Mohon tunggu...
Ogy Triwan
Ogy Triwan Mohon Tunggu... -

Pelaku usaha dan Aktivis yg pro pluralisme dan rakyat miskin.

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Kebijakan Kementerian Kelautan dan Perikanan Tidak Jelas

2 Maret 2015   20:42 Diperbarui: 17 Juni 2015   10:16 619
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
1425278072886662709

Demonstrasi atau unjuk rasa ke Kementerian Perikanan dan Kelautan masih terus saja berlangsung tiap bulan seperti bebrapa hari yang lalu, karena ketidak jelasan dari kebijakan menteri Susi, ribuan nelayanberdemo ke kantor Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) dan memacetkan jalanan disekitar Gambir bahkan selama massa nelayan longmarch dari arah Senen.

Mereka para pendemo yang tergabung dalam Front Nelayan Bersatu tersebut yang berasal dari Brebes, Cirebon,dan Rembang. Terlalu naïf bila pemerintah atau siapapun masih ada yang mengatakan mereka itu pendemo bayaran,atau ditunggangi dan disponsori oleh para pengusaha. Kebanyakan dari mereka adalah pelaku usaha juga, hanya skala yang lebih kecil karena rata2 mereka menggunakan kapal penangkap ikan dibawah 100GT.

Peraturan yang melarang penggunaan alat tangkap ikan pukat hela (trawls) dan pukat tarik (seine nets) itu memicu reaksi keras dari para nelayan di berbagai daerah karena sebagian besar nelayan di daerah itu menggantungkan hidupnya pada alat tangkap cantrang dogol yang termasuk satu dari enam jenis pukat tarik berkapal (boat or vessel seines). Para nelayan menuntut pemerintah mencabut peraturan itu.

Mereka menentang kebijakan Menteri KKP Susi Pudjiastuti yang menerbitkan Peraturan Menteri (Permen) No.2 tahun 2015 tentang larangan penggunaan cantrang, atau jenis trawl yang telah dimodifikasi untuk menangkap ikan.

Bukan hanya itu saja yang menyusahkan mereka. Pada Permen No.56 tahun 2014, tentang moratorium penghentian sementara usaha perikanan ini mempunyai dampak yang besar karena semua kapal penangkap ikan harus berhenti melaut walaupun izinnya masih berlaku. Ibaratnya semua Metromini disuruh berhenti karena spesifikasinya harus diganti dan tidak ada toleransi walau izin trayek setahunnya belum habis. Harusnya mereka diberi waktu yang cukup untuk merubah alat tangkapnya berikut merubah bentuk kapal, idealnya 2 tahun, paling tidak sampai masa berlaku izin setahunnya habis.Hingga kini petunjuk teknisnya (Juknis) belum ada.

Pertanyaanya adalah dengan diberhentikannya mereka melaut siapa yang akan menanggung biaya pungutan hasil perikanan (PHP) yang telah mereka bayar?. Alat tangkap seperti apa yang diinginkan oleh Susi? Apakah alat tersebut sudah ada uji cobanya? Merubah alat tangkap akan merubah bentuk kapal khususnya untuk kapal berukuran besar. Lalu biaya siapakah itu? Untuk itu harus ada masa transisi untuk penyesuaian alat tangkap. Setahun tidaklah cukup. Lalu solusinya apa?

Banyak surat yang dilayangkan ke Menteri KKP tetapi tidak direspon. Apakah tidak ingat UU RI No.25 tahun 2009 tentang Pelayanan Publik dan UU RI No.30 tahun 2014 tentang Keterbukaan Informasi Publik ? Kalau sudah ada jawabannya tentu para pelaku usaha penangkapan ikan itu tidak akan berdemo terus.

Tahukah Susi mereka sudah sulit untuk makan, sulit membiayai anak2nya bersekolah, kredit mereka di Bank macet, investasi para pelaku usaha belum balik modal sudah disuruh berhenti, iklim investasi ‘tidak sehat’, juga para pelaku usaha yang memiliki kapal berukuran lebih besar sudah merumahkan para anak buah kapalnya (ABK) dan karyawan di Unit Pengolahan Ikan (UPI).Perekonomian daerah anjlok, Devisa menurun,dan lain lain.

Kalau KKP akan memeriksa ulang legalitas dan fisik kapal, tentulah tidak bijaksana harus memberhentikan semua kegiatan perikanan.Apakah supaya ikan2 beranak pinak selama 6 bulan moratorium itu sehingga mengorbankan hal2 tersebut diatas?

Yang jelas pertumbuhan ekonomi disektor perikanan merosot.Pemerintah secara tidak langsung telah mengkorupsi waktu dan biaya semua perijinan yang terkait atas pengoperasian kapal penangkap ikan selama 6 bulan moratorium perikanan ini berlangsung. Publik terkesima dengan mengekspos dan menonjolkan terus menerus berita penenggelaman kapal pencuri ikan tetapi Permen2 yang dikeluarkan KKP masih menyimpan masalah.

Semua orang pastilah setuju KKP memberantas illegal fishing atau kapal pencuri ikan.Bahkan disemua negara sangat menentang illegal fishing. Dari dulu mulai dari Departemen Perikanan masih bergabung dengan Departemen Pertanian lalu menjadi Departemen Kelautan dan Perikanan (DKP) dan kini menjadi Kementerian Kelautan dan Perikanan juga sudah membasmi kapal2 pencuri ikan itu hanya saja tidak terlalu diekpos karena dulu pencitraan tidaklahpenting.

Permen2 tersebut dianggap blunder karena Kementerian Kelautan dan Perikanan mengeluarkan Permen2nya tanpa sosialisasi terlebih dahulu kepada stakeholder. Apakah mungkin karena Menteri Susi berlatar belakang petualang, lebih memilih untuk ‘ribut’ belakangan. Perlu diingat, ini negara bukan perusahaan dimana pemerintah harus bisa membuat regulasi yang aspiratif dan benar. Jangan melarang larang tanpa solusi.Kasihan mereka.Cari nafkah dilaut itu sudah berat, malah sekarang disuruh mikir untuk survive.

Adapun Permen yang menyengsarakan para nelayan dan pelaku usaha perikanan adalah sbb:

1.Permen No.56/2014, memberhentikan sementara kegiatan penangkapan ikan s/d April 2015 termasuk yang masih berlaku izinnya.Harusnya pemegang izin yang masihberlaku masih dibolehkan beroperasi sambil menunggu giliran untuk diverifikasi kembali termasuk ganti Blanco baru bilamana dipandang perlu agar tidak bisa dipalsukan lagi.

2.Permen No.57/2014, menghentikan kegiatan transhipment. Sebaiknya aktivitas transhipment itu diatur di titik koordinat tertentu dan disinilah tugas dan fungsi pengawasan KKP untuk mengawasi kegiatan mereka.

c.Permen 58 pasal 3, 2014, larangan para pegawai KKP untuk pemperpanjang SIUP,SIPI,SIKPI termasuk melarang penggunaan Nahkoda dan ABK Asing. Permen inilah yang melumpuhkan semua kegiatan perikanan.Lalu apa yang dilakukan para pejabat dan staff KKP selama moratorium ini?

d.Permen No.1/2015, larangan penangkapan Lobster,Kepiting dan Rajungan. Pengaturan ukuran yang boleh ditangkap memang baik. KKP harus segera melakukan sosialisasi, pembinaan dan pendampingan ke daerah2.

e.Permen No.2/2015, larangan menggunakan alat tangkap pukat hela dan pukat tarik.Sebaiknya, diatur kembali panjang tali (rope) sehingga jaring tidak sampai ke dasar yang dapat menghancurkan terumbu karang dan diatur kembali ukuran mata jaring agar yang ditangkap adalah ikan yang sudah dewasa.Disamping itu fungsi pengawasan diperketat. Cari pengawas yang berintegritas, tidak bisa diajak kongkalikong di laut.

Mari kita lihat yang apa yang akan terjadi pada sektor perikanan ini.

Salam hangat kompasiana.

http://politik.kompasiana.com/2015/02/09/menteri-susi-sedang-menuai-badai-722160.html

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun