Mohon tunggu...
Novita Sari
Novita Sari Mohon Tunggu... Mahasiswa - Aktif di dunia literasi, pergerakan dan pemberdayaan perempuan

@nys.novitasari

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Akhirnya Kutulis Lagi Sesuatu Untukmu Hari Ini

3 September 2021   17:51 Diperbarui: 3 September 2021   17:54 595
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ia bahkan mengeluh dengan sakit yang kau derita, kan. Pada semua orang, ia berkata seolah dialah yang telah memberimu obat berbagai macam. 

Membayar dokter, rumah sakit, ustad, bahkan dukun. Cuih! Aku juga ingin meludah pada wajahnya saat itu tapi enggan ku lakukan, bahkan tong sampah tampak lebih baik untuk menampung ludahku.

Hari dimana ia mencak-mencak, saat orang-orang datang menyantuni mu hari itu, aku ingat, ia memasang wajah paling menderita, seperti telah kehilangan segalanya untuk mengobati mu. 

Padahal asu, ia hanya menginginkan amplop yang orang itu titipkan untuk pengobatan mu. Meminjam uang kepada sanak saudara dengan alasan untuk mengobati mu? Ya itu yang biasa ia lakukan, bukan. 

Hari ini aku menuliskan ini untukmu, aku percaya meski kita berpisah dunia, tulisan ini pada akhirnya akan sampai pula padamu lewat mereka yang membaca itu. Aku telah membayar semuanya, aku telah mengganti pemandangan kesusahan mu waktu itu dengan berkali lipat padanya. Tenang saja, aku sudah mempelajari semuanya, bukankah bocah kecil yang lugu itu tidak selamanya demikian? Aku membaca banyak buku, mempelajarinya dari televisi dan berita. Tenang saja, kau bisa duduk dengan lega sekarang. Dengarlah ceritaku ini.

Pagi itu, setelah bunyi kokok ayam perlahan menghilang, teleponku berdering cukup lama. Layar biru dengan wallpaper kucing meniup balon membuat aku bisa membaca dengan jelas daftar nama panggilan masuk yang tak sempat kuangkat. Selang beberapa detik, masuk pesan bahwa bapak sedang sakit keras. Meski tak dituliskan langsung, aku dapat memahami, tetangga dan keluarga menginginkanku pulang kerumah.

Angin pagi di jalanan kota tak sedingin di kampung, aku memacu motor menggunakan jaket dan ransel dipunggung. Tidak ada perasaan was-was, semua terasa begitu datar. Setiba dirumah, beberapa orang berkerumun, tatapan mereka langsung beralih padaku. Samar-samar kudengar mereka berbisik "anak perempuannya" "baru pulang" "kasihan, padahal bapaknya sudah sakit sejak lama" aku santai, tak perlu menanggapi  mereka yang jelas-jelas tidak tau apa-apa.

Aku melangkah masuk kedalam kamar bagian tengah, dulu itu adalah kamar tidurku. Bersebelahan langsung dengan kamar mereka. Tempat aku mendengar nafas panjang keduanya saat tertidur, atau desahan ibu, kadang-kadang juga pertengkaran kecil di tengah malam. Tapi pagi ini disana terbaring seorang laki-laki tua yang tangannya menghitam karena sinar mata hari, urat-urat nadinya jelas menyembul keluar.

"Kejang-kejang" pak lek Sardi yang berada di dekat bapak membuka pembicaraan padaku. Aku mengangguk. Dari pak Lek pula aku mengetahui, sejak ku tinggalkan bekerja di kantor dinas di kota, bapak banyak berubah. Ia sering menyendiri, bernyanyi lagu-lagu sedih, bahkan sering terlihat tertawa sendiri seperti ada yang mengajaknya berbicara. Padahal orang sekampung tahu, ia sudah ditinggal mati istrinya, ditambah anak perempuan satu-satunya yang memilih bekerja dan menetap di Kota. 

Aku mengambil air hangat untuk mengompres keningnya. Didekatnya sudah ada mangkuk berisi air  daun pudding ati, kata pak Lek obat kampung. Sesekali mata bapak membelalak padaku. Aku panggil ia, ku ucap kalimat syahadat dan kalimat baik memuji Tuhan. Beberapa jam setelah itu, kejang-kejangnya sedikit berkurang, orang-orang satu persatu pulang, hanya tinggal kami berdua. Entah bapak sadar atau tidak, mulutnya perlahan bergetar dan berkata.

"jaga bapak ya nak"

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun