Mohon tunggu...
Ilmiawan
Ilmiawan Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Lagi belajar nulis.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerita di Balik Kebingungan Nur

27 Agustus 2021   18:41 Diperbarui: 27 Agustus 2021   18:56 393
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Nur benar, suaminya itu memang pekerja keras. Tiada hari tiada bekerja., kecuali sakit. Pernah suatu ketika kemarau panjang menimpa Kampung Peletuk, orang-orang tidak dapat meladang. Mereka memilih bersantai di rumah. Tetapi Jumaidi berbeda, ia mengalih menjadi petani karet, menggantikan temannya, dan jatahnya pun dibagi dua.

Jadi ketika Nur mendengar Jumaidi yang entah mengapa tidak mau lagi meladang, tentulah membuatnya kesal. Mereka sudah beranak lima, kelima-limanya mereka niatkan untuk sampai sarjana. Tapi, jika Jumaidi tak lagi meladang, bagaimana mereka mampu menyekolahkan mereka semua, sedang uang tak ada.

"Suamiku, coba kau pikir dengan otakmu, seandainya memang kau tak lagi meladang, apa yang kan kau lakukan? Anak-anakmu mau kau beri makan apa? Mau kau sekolahkan dengan apa?"

Jumaidi tiada menjawab.

"Jawab Jum!"

Mata Nur mulai berair, lantas merembes deras saat kedua tangan Jumaidi meraih pipinya. Jari-jemari yang kasar itu mengusap lembut air matanya seraya berkata pelan, "Sudah, Nur. Aku sedang banyak pikiran, lebih baik bikinkan aku kopi. Nanti biar aku yang menjemur sisa baju di ember itu."

Nur menggerutu, lalu berlari masuk ke dalam kamar dan menangis. Isak tangisnya ditahan-tahan, supaya si bungsu tidak terbangun. Basah sudah bagian atas bantal guling yang dipeluk Nur. Begitupun kain di ujung lengan bajunya.

Jumaidi masih berdiri menatap ayam-ayam itu. Pikirannya mengawang-awang untuk Nur. Ia ingin jadi sandaran Nur kala itu. Tetapi takut dapat memperburuk keadaannya. Di sudut hatinya ia merasa bersalah, tetapi di satu sisi ia juga merasa apa yang ia lakukan adalah hal yang benar, dan baik baginya juga istrinya. Oleh sebab itu, biarlah Nur sendiri, menenangkan pikirannya. Setelah itu barulah bisa menceritakan semuanya dan bagaimana jalan keluarnya, begitu pikir Jumaidi.

Ketika azan zuhur berkumandang, Jumaidi tengah duduk terlelap di kursi di depan TV analog yang dinyalakan, setelah lelah menjemur sisa kain di ember dan menyapu dedaunan kering di halaman depan. Matanya terbuka mendengar pernak-pernik hiasan yang bergelantungan di depan pintu saling beradu ketika Nur keluar dari kamar. Dengan mata memerah yang sedikit membengkak, Nur berjalan tanpa sedikitpun melirik kepadanya ke kamar mandi, mengambil wudhu, lalu kembali masuk ke dalam kamar dan mengunci pintu.

Ada sesuatu yang dipendam Jumaidi, ia takut Nur sakit hati bila ia mengatakannya. Hal itu yang terus membebani pikirannya sedari tadi. Dan ketika melihat keadaan Nur tidak membaik, daripada keadaan malah bertambah parah, lebih baik baginya untuk tidak berada di rumah sepanjang hari itu. Biarlah Nur menikmati kesendiriannya dulu, pikirnya. Jumaidi pun keluar dari rumah, jalan-jalan mencari angin melepas kejenuhan, meninggalkan Nur yang tengah sembahyang seorang diri di dalam kamar.

Jumaidi terus berjalan tanpa tujuan. Awan-awan bertebaran di angkasa, di antaranya melindungi Jumaidi dari teriknya matahari, menggantikan topi jerami yang biasa ia pakai. Berpetak-petak ladanga terhempas memanjang di sekitarannya. Di beberapa balai kayu kecil yang tersebar di beberapa tempat,,  tampak ibu-ibu dan bapak-bapak sedang beristirahat menyantap makan siang. Kebanyakan sawah-sawah itu sudah mulai ditumbuhi tunas berbagai macam tanaman, kebanyakan jagung. Dan di salah satu ladang itu, ada punya Pak Basri, tapi terlihat sepi di sana.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun