan mahasiswa. Saya juga sering terlibat diskusi-diskusi alot dengan berbagai golongan, terutama sekali di kalangan mahasiswa. Dimana, pisau analisis yang digunakan selalu bertumpu pada analisis asal-asalan yang ketika di telusuri tidak ada kebenaran di dalamnya. 

Misalnya, perdebatan mengenai peristiwa kartu kuning. Yang mana, pisau analisis yang di pakai berkembang karena berita "media" dan sekali lagi sepotong ayat "tweet"sebagai pondasi. Maka sudah pasti perdebatan tidak akan selesai. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun