Mohon tunggu...
Nur Dini
Nur Dini Mohon Tunggu... Buruh - Find me on instagram or shopee @nvrdini

Omelan dan gerutuan yang terpendam, mari ungkapkan

Selanjutnya

Tutup

Worklife Artikel Utama

Kerja di Pabrik Sama dengan Aib?

10 Juni 2019   13:01 Diperbarui: 20 April 2021   13:05 3082
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi | Gambar oleh Steve Buissinne/Pixabay

Selain terjadi pada tetangga, demam malu ngaku buruh pabrik juga terjadi pada teman sekolah saya. Dia kerja di pabrik sepatu juga, tapi beda lokasi dengan saya. Awalnya dia pasang status mulai bekerja di PT. XX yang saya ketahui pabrik sepatu. Saya tanya ke dia, "kamu kerja di pabrik sepatu?" Dia bilang bukan.

Tapi saya masih berpikir positif, mungkin perusahaan itu bidang usahanya banyak. Jadi saya tanya produksi apa, dia bilang ga produksi, hanya kantor. 

Saya masih polos dan mikir, mungkin dia kerja kaya di head office yang lokasinya terpisah jauh dari area pabriknya, dan karena dia masih baru jadi ga ngerti kalau usaha utamanya bikin barang apa.

Setelah tanya lagi, akhirnya keluarlah pernyataan kalau dia jadi staf, tempat kerjanya masih satu lingkungan dengan pabrik, satu gerbang, tapi beda ruangan. Ya iyalah, di pabrik gue juga gitu, cincau. Mana ada duduk selang seling satu ngetik satunya jahit atau ngelem. Ya pasti kepisah lah. Setelah itu saya jadi males bahas tempat kerja sama dia.

Nah, pertanyaan yang kemudian muncul di pikiran saya adalah, sebenarnya apa sih susahnya bilang ke tetangga atau teman "saya kerja di pabrik sepatu" atau garmen, atau benang, atau rokok, makanan, obat, jamu, elektronik, atau bidang lain? Apa sih susahnya ngaku kalau "saya buruh pabrik"? Kalau ga terima dibilang buruh, ya bilang staf atau apalah istilahnya. Bebas.

Kenapa seolah-olah ada pemikiran kalau "kerja di pabrik = aib" sampai harus malu untuk mengaku?

Sebenarnya yang membuat kerja di pabrik itu terkesan kurang "presticious" muncul dari pekerjanya sendiri. Malu, ngga mau mengakui, bilangnya staf yang jabatannya tinggi padahal bukan, buat apa? 

C'mon, kalau bukan kita yang bangga dengan pekerjaan kita sendiri siapa yang mau ngebanggain ye kan? Anak? Anak juga bangga sama kerjaan orang tuanya kalau orang tuanya bangga dulu sama pekerjaannya. Cerita dengan penuh bangga ke anak, "Nak, bapak tu kalau kerja begini." Kalau ga gitu, ya gimana anaknya mau bangga?

Sepanjang yang saya tahu, yang rela ngaku kerja di pabrik itu kalau pabriknya bergerak di bidang pengolahan migas, batubara, semen, otomotif beserta spare part-nya, dan produk hasil kelapa sawit. Yang lain seperti agak malu untuk mengakui. Apa karena merasa gajinya kecil terus malu?

dokpri
dokpri
Perasaan malu mengakui pekerjaan yang biasa saja, kadang membuat orang melebihkan cerita pekerjaannya agar terlihat wah. Tapi kan ekspektasi tetangga itu biasanya lebih tinggi dari yang kita ceritakan. Salah-salah justru bisa menghambat rezeki yang harusnya kita peroleh.

Pernah dulu ada suatu kejadian, ketika adik saya masih SD. Ibu menunggu adik saya di sekolah, dan terjadilah obrolan antar ibu-ibu sesama penunggu anak. Saat ibu saya ditanya bapak saya kerja apa, ibu jawab lurus, PNS. Karena memang bapak saya PNS, saya sedang tidak membesar-besarkan, serius.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun