Mohon tunggu...
Nyi Ai Tita
Nyi Ai Tita Mohon Tunggu... Guru - Guru suasta

Berakit rakit ke hulu berenang renang ke tepian bersakit sakit dahulu bersenang senang kemudian

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Semboyan Ki Hadjar Dewantara

5 Mei 2021   04:16 Diperbarui: 5 Mei 2021   04:34 158
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Dipinggir kolam ada pohon kelapa dan pohon jambu batu yang rindang. Biasanya pohon jambu tersebut sebagai tempat bermain aku dan teman-teman sambil menyanyikan ciri khas lagu daerah yaitu "Ayang-ayang gung atau lagu eundeuk-eundeukan."

Sebelum kerja bakti Bapak mengumpulkan seluruh warga untuk musyawarah dan pembagian tugas. Bapak-bapak yang membersihkan kotoran-kotoran yang menghambat air ketika hujan, Ibu-ibu sebagian ada yang menyapu halaman rumah dan masjid. Juga sebagian Ibu-ibu ada yang menyiapkan konsumsi untuk makan dan minum bersama setelah kerja bakti selesai.

Nampak sekali warga kampungku semangat dan bahagia untuk melaksanakan kerja bakti. Yang hasilnya bisa dinikmati oleh seluruh warga kampung itu sendiri.

Nama kampung tersebut adalah Sumur Bandung. Sebuah kampung   nuansanya seperti lembah di lungkung pasir atau bukit. Kampungku tersebut sangat indah, sejuk, dan asri alami laksana indahnya kota Bandung. Di kampungku juga dikelilingi balong yang banyak sumurnya.

Sumur tersebut memiliki air yang bersih dan bening karena air tersebut datang dari dalam tanah itu sendiri. Orang kampung menyebutnya, "Air nyusu."

Sumur tersebut banyak manfaatnya untuk warga setempat, yaitu untuk mandi, mencuci, berwudu dan lain sebaginya. Bahkan bisa dipakai untuk memasak.

Karena akan keunikannya kondisi kampungku, sampai Bapak Camat dan para staffnya datang mengunjungi kampung Sumur Bandung. Beliau sangat mengagumi akan kondisi kampung yang berbeda dengan kampung yang lain.

Itulah salah satu semboyan Ki Hajar Dewantara yang nampaknya sadar dan tak sadar Bapak mengaplikasikannya dalam kehidupannya di kampung. Hal ini bisa dijadikan contoh dan nampaknya semboyan ini melekat pada diri Bapak.

Entah dari mana Bapak memperoleh semboyan ini. Karena kalau diperhatikan Bapak tidak sekolah tinggi hanya lulusan dari pesantren aja. "Mungkinkah dari pesantren?"

Mungkin saja, namanya juga manusia diberi akal oleh Allah untuk mencari dan mencari ilmu pengetahuan yang bisa diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari. Apabila pengetahuan itu kuat dalam diri, maka akan menjadi penuntun dalam berkiprah di dunia kehidupannya.

Bapak sering mengungkapkan, ketika memberi nasihat kepadaku, kepada keluarganya, dan kepada masyarakat di kampung.  Nabi Muhammadlah  sebagai contoh dalam kehidupan menuju bahagia di dunia dan akhirat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun