Mohon tunggu...
Odi Shalahuddin
Odi Shalahuddin Mohon Tunggu... Konsultan - Pegiat hak-hak anak dan pengarsip seni-budaya

Bergiat dalam kegiatan sosial sejak 1984, dan sejak tahun 1994 fokus pada isu anak. Lima tahun terakhir, menempatkan diri sebagai pengepul untuk dokumentasi/arsip pemberitaan media tentang seni-budaya

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Dinamika Teater di Bogor Periode 1950-1980-an, Sekadar Catatan (III)

25 Januari 2019   12:00 Diperbarui: 25 Januari 2019   12:08 86
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dokumentasi pribadi

Pada periode 1960-1962, Teater Bogor masih menunjukkan intensitas produksi pementasannya. Setidaknya tercatat sembilan  pementasan yang  dilakukan. Pementasan terakhir meraka adalah "Nyonya Marlena" karya AA Mileu dengan sutradara Sujitno. Lakon ini pernah mereka pentaskan sebelumnya pada tahun 1958.

Sekitar tahun 1963, Taufiq Ismail dan Umar Machdam mendirikan Teater Muslim (lihat, Kompas, 28/10/70). Deddy Roamer dalam tulisannya mengenai "Niat Menggalakkan Teater di Bogor" (Suara Karya, 29 Juli 1975) menyatakan bahwa Bogor sudah sepi dari kegiatan teater. Entah sejak kapan. 

Mungkin sejak Studi Teater Bogor tidak lagi bersemangat "menggeluti". Menurut sejarahnya, Bogor pernah mengalami kemajuan dalam teater terutama pada saat hidupnya GAMIPENTAS (Gabungan Muda/I Pecinta Seni) dan Teater Muslim kira-kira lebih dari 10 tahun yang lalu. Artinya pada awal 1960-an. Masih sulit untuk mendapatkan data pementasan lengkap dari Gamipentas dan Teater Muslim serta kelompok lainnya.  

Untuk Teater Muslim, setidaknya tercatat mereka pernah mementaskan  lakon "Surat Dari Gubernur" saduran Mohammad Diponegoro dari karya Tennesa William "Fortunna Writes a Letter".  Yang disutradarai oleh Ishaq Iskandar (yang kelak dikenal sebagai anggota Teater Populer dan aktif di dunia Per-film-an).

Pada tahun 1963, Umar Machdam yang dikenal sebagai aktor freelance yang paling berbakat yang turut mendukung hampir setiap produksi dari grup-grup teater yang ada pada masa itu seperti Teater Bogor, Teater Nasional, Teater Gamipentas, Teater Raksa Budaya,  menghimpun beberapa orang yang yang punya minat serius pada teater. Tanpa di bawah panji-panji grup dari tahun 1963-1964, aktor muda ini berhasil membangun kembali image teater Bogor di tengah kevakumannya. 

Bersama Ishaq Iskandar, Kamaluddin Iskandar, dan Tati Hartaty, pada Desember 1964 membentuk grup PASENDRA (Penggemar Seni Drama). Produksi yang tercatat antara lain: Makka Al Mukaromah, Gerbang Sjam, Pagi Cerah, Rumah Tengah Angin, Bolero Hijau, dan sebagainya. Melihat perkembangan teater mulai berkembang kembali di daerah-daerah seperti Jakarta, Bandung, Yogya, maka untuk lebih memperjelas kehadiran Teater di Bogor, Umar Machdam bersama Eman Sulaeman pada tanggal 11 Juni 1966 mengubah Pasendra menjadi Studi Teater Bogor atau STB. (LIhat, Willy Kanugi, Suara Karya, 19/11/71).

Berbeda halnya dengan kota-kota lain yang terlihat menonjol dengan kehadiran grup teater yang berada di bawah kelompok politik atau keagamaan, di Bogor hal tersebut tidak begitu tampak. Hanya ada Teater Muslim dan Teater Katolik. Itupun pada pertengahan hingga akhir tahun 1960-an, tidak begitu tampak kegiatan-kegiatannya. Kelompok teater yang berdiri pada tahun 1960-an ini adalah Teater Angkasa (di bawah RRI, yang berdiri setelah RRI beroperasi di Bogor pada tahun 1967) dan Teater Angsana.

Sejak kehadiran Studi Teater Bogor di bawah pimpinan Umar Machdam, yang anggotanya  berasal dari berbagai teater yang pernah ada di Bogor, dapat dikatakan kelompok inilah satu-satunya yang menunjukkan geliat berteater. Pada periode 1966-1969, setidaknya Studi Teater Bogor berhasil melakukan 27 produksi, dengan rincian 16 kali pementasan, tiga (3) kali dalam bentuk pementasan improvisasi, dan enam (6) kali produksi untuk TVRI.   

Sayangnya pula, data pementasan dari Studi Teater Bogor tidak tersedia. Upaya penghimpunan arsip teater Bogor periode 1960-an belum banyak menampakkan hasil yang memadai. Nama-nama yang pernah bergiat di Studi Teater Bogor diantaranya: M Ryana Veta,Adenan Taufik,  Fauzi SA (yang kemudian dikenal sebagai salah satu tokoh perburuhan Indonesia), Sri Mukartini, Derry Syrna (yang kemudian mendirikan Teater Keliling), Mayawati Diredja, Tasdik, JA Lastawan, Jos Sudradjat, Edy kharamah, Iim Kharamah.

Menurut Willy Kanugi, kalangan pengamat teater serius, baik yang di Bogor seperti Iwan Simatupang, Ali Audah, maupun yang di Jakarta seperti Teguh Karya dan Asrul Sani sangat menaruh perhatian terhadap grup ini, sebagai satu-satunya yang hidup sendirian di kota Bogor dengan kesungguhan dan sikapnya yang lebih dasar dalam memilih teater sebagai karir mereka.

Selain kehidupan teater di Bogor yang menjadi kering dan data yang sulit dicari, sesungguhnya Bogor kerap pula menjadi tempat bagi kelompok-kelompok teater dari luar untuk tampil di kota ini. Menurut Adenan Taufik, di Bogor sesungguhnya telah terbentuk kelompok penonton teater serius, sehingga teater-teater dari Jakarta seperti ATNI, kerap  melakukan pementasan di Bogor sebelum ditampilkan di kota-kota lain.

(Bersambung)

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun