"BKM Potre Koneng juga membantu infrastruktur kelurahan tapi hanya 10 persen. 37 persen untuk sosial," kata dia.
Agus mengungkapkan berdirinya KBM Potre Koneng di Kelurahan Kangenan yang dibangun tahun 2005. Sementara 2009 awal mula program baru dijalankan. Dalam perjalanan ini, BKM Potre Koneng tidak serta-merta langsung jadi organisasi yang memiliki manajemen bagus.
"Berkat kerja sama, di tahun 2015, BKM sudah tidak dapat bantuan pemerintah pusat. Artinya kita mandiri dengan memaksimalkan kegiatan dana bergulir," ungkap Agus.
Menurutnya, kala itu pemerintah hanya memberikan bantuan senilai Rp 60 juta untuk dikelola memandirikan manajemen dan membantu masyarakat. Hingga akhirnya BKM dari bantuan itu berbuah hasil Rp 300 juta dan dijadikan modal kepada masyarakat.
Sementara laba dari modal Rp 300 juta, digunakan untuk kegiatan tridaya, di antaranya sosial, lingkungan, ekonomi, dan bantuan operasional BKM. BKM merupakan kegiatan sosial murni. Masyarakat yang ada didalamnya sebagai anggota tidak boleh menerima gaji.
"Hanya yang digaji perangkat BKM, adalah sekretaris, unit pengelola lingkungan, dan unit pengelola sosial," tuturnya.
Agus menjelaskan, BKM adalah organisasi kemasyarakatan murni. Setiap pekan ada pertemuan dan forum tertentu. Dua tahun sekali ada pemilihan pimpinan. Yang memilih tersebut adalah masyarakat kelurahan sendiri.
BKM merupakan induk lembaga swadaya yang dibentuk Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat melalui Program Kota Tanpa Kumuh (Kotaku), yang mempunyai misi membangun kapital sosial dengan menumbuhkan kembali nilai-nilai kemanusiaan.
Termasuk dalam menggalang solidaritas sosial sesama warga agar saling bekerja sama demi kebaikan, kepentingan dan kebutuhan bersama, yang diharapkan kelak memperkuat kemandirian masyarakat untuk menuju tatanan masyarakat madani.