Mohon tunggu...
Obed Antok
Obed Antok Mohon Tunggu... Jurnalis - Tukang tulis

Berminat Dalam Bidang Sosial, Politik, Iptek, Pendidikan, dan Pastoral Konseling.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

5 Dampak Buruk Flexing di Tempat Kerja

24 September 2024   01:21 Diperbarui: 26 September 2024   07:36 263
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: memamerkan uang/ https://punchng.com.

Dalam beberapa tahun terakhir, istilah "flexing" menjadi semakin populer, terutama di media sosial. Secara umum, flexing merujuk pada tindakan memamerkan keberhasilan, kekayaan, atau status sosial seseorang secara berlebihan. 

Fenomena ini kini tidak hanya terjadi di media sosial, tetapi juga merambah ke dunia kerja. Flexing di lingkungan profesional dapat muncul dalam berbagai bentuk, seperti pamer jabatan tinggi, pendapatan besar, atau gaya hidup mewah yang ditunjukkan secara mencolok. 

Meskipun beberapa orang menganggapnya sebagai bentuk kebanggaan diri, dampak flexing di dunia kerja memiliki konsekuensi yang lebih luas bagi individu dan organisasi.

Dampak Flexing di Dunia Kerja

1. Meningkatkan Tekanan dan Kompetisi Tidak Sehat

Salah satu dampak terbesar dari flexing di tempat kerja adalah meningkatnya tekanan dan kompetisi yang tidak sehat di antara karyawan. 

Ketika seseorang secara konsisten memamerkan pencapaiannya, karyawan lain merasa tertekan untuk menunjukkan hal yang sama. 

Mereka mungkin mulai berlomba-lomba memamerkan status mereka, meskipun hal itu di luar kemampuan finansial atau emosional mereka. 

Akibatnya, lingkungan kerja menjadi semakin kompetitif secara berlebihan, yang tidak selalu berkontribusi terhadap produktivitas atau kesejahteraan karyawan.

2. Memicu Kesenjangan dan Diskriminasi Sosial

Flexing juga berpotensi memperbesar kesenjangan sosial di tempat kerja. Misalnya, karyawan yang kerap memamerkan gaya hidup mewah dapat membuat rekan-rekan kerja dengan kondisi ekonomi yang berbeda merasa minder atau terpinggirkan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun