Saya telusuri seluruh kawasan Golden Gate. Pose pose selfie. Minta difotoin Fahmi. Cari spot yang oke. Menelusuri semak belukar. Eh, iya lho, ternyata deket sini ada kawasan mirip hutan mini gitu! Bikin vlog... termasuk bertemu dengan WNI yang sedang kerja jadi ABK (Anak Buah Kapal) dan kapalnya lagi bersandar di San Francisco. Ya ampuuun, ini HEPI BERAT, ketemu saudara sesama orang Indonesia di negeri yang ajegile jauhnyaaaa!
O iya. Saya belum cerita ya, kalau Fahmi, my travel-mate ini adalah fotografer tulen yang sangaaaaattt detail dan super duper demanding? Setiap akan meng-capturefoto dengan latar belakang Golden Gate Bridge, Fahmi memberlakukan jutaan kaidah fotografi yang HARUS saya taati.
"Wah, ini kamu mencet shutter-nya kecepetan!"
"Jangan goyang pas njepret Mba, jadinya nggak focus!"
"Ini gambar orangnya jangan motong jembatan!"
Aaaaaarrrgggghhhh *setres *tapi seneng*
Dan tentu saja, yang namanya fotografer, pastilah heboh pilih angle yang paling paripurna, ya kan? Selain foto-foto di kawasan hutan mini, kami juga ambil foto dari Marin Headlands. Konturnya pegunungan banget. Kami menuju ke sana, dengan diantarkan oleh Ivan, diaspora asal Jakarta yang udah 10 tahun lebih tinggal di California (Thanks, Ivaaaaan!)
Hawa dingin khas pegunungan langsung menyambut tatkala kami sampai di Marin Headlands. Jembatan Golden Gate jadi kelihatan mungil. Dan, yaaaap.... Temperatur dingin berpadu angin yang bertiup kencang... membuat saya harus merapatkan jaket. Plus mengeluarkan "amunisi andalan" yang menemani saya traveling ke manapun.
Apakah itu?
Yap. Geliga Krim. Saya oleskan ke bagian punggung, pundak dan betis. Pundak saya berjam-jam harus merasakan beban tas ransel plus sekian kilo barang yang ada di dalamnya. Awalnya biasa saja, mungkin karena tertutupi oleh euphoria dan gembira luar biasa, lantaran bisa menjejak benua Amerika.Â