Suara kaum Milenial sangat-sangat dibutuhkan untuk melancarkan Pemilu 2019 demi mewujudkan kemajuan bangsa Indonesia. Dalam perjalanan politik, terutama pilkada serentak 2018 dan 2019, generasi Milenial merupakan voter (pemilih) yang sangat berpotensi sebagai agen perubahan.Â
Tidak heran, berdasarkan survey menurut Saiful Mujani Research Consulting (SMRC), saat ini setidaknya 34,4% masyarakat Indonesia berada direntang usia generasi Milenial (menurut Pew Research Center menetapkan usia 22 sampai 37 tahun pada 2018--akan dianggap sebagai generasi milenial.) Oleh karena itu, suara kaum Milenial sangat dibutuhkan dalam membantu perubahan yang lebih baik untuk kemajuan bangsa.
Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Bambang Soesatyo mengatakan bahwa generasi Milenial mempunyai peran sangat penting dalam menentukan masa depan bangsa dan negara.Â
Beliau menyampaikan data diterimanya terdapat 196,5 juta pemilih dalam Pemilu 2019 nanti. Dalam kegiatan politik, generasi Milenial mempunyai karakter, pertama mereka lebih melek teknologi.Â
Yang kedua, generasi Milenial cenderung tidak mudah percaya pada elite politik. Ketiga, generasi Milenial cenderung plin-plan dalam memberikan hak politiknya, mereka cenderung memberikan hak politiknya kepada partai yang menyentuh kepentingan dan aspirasi mereka sebagai generasi muda. Generasi ini sering disebut sebagai generasi yang haus perubahan.
Namun, sampai saat ini tidak banyak partai politik yang memiliki strategi dengan mendekati generasi Milenial untuk menggait suara mereka. Strategi ini berupa program dan bahasa yang mampu menyapa generasi Milenial.Â
Padahal partisipasi kaum Milenial disini sangat dibutuhkan sekali. Untuk itu, pendidikan politik kepada generasi Milenial sangat penting agar mereka dapat berpartisipasi dalam aktivitas politik karena sudah mendapatkan pencerahan politik. Mereka adalah pengawal perubahan. Mencerdaskan mereka dalam berpolitik merupakan investasi berharga di masa depan. (OD/GC)