Kerja-kerja satgas pangan yang dibentuk untuk melakukan kontrol dan pendataan pada setiap provinsi ternyata tidak bekerja secara maksimal. Pengawasan dan kontrol pada aturan harga eceran tertinggi atau HET menurut Permendag no.57/M-DAG/PER/8/2017 dengan tujuan agar menjaga stabilisasi dan kepastian harga beras, serta keterjangkauan harga beras di konsumen tidak berjalan secara baik. kenaikan harga beras yang tidak dapat d stabilakan telah melewati HET sehingga konsumen merasa sangat terbebani.Â
Sehingga, naiknya harga beras di beberapa daerah diatas HET jika di tinjau dari sisi suplai maka sudah barang tentu kita kekurangan stok atau mengalami defisit.
Maka manakah yang benar?surplus atau defisit? Lantas jika seandainya kita memepercayai surplusnya pemerintah maka kenapa pemerintah terburu-buru melakukan impor?Â
Bagi penulis, salah satu concren pemerintah dalam melakukan impor ialah selalu memakai dalil sebagai "stok pemerintah" jika-jika terjadi kelangkaan. Namun dalam kacamata penulis, kondisi ini hanya menyiratkan 3 hal, yakni tidak bisa sama sekali sebuah negara dalam perdagangan internasional menutup keran impor, stok beras benar-benar defisit, dan kepentingan bisnis.
Maka ada beberapa kejanggalan dalam perihal kelangkaan beras yang menyebabkan kenaikan beras kali ini.walaupun bulog telah benar-benar melakukan operasi pasar, akan tetapi perkembangan harga beras justru tidak kembali ke HET atau minimal mendekati. Berbagai pendapat dan analisis banyak di lakukan, baik secara teknis maupun ekonomi.Â
Secara ekonomi, pemerintah seakan panik ketika meminta para pengusaha agar melaporkan seluruh stok yang ada pada mereka. Pada kondisi ini, maka terdapat dua jawaban. pertama, pemerintah memang benar-benar tidak memiliki stok dan yang kedua lagi-lagi satgas pangan daerah gagal.Â
Kondisi yang seperti di jelaskan diatas bahwa jika benar pemerintah tidak memiliki stok maka spekulator atau pengusaha-pengusaha dapat membaca keadaan tersebut dan melakukan spekulasi di pasar. Hukum kelangkaan diterapkan pada kondisi seperti ini, sehingga menimbulkan gejolak harga. Apalagi penetepan HET sebenarnya merugikan produsen.
Yang berikut, bulog adalah salah satu lembaga yang bertanggung jawab terhadap ketahanan pangan sekaligus sebagai lembaga yang juga turut andil dalam stabilisasi harga. Hak penuh melakukan impor berada pada tangan Bulog hal ini tertuang dalamPP 48 tahun 2016 pasal.
Pada pasal 2 ayat 3 Â yang menugaskan bulog tanggung jawab ketersediaan pangan dan stabilisasi harga di tingkat konsumen dan produsen yakini, beras jagung dan kedelai. sedangkan dalam pasal 3 ayat (1d) menyebutkan bahwa pelaksanaan impor pangan dalam rangka pelaksanaan tugas sebagaimana yang dalam pasal 2 ayat 3 sesuai dengan peraturan perundang-undangan (baca Perpres 48 Tahun 2016) dan pasal pasal 3 ayat (2d) secara khusus tentang Pelakasanaan impor beras sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Dalam Permendag No. 103/M-DAG/PER/12/2015 pasal 9 ayat (1)  impor beras untuk keperluan stabilisasi harga, penanggulangan keadaan darurat, masyarakat miskin, dan kerawanan pangan dapat di lakukan dengan ketentuan dalam  pasal (1b) hanya dapat di impor oleh perum bulog.dengan pecahan palijg tinggi pada ayat (1a)adalah 25%.
Lantas apa yang mendasari kementrian perdagangan melakukan impor menunjuk Perusahaan perdagangan Indonesia (PPI)? Menurut Permendag No 103/M-DAG/PER/12/2015 .