Mohon tunggu...
Fauji Yamin
Fauji Yamin Mohon Tunggu... Foto/Videografer - Tak Hobi Nulis Berat-Berat

Institut Tinta Manuru (faujiyamin16@gmail.com)

Selanjutnya

Tutup

Money

Lagi -lagi Data

14 Januari 2018   09:47 Diperbarui: 14 Januari 2018   10:09 950
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ekonomi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Caruizp

Di saat masyarakat masih hangat-hangatnya terbakar  pada diskusi dan perdebatan tentang"pilkada serentak 2018", tanpa di sadari salah satu bahan pangan pokok masyarakat Indonesia merengsek naik.

Naiknya harga beras yang seketika tanpa pemberitahuan dan tanpa ekspos dari media-media sebelumnya membuat masyarakat, praktisi,politisi,mahasiswa dan akademisi tercenggang. Apalagi, masyarakat merasa baik-baik saja dengan stok pangan karena surplus yang di gembar-gemborkan pemerintah.

Maka, pertanyaan yang sering mengemuka adalah apa yang salah? tiba-tiba harga beras naik di beberapa wilayah melebihi HET (harga eceran tertinggi), dan secepatnya melakukan Impor beras dari thailand?

dengan adanya program Swasembada pangan utamanya upsus Pajale (padi,Jagung,kedelai) pemerintah melakukan segala upaya agar indonesia bisa berswasembada pada tiga komoditas yang dianggap penting bagi Indonesia dengan meningkatkan produksi dan produktivitas. selain itu juga dengan melakukan peningkatan luas lahan. 

Dari 3 komoditas pangan tersebut, padi diklaim berhasil. artinya padi surplus. Dari data BPS,tahun 2016. Menunjukan bahwa kita mengalami surplus karena jumlah produksi kita sudah mampu memenuhi konsumsi pertahun.jumlah produksi beras sebesar 44,512,000 ton dan konsumsi beras (ton) sebesar 20 juta ton per tahun sehingga kita mengalami surplus sebesar 14 juta ton. 

Sedangkan pada tahun 2017, tidak di keluarkan data oleh BPS karena proses pengakuratan data yang bermasalah dan membenahi sistem pengukuran. 

Namun  pemerintah tetap mengklaim bahwa stok pangan, utamanya beras masih surplus sampai pada tahun 2018. Namun, justru pada awal tahun klaim surplus justru berbuah kelangkaan dan menyebabkan kenaikan harga. 

Ini berarti bahwa terdapat masalah pada data yang di peroleh di lapangan sehingga peramalan (forecasting) tidak tepat. Jika memang benar surlpus, maka apakah yang surplus gabah ataukah beras? Lantas bagaimana dengan stok bulog? 

Sampai per desember 2016, jumlah cadangan bulog adalah 1.734.837 juta ton dengan cadangan pemerintah (CBP) 141 ribu ton). Cadangan pemerintah yang sedikit bisa menjadi akar masalah terjadinya ketimpangan di sisi suplai dan membuka peluang terjadinya spekulasi. 

Dari sini peran bulog untuk menstabilkan harga masih memungkinkan, jika dihitung dari stok dan surplus yang kita anggap saja sebagai beras, karena klaim pemerintah surplus beras yang dapat di beli dengan harga acuan pembelian. Maka, sekalipun terjadi kelangkaan, bulog masih mampu melakukan stabilisasi harga pada beberapa daerah tersebut dengan melakukan operasi pasar.

Ketidak akuratan data yang di jadikan dasar sebagai klaim keberhasilan sebuah program merupakan tindakan yang harus di hindari. Sebab, salah satu permasalahan Indonesia adalah tidak tersajinya data yang akurat. Baik itu dari sisi produksi,produktivitas bahkan sampai pada pelaku rumah tangga.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun