Mohon tunggu...
Ilmiawan
Ilmiawan Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Lagi belajar nulis.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Artikel Utama

Cerpen: Kunang-kunang di Pekuburan

16 Desember 2022   20:52 Diperbarui: 18 Desember 2022   22:10 507
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi kunang-kunang. (sumber: Shutterstock via kompas.com)

Barat bilang, dia serupa malaikat maut. Malaikat maut bermata tajam, sama dengan tatapan gadis itu. Ketika sekilas mereka menatap, Barat rasanya terlempar lagi untuk ketiga kalinya ke sungai. Sayangnya, tak ada yang menyelamatkannya malam itu. Dia terjebak dalam ruang kematian dan takkan bisa keluar dari dalamnya sebelum Barat melihat rapsodinya lagi.

Listrik belum juga menyala. Semesta cukup gelap, begitupun dunia bawah. Tapi, Tuhan tidak buta, Dia tentu dapat melihat bahwa Barat sudah menyelesaikan buku yang dibacanya. 

Dia meletakkan bukunya di atas meja, kemudian mundur, menjauh dari jendela di hadapannya. Di tangannya, ada kursi, yang dipakai sebelumnya untuk duduk. 

Tepat di langit-langit di atasnya, ada sebuah kayu, dan tali tambang terikat melingkar untuk kepalanya. Bagaimana itu ada di sana? Percayalah, kalau kamu buta berpuluh-puluh tahun, kehidupan tanpa mata adalah suatu hal yang biasa.

Bahkan dia bisa membaca, demi Tuhan!

Barat naik ke atas kursi. Dia tak merasakan apa-apa kecuali angin yang berembus dari jendela. Membawa aroma daun-daun kering dan ranting. Dia bisa sedikit merasakan aroma kembang sedap malam datang bertamu ke hidungnya, mengajaknya untuk bercinta dalam damai di tengah kegelapan. 

Kepalanya sudah masuk dalam ikatan tali tambang. Mulutnya menyenandungkan simfoni Ode to Joy. Malam baru sampai pada puncaknya. Sebuah dentingan besi melengking di dalam kepala Barat, bersamaan tubuhnya jatuh ke bawah. 

Habis sudah. Tak ada rapsodi. Tak ada kontradiksi. Hidupnya berakhir malam itu, saat pemadaman listrik, dan saat malam begitu gelap hingga Tuhan kalian itu cukup payah melihat ke bawah dan menghentikan Barat.

Tapi, demikianlah ceritanya usai. Tak ada hal yang bisa saya ceritakan lagi. Selain misteri kenapa Barat memilih mati di malam itu setelah membaca bukunya. Betapa kau harus memahami bahwa buku begitu penting bagi seorang Barat yang buta. 

Bagaimana buku bisa membunuh seseorang. Bagaimana buku bisa membuat seseorang membunuh orang lain. Bagaimana buku bisa membuat butir-butir mutiara mencair jatuh dari mata seseorang. Bagaimana buku bisa membuat seseorang marah. Bagaimana buku mengontrol masyarakat. Bagaimana kita dibuat baik dan gila secara bersamaan oleh sebuah buku.

Tapi kau tak perlu khawatir, Barat bukan sedih. Dia hanya ingin mati, karena setahun sudah hidup tanpa cinta dari rapsodinya dan dia jadi begitu bosan menjalaninya. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun