Mohon tunggu...
Nurul Muslimin
Nurul Muslimin Mohon Tunggu... Dosen - Orang Biasa yang setia pada proses.

The all about creative industries world. Producer - Writer - Lecturer - Art worker - Film Maker ***

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Pemangkasan Anggaran Pendidikan; Politeknik Industri Naungan Kemenperin mau dibawa ke mana?

4 Februari 2025   22:25 Diperbarui: 4 Februari 2025   23:07 502
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Mau dibawa ke mana mereka? (Sumber Foto: www.poltek-furnitur.ac.id)

Sebenarnya kasak-kusuk soal pemangkasan anggaran pendidikan dari pemerintah sudah muncul sejak awal September 2024, dan awal tahun ini (2025) menjadi tombol start dari implementasi kebijakan pemerintah untuk memangkas anggaran pendidikan dalam rangka efisiensi. 

Saat ini semua kementerian mendapatkan "surat cinta" dari Kementerian Keuangan tentang efisiensi. Keputusan ini tertuang dalam Surat Menteri Keuangan Nomor S-37/MK.02/2025. Total pemangkasan anggaran belanja K/L pada Tahun 2025 mencapai Rp 256,1 triliun. Pemangkasan ini merupakan bagian dari pelaksanaan Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 1 Tahun 2025. Presiden Prabowo memerintahkan efisiensi atau penghematan belanja APBN 2025 senilai Rp 306,7 triliun. (Kompas.com)

Dalam konteks ini saya tidak akan membahas tentang strategi anggaran pemerintah dalam mengelola APBN; perdebatan apakah pemangkasan anggaran pendidikan itu akibat dari mandatory spending yang mengacu pada belanja negara atau  dari pendapatan negara, atau mungkin karena deadline pembayaran hutang negara yang konon kabarnya harus membayar 800 T pada tahun ini (rri.co.id), atau tersedot pada program Quick Win Prabowo-Gibran (janji-janji kampanye presiden terpilih), tapi saya akan melihat masalah ini dari perspektif kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) yang dibutuhkan oleh dunia industri. 

Akibat pemangkasan anggaran pendidikan ini, tak heran di kalangan kampus negeri terkena semacam "shock effect," meski pernah dialami saat pandemi covid-19, yang mau tidak mau, suka atau tidak suka, para pengelola kampus harus memelototi mata anggaran mana yang harus diteruskan, direvisi, atau ditiadakan. Maka efisiensi mulai diterapkan; listrik dibatasi pemakaiannya, lift dimatikan, tenaga outsourching dikurangi, sebagian pengajaran dilakukan secara daring, pegawai mulai bekerja secara WFA (Work From Anywhere), dan seterusnya.

Lembaga pendidikan Vokasi Politeknik Industri di bawah BPSDMI (Badan Pengembangan Sumbet Daya Manusia Industri) dalam naungan Kementerian Perindustrian tentu didirikan berdasarkan kebutuhan industri pada SDM yang qualified, terampil, dan siap kerja. Sebut saja sebagai contoh Politeknik Industri Furniture & Pengolahan Kayu (Polifurneka). Lembaga ini didirikan berdasarkan dukungan dari sekitar 50 perusahaan kala itu (2016) yang sebagian besar anggota Asmindo (Asosiasi Industri Permebelan & Kerajinan Indonesia). Ini artinya, keberadaan Politeknik ini harus memenuhi kebutuhan industri terkait. Oleh karena itu lembaga pendidikan vokasi ini lebih dominan (70%) praktik, daripada teori (30%). Artinya kurikulum sampai pada bahan ajarnya mengacu pada referensi dunia industri. 

Transformasi ilmu yang mencerminkan dunia industri tentu akan lebih efektif yang dilakukan oleh tenaga pengajar dari industri dibanding pengajar non industri yang tidak mengalami langsung dalam dunia industri yang notabene sangat dinamis. Bukan berarti tenaga pengajar non industri itu tidak penting. Semuanya penting, karena dalam konteks pendidikan vokasi, teori dan praktik saling membutuhkan. Tinggal porsinya saja yang perlu dirumuskan. Oleh karena itu sudah semestinya lembaga pendidikan vokasi ini (politeknik) dapat membuat formula mana yang tetap mengedepankan sebagai sebuah lembaga pendidikan vokasi dan kegiatan mana yang dapat diterapkan efisiensi.

Kembali kepada pemangkasan anggaran pendidikan di lembaga pendidikan vokasi Polifurneka di bawah naungan Kementerian Perindustrian. Secara struktural, Polifurneka ini ada di bawah BPSDMI (Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia Industri), Kementerian Perindustrian. Dalam menghadapi pemangkasan anggaran, sebagai lembaga penyelenggara politeknik, BPSDMI sudah semestinya menggandeng Asosiasi Industri (khususnya bidang permebelan & Kerajinan) dan menggandeng  Polifurneka sendiri untuk duduk bersama membahas solusi dalam menghadapi kebijakan pemangkasan anggaran pendidikan di Polifurneka. Jangan sampai Politeknik Industri Furniture & Pengolahan Kayu meleset menerapkan efisiensi dalam implementasi anggaran. Sehingga akan mereduksi kualitas kevokasian lembaga politeknik ini, yang pada gilirannya akan berimbas pada SDM industri.

Pemangkasan anggaran pendidikan saat ini memang sangat signifikan. Sebut saja Kementerian Perindustrian efisiensinya 44%, Kementerian Agama rata-rata nilai efisiensinya 45,67%. Itu adalah persentase rata-rata dari seluruh mata anggaran yang diminta untuk dilakukan efisiensi. Mulai dari Alat Tulis Kantor (ATK), Kegiatan Seremonial, Rapat, Seminar dan sejenisnya, Kajian dan Analisis, Diklat & Bimtek, Honor Output Kegiatan & Jasa Profesi, Percetakan & Souvenir, Sewa Gedung, Kendaraan, Peralatan, Lisensi Aplikasi, Jasa Konsultan, Bantuan Pemerintah, Pemeliharaan & Perawatan, Perjalanan Dinas, Peralatan & Mesin, Infrastruktur, dan Belanja lainnya. Sangat rigid dan besarannya berbeda-beda. Dengan instruksi yang demikian detail, sudah seharusnya pengelola lembaga pendidikan vokasi mempunyai ukuran tertentu dengan tetap menjaga kualitas vokasinya. 

Lalu bagaimana dengan Magang Industri yang menempatkan mahasiswa ke perusahaan sebagai pembelajaran praktik selama 1 tahun? (2 tahun yang lalu durasi magang 3 bulan dan 6 bulan). Benarkah itu sebuah solusi ketika kampusnya diterpa pemangkasan anggaran? Dalam konteks ini mahasiswa memang mendapatkan pengalaman praktik langsung di dunia industri, tapi yang menjadi pertanyaan adalah; apakah selama praktik magang di perusahaan, para mahasiswa dilatih secara baik dengan kurikulum, schedule pembelajaran, bahan ajar, dan instruktur yang expert? Jangan-jangan hanya dijadikan "tukang amplas?". Ini perlu dikaji secara komprehensif, bahwa magang industri oleh mahasiswa tidak semestinya dijadikan tenaga kerja cuma-cuma tanpa mempunyai misi edukasi yang baik. Oleh karena itu dibutuhkan skema khusus dalam program magang mahasiswa yang sistematis, terukur, terkontrol dan sesuai dengan tujuan magang untuk mentransformasi ilmu praktik dari dunia industri. 

Melihat realitas di atas, ada beberapa catatan saya yang barangkali dapat dijadikan pertimbangan dalam menghadapi kebijakan pemangkasan anggaran terhadap lembaga pendidikan vokasi di bawah naungan Kementerian Perindustrian:

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun