Mohon tunggu...
Nur Dini
Nur Dini Mohon Tunggu... Buruh - Find me on instagram or shopee @nvrdini

Omelan dan gerutuan yang terpendam, mari ungkapkan

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Budaya Komplain

14 Agustus 2019   07:51 Diperbarui: 14 Agustus 2019   07:57 21
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Hallo,
Akhir-akhir ini saya sering mendengar orang di sekitar saya banyak mengeluh.  Sebenarnya saya juga ngeluh, tapi cuma dibatin, tidak terdengar masyarakat luas.  Kalau orang di sekitar saya mengeluh dalam curhatan cantik, membuat saya harus mendengarnya, dan menjadikan dunia saya terasa makin rumit.  

Jadi ceritanya orang yang mengeluh ini adalah teman kerja saya.  Dia sekarang sedang menyusun tugas akhir dan beberapa hari lagi akan menikah.  Saya tahu kalau dia harus memikirkan pekerjaan, kuliah, tugas akhir, dan rencana pernikahan.  Saya sendiri tak bisa membayangkan jika itu terjadi pada saya, tapi bukan berarti jadi alasan untuk mengeluh tiap hari.

Bagi saya, segala yang dikeluhkan setiap orang adalah hasil kesalahan orang itu sendiri.  Dalam kasus teman saya, kalau dia mengeluh karena segala hal penting terjadi pada waktu yang sama, ya salah dia.  Kenapa pernikahannya tidak diundur saja sampai tugas akhirnya selesai? Toh kurang sedikit, tunda saja sampai bulan depan, bisa kan?

Saya merasa keluhan apapun yang diucapkan orang lain, membuat saya ingin mengeluhkan suatu hal yang menimpa saya.  Kalau ada yang mengatakan senyum itu menular, tapi ketahuilah kalau keluhan juga menular.  

Saya tidak tahu apa yang terjadi pada orang lain, tapi saya merasa hari saya yang keruh makin keruh setelah mendengar keluhan orang dan terpancing untuk mengeluh juga.  

Saya tahu kalau keluhan adalah bentuk ekspresi terhadap perasaan tidak nyaman atau tidak menyenangkan.  Saya tahu itu wajar tapi saya tidak habis pikir dan ingin complain pada orang yang suka complain.  

Dalam sebuah buku, yang saya lupa buku apa, pernah dikatakan kalau manusia secara psikologis akan selalu kaget terhadap perasaan tidak menyenangkan meski kita sudah merasakannya berkali-kali, tapi akan menjadi terbiasa terhadap rasa yang menyenangkan meskipun kita baru merasakannya sekali.  

Hal sekecil apapun yang tidak menyenangkan akan membuat kita kaget lalu complain, tapi kalau kita mendapat hal yang baik kita merasa itu adalah hal wajar yang memang seharusnya kita dapatkan.  Berpikir kalau kita memang ditakdirkan dengan segala kebaikan menyertai kita.  Saya tidak melarang orang untuk kaget dengan hal-hal tidak menyenangkan, tidak apa-apa, itu lumrah.  

Tapi tolong, cukuplah keluhan itu sampai dipikiran saja, jangan diucapkan, apalagi di-share di media social.  Anda tidak pernah tahu apakah di sekitar Anda terdapat orang yang mudah risih seperti saya, yang akan complain balik terhadap segala complain Anda.  

Bagaimana dengan keluhan terhadap pelayanan public? Kalau itu saya setuju, toh badan terkait menyediakan layanan untuk customer service.   Pelayanan public sengaja menyediakan CS untuk menampung ide dan pertanyaan masyarakat.  

Tapi maksud saya, kalau ada hal yang kurang menyenangkan dari suatu pelayanan ya mengeluhnya di CS, jangan ke teman, saudara, tetangga yang tidak punya solusi.  Biar mengeluhnya jadi bermanfaat.  

Kalau keluhan tentang masalah pribadi? Jangan! Tolong jangan.  Yang mendengar keluhan dan curhatan kita belum tentu lebih bahagia dan lebih tanpa masalah daripada kita.  Lebih baik diselesaikan, jangan hanya selalu dikeluhkan.  Sampaikan keluhan secukupnya, mengeluhlah pada tempatnya. Bye !

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun