Mohon tunggu...
Adexfree
Adexfree Mohon Tunggu... Administrasi - Menulis adalah ruang untuk berbagi

Simplicity

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Ibu, Tempat Belajar tentang Kehidupan

5 Desember 2020   19:48 Diperbarui: 5 Desember 2020   19:56 154
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ibu, mencintai dengan caranya sendiri (pribadi)

" Ibu adalah sosok wanita tangguh yang mencurahkan cinta dan kasih sayangnya dengan cara yang berbeda dari orang lain "

Begitulah yang bisa saya gambarkan mengenai sosok wanita lebih dari paruh baya yang telah bersedia bertaruh nyawa demi melahirkanku 39 tahun lalu. Ibuku melahirkanku pada saat usianya 19 tahun, usia yang sangat belia untuk menjadi seorang ibu.  Usia dimana seorang gadis remaja seharusnya masih menikmati masa lajangnya bersama teman-teman dan menikmati kebebasan hidup tanpa ada beban. Tapi ibuku sudah harus merawat seorang bayi yang lahir prematur ( umur 32 minggu ) dengan berat badan 1800 gram dan lahir secara sungsang. Diantara kondisi hidup yang penuh keterbatasan ekonomi, ibuku memilih membesarkanku dirumah ketimbang menyerahkanku dibawah pengawasan dokter dan perawat di rumah sakit. Hari demi hari sentuhan kasih sayang yang diberikan ibu, membuat saya tumbuh dan berkembang dengan baik. Meskipun saya lahir prematur tapi tumbuh kembang fisikku berlangsung dengan cepat, layaknya anak-anak yang lahir cukup bulan. Setiap fase tumbuh kembang balita kulalui tanpa ada masalah sedikitpun. 

Meskipun saya lahir dari keluarga yang sangat sederhana, tapi saya tumbuh dilingkungan keluarga yang penuh kasih sayang dan rasa cinta. Ibu adalah orang pertama yang mengajarkanku arti sentuhan, orang pertama yang mengajarkanku cara berjalan, orang pertama yang mendekapku dengan penuh kehangatan,dan juga orang pertama yang mengajarkanku apa itu huruf,angka, maupun huruf hijaiyyah. Ibu merupakan sekolah pertamaku, yaitu sekolah untuk belajar tentang kehidupan. Berbagai pendidikan moral dan karakter menjadi hal utama yang diajarkan oleh ibu.

1. Belajar meyakini keberadaan Allah dan memahami agama Islam

Hal yang paling penting dan pertama kali diajarkan oleh ibuku mulai dari usiaku balita adalah pemahaman tentang keberadaan Allah dan tentang agama islam. Beliau yang mengajarkanku huruf-huruf hijaiyyah, hingga selanjutnya diteruskan oleh guru mengajiku. Ibu akan sangat marah kalau saya malas untuk pergi mengaji. Ibu pernah berkata, lebih baik miskin harta daripada saya tidak bisa mengaji. Karena kepandaian mengaji adalah bekal bagi anak soleha untuk mendoakan kedua orang tuanya. Dan ayah saya juga pernah mengatakan bahwa beliau mungkin tidak dapat mewariskan harta, tapi setidaknya ayah bisa mewariskan ilmu yang bermanfaat.

2.  Belajar untuk tidak pernah mengeluh dalam kondisi apapun

Ayahku hanyalah seorang tukang servis alat elektronik yang sehari kadang ada pelanggan kadang tidak. Tak jarang kami harus berhutang di warung hanya untuk membeli beras demi mengganjal perut. Meskipun begitu, ibuku tak pernah mengeluh sedikitpun mengenai kondisi ekonomi yang morat marit ini. Tak pernah terlontar sedikitpun kata-kata dari mulut ibuku yang mengeluh karena ayahku tak mampu memberikan nafkah yang layak. Ibuku memang memiliki tingkat emosional yang agak tinggi, tapi dibalik tiap kata-kata marahnya tak pernah terlontar nada mengeluh sedikitpun. Jadi sesulit apapun kondisi yang kami hadapi, tak pernah sedikitpun beliau mengeluh. Bagiku, ibu adalah wanita yang benar-benar tangguh dalam menghadapi kerasnya kehidupan ini. Oleh sebab itu, saya pun terdidik menjadi wanita yang tidak gampang untuk menangis, setidaknya tidak dihadapan orang lain. Hingga saat ini, jika kesulitan besar menghadang dihadapan saya maka , saya akan berusaha bertahan sekuat mungkin tanpa bantuan orang lain. Karena aku ingin menjadi wanita tangguh seperti ibuku.

3. Belajar untuk bertanggung jawab terhadap setiap tindakan yang dilakukan

Ada satu peristiwa lagi yang masih terngiang dibenakku , kejadiannya sekitar 30 tahun lalu . ibuku pernah menamparku karena kesalahanku yang telah memukul anak tetangga dengan kayu hingga kepalanya berdarah. Saat itu ibu berkata, kalau salah maka harus bertanggung jawab dengan kesalahan yang telah dilakukan, jadi apapun hukumannya harus diterima. Meskipun ibuku tau bahwa tindakanku memukul anak tetangga itu karena dia telah menghinaku dengan panggilan anak orang miskin. Tapi kesalahan harus tetap dipertanggung jawabkan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun