Kasus yang menjerat Sekretaris Jenderal (Sekjen) PDI-P, Hasto Kristiyanto, kembali menyoroti hubungan erat antara hukum dan politik di Indonesia. Penetapannya sebagai tersangka dalam kasus suap dan obstruction of justice terkait dengan Harun Masiku telah memunculkan berbagai spekulasi, terutama mengenai kemungkinan adanya kriminalisasi bermuatan politik.
Hasto sendiri menegaskan bahwa kasus yang menimpanya tidak semata-mata persoalan hukum, melainkan bagian dari dinamika politik kekuasaan.Â
Pernyataannya ini mengundang pertanyaan lebih lanjut: apakah benar hukum di Indonesia telah dipolitisasi sedemikian rupa sehingga dapat digunakan untuk menekan pihak tertentu? Ataukah ini merupakan bagian dari upaya penegakan hukum yang sah terhadap praktik korupsi di negeri ini?
Jika melihat sejarah, kriminalisasi terhadap tokoh politik bukanlah hal yang baru. Banyak kasus hukum sebelumnya yang dituding memiliki unsur politik, terutama menjelang pemilu atau ketika terjadi pergolakan kekuasaan.Â
Dalam konteks ini, pernyataan Hasto yang mengklaim bahwa tidak ditemukan fakta hukum atas keterlibatannya perlu ditelaah lebih dalam. Jika benar ada indikasi kriminalisasi, maka hal ini menjadi ancaman serius bagi demokrasi.Â
Namun, jika tuduhan terhadapnya didukung oleh bukti yang kuat, maka ini justru menunjukkan bahwa hukum tetap harus ditegakkan tanpa pandang bulu.
Fenomena kriminalisasi hukum dalam politik Indonesia bukanlah hal yang baru. Sejarah mencatat bahwa berbagai kasus hukum sering kali dikaitkan dengan kepentingan politik tertentu. Dalam konteks ini, kasus Hasto Kristiyanto menimbulkan berbagai spekulasi terkait apakah hukum benar-benar ditegakkan secara adil atau justru digunakan sebagai alat untuk melemahkan pihak tertentu.
Jika melihat pola politik di Indonesia, penggunaan hukum sebagai senjata politik sering terjadi dalam momen-momen krusial, terutama menjelang pemilu atau saat ada perebutan kekuasaan. Kasus Hasto, yang merupakan Sekjen partai penguasa, memunculkan pertanyaan besar tentang siapa yang sebenarnya diuntungkan dari kasus ini dan apakah ada motif di baliknya.
Di sisi lain, KPK sebagai lembaga antikorupsi memiliki tugas untuk menegakkan hukum secara independen. Namun, tidak bisa dipungkiri bahwa dalam berbagai kasus, KPK juga menghadapi tekanan politik yang dapat memengaruhi arah penyelidikannya.Â
Hal ini menimbulkan dilema besar: apakah KPK benar-benar bertindak sesuai dengan hukum, atau ada pengaruh eksternal yang memanfaatkan institusi ini?
Penting untuk dicatat bahwa tuduhan obstruction of justice yang dialamatkan kepada Hasto bukan hanya sekadar persoalan hukum, tetapi juga berkaitan dengan kredibilitas partai politik dalam menghadapi kasus hukum yang menjerat kader-kadernya.Â