Musik dangdut terus berevolusi seiring waktu, dari era Rhoma Irama hingga fenomena koplo yang mengguncang panggung Indonesia. Namun, di tengah gempuran arus musik modern, Orkes Melayu (OM) Lorenza hadir sebagai anomali yang menghidupkan kembali kejayaan dangdut klasik.Â
Dengan penampilan yang otentik dan nuansa nostalgia yang kuat, OM Lorenza berhasil mencuri perhatian publik dan menjadi fenomena viral belakangan ini.
Dari THR Sriwedari ke Panggung Nasional
Berawal dari Taman Hiburan Rakyat (THR) Sriwedari Solo, OM Lorenza adalah bukti bahwa musik memiliki siklus kehidupan yang tak lekang oleh waktu.Â
Berdiri sejak 2007, grup ini awalnya membawakan berbagai genre dangdut, termasuk koplo yang sedang naik daun. Namun, persaingan yang ketat membuat mereka mencari jati diri baru.
Sejak 2012, di bawah kepemimpinan Murjiyanto, OM Lorenza beralih ke dangdut klasik, sebuah keputusan yang berani namun terbukti tepat. Dengan konsep ini, mereka bukan hanya bertahan tetapi juga menciptakan tren baru di industri musik dangdut.
Fenomena Nostalgia dan Gaya 70-an
Bukan hanya musiknya yang kembali ke era 1970-1980-an, tetapi juga atmosfer yang diciptakan OM Lorenza. Dalam berbagai potongan video yang beredar, penonton terlihat mengenakan kostum khas zaman dulu---celana cutbray, sepatu pantofel, kemeja bermotif lawas, hingga sarung.Â
Bahkan, ada yang membawa atribut unik seperti radio lawas, senter, hingga ban bekas. Semua ini menghadirkan pengalaman yang lebih dari sekadar pertunjukan musik, tetapi juga sebuah perayaan budaya.
Musik yang mereka bawakan pun setia pada nuansa aslinya. Tidak ada hentakan ketipung khas koplo, hanya alunan melodi yang mengalir datar, menampilkan orkes dangdut sebagaimana dulu dinikmati oleh generasi sebelumnya.Â