Mohon tunggu...
Nurul Muslimin
Nurul Muslimin Mohon Tunggu... Foto/Videografer - Orang Biasa yang setia pada proses.

Lahir di Grobogan, 13 Mei 1973

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Menggugah Peran Asosiasi Bisnis Bagi UKM

7 November 2017   05:50 Diperbarui: 7 November 2017   05:56 2612
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
www.sekatasepekat.wordpress.com

Tidak bisa dipungkiri, bahwa pengembangan industri dan perdagangan pada saat ini maupun pada masa mendatang dihadapkan pada berbagai tantangan eksternal yang demikian dahsyat, yakni terjadinya perkembangan yang sangat pesat dan dinamis dalam pola hubungan ekonomi dan perdagangan antar bangsa. Di samping itu meningkatnya peran institusi internasional seperti WTO (World Trade Organization) dalam menegakkan sistem perdagangan internasional, akan menambah sederet persoalan yang sedemikian kompleks.

Terjadinya perubahan sistem tersebut sekaligus memberikan peluang bagi pelaku usaha kecil yang sekarang lebih dikenal dengan UKM (Usaha Kecil & Menengah) dalam mengembangkan usahanya. Kondisi semacam ini ditambah dengan sistem bisnis internasional yang mengarah pada liberalisasi perdagangan yang mengakibatkan diturunkannya hambatan yang berupa tarif. Bahkan pasar pun semakin global, sehingga tidak jelas lagi dan absurd, di mana pembagian pasar domestik dan di mana pasar luar negeri. Dengan kata lain, pembagian pasar sudah menjadi kabur, karena tidak ada lagi hambatan-hambatan, baik dalam perpindahan barang, jasa maupun modal.

Di samping itu, saat ini banyak sekali muncul perkumpulan usaha maupun profesi. Entah itu bernama asosiasi, paguyuban, perkumpulan, persatuan, atau dengan label-label yang lain yang menunjukkan bahwa organisasi itu adalah sebuah perkumpulan dari berbagai elemennya.

Dari hal-hal di atas, yang menjadi persoalan kita sekarang adalah: Mampukah dunia usaha kita menghadapi tantangan tersebut? Mengapa dunia usaha membentuk asosiasi dalam memperkuat bargaining position-nya dalam menghadapi pasar global? Sejauh mana asosiasi bisnis atau perkumpulan usaha dapat menjadi semacam katalis dalam pengembangan usaha atau bisnis? Atau bahkan, sampai di mana posisi tawar asosiasi dalam konstelasi penentuan kebijakan pemerintah dalam bidang usaha? Dalam tulisan ini penulis akan mencoba sharingpendapat tentang peran asosiasi dalam kaitannya dengan pengembangan UKM. Karena bagaimanapun, UKM bisa dikatakan perangkat yang tidak dapat dipisahkan dari dunia ekonomi kita. Merekalah institusi bisnis terkecil yang relatif bisa bertahan dalam terpaan badai krisis ekonomi bangsa Indonesia saat ini.

Berkaitan dengan dunia UKM, asosiasi usaha haruslah memberikan perhatian yang cukup besar terhadap kelompok ini, jika tidak mau dikatakan mengingkari visi dan misinya. Karena bagaimanapun juga, UKM adalah kelompok yang cukup besar kuantitasnya dalam keanggotaan sebuah asosiasi. Di samping itu, kelompok inilah yang secara tulus penuh harapan dengan masuknya menjadi anggota asosiasi untuk mendapatkan manfaat bagi perkembangan bisnisnya, bukannya ingin wah. Apalagi menjadikan asosiasi sebagai kendaraan untuk kepentingan pribadi atau kelompok sesaat. Justru perusahaan-perusahaan dengan skala menengah ke atas yang biasanya berpotensi dan menyimpan niat seperti itu.

Untuk mengkaji masalah ini, kita harus bisa melihat dari beberapa sudut pandang. Dari aspek-aspek inilah kita akan bisa menganalisa, sejauh mana institusi ini bisa berperan positif secara internal maupun eksternal.

Berdasarkan kebutuhan-kebutuhan UKM, peran asosiasi usaha bisa kita petakan sebagai berikut:

Pertama,Aspek Manajemen.Berkembang atau hancurnya sebuah perusahaan, atau lembaga apa pun, bergantung pada manajemen yang dijalankannya. Tanpa manajemen yang standar, tentu perusahaan akan mengalami stagnasi, atau bahkan kemunduran yang pada gilirannya akan membuahkan kebangkrutan/collaps. UKM biasanya masih menggunakan manajemen tradisional. Dengan pola manajemen semacam ini, UKM tidak akan mampu menghadapi tantangan kompetisi, apalagi tantangan globalisasi. Yang menjadi ukuran pokok dalam manajemen standar yang saya maksud adalah, ketika sebuah institusi telah menjalankan asas-asas manajemen secara benar. Mulai dari Planning, Organizing, Actuating dan Controlling. Dengan pola manajemen standar ini, UKM akan terstruktur pola kerjanya dan terukur. Sehingga mampu mengantisipasi resiko-resiko pasar yang fluktuatif dan sederet tantangan yang akan menghadang.

Di sinilah mengapa UKM membutuhkan pengetahuan dan skilluntuk menuju manajemen standar tersebut. Dari aspek ini peran asosiasi akan bisa dilihat, bisakah asosiasi menjadi 'mediator' dalam up-grading manajemen bagi UKM? Atau, bisakah asosiasi menyediakan space bagi UKM untuk meningkatkan skilldalam bidang manajemen ini? Peningkatan pengetahuan dan keterampilan ini bisa melalui pelatihan-pelatihan, yang tentunya tidak memberatkan bagi UKM dari sisi pembiayaan. Dalam upgrading ini tentu harus dipilih materi dan para expert yang benar-benar ahli di bidangnya. Bila dimungkinkan, asosiasi mengadakan pendampingan terhadap UKM yang membutuhkan kinerja manajemen yang ideal. Ini akan lebih efektif daripada sekedar pelatihan biasa.

Kedua, Aspek Permodalan, Dalam aspek permodalan, asosiasi mungkin tidak akan mampu menampung banyaknya kebutuhan permodalan bagi UKM-UKM yang menjadi anggotanya. Namun sebagai institusi kelompok, asosiasi harus mampu merangkul lembaga-lembaga dana (funding) yang bisa membantu permodalan UKM. Lembaga ini bisa berbentuk bank, BUMN, atau lembaga funding yang concern terhadap perkembangan UKM.

Bisa juga personal investor dengan pola filantropi. Tentu, permodalan yang tidak mencekik UKM. Bahkan pada titik tertentu, asosiasi bisa membentuk institusi kecil dalam pendampingan pengucuran kredit lunak tersebut. Lembaga ini akan mempermudah BUMN, bank, atau lembaga funding dalam mengontrol kinerja UKM, agar program pengguliran kredit tersebut tidak mengalami hambatan dalam tingkat realisasi dan pengembaliannya. Atau, dengan mendirikan sebuah koperasi khusus untuk anggota, yang pada gilirannya akan mengakomodasi segala kebutuhan UKM, baik simpan-pinjam permodalan atau koperasi serba usaha.

Ketiga, Aspek Marketing,dalam dunia bisnis, marketing menjadi ujung tombak bagi keberlangsungan usaha. Dalam hal ini UKM membutuhkan informasi-informasi yang berkaitan dengan marketing dalam memasarkan produk-produknya. Baik secara langsung maupun tidak langsung. Banyak perusahaan-perusahaan kecil dan menengah yang masuk menjadi anggota asosiasi karena mempunyai orientasi utama adalah untuk memasarkan barang, atau membantu marketing bagi perusahaannya, di samping orientasi manfaat-manfaat lainnya.

Asosiasi bisa memberikan informasi tentang peluang-peluang pasar, segmentasi market, dan selera pasar, baik domestik maupun asing. Ini akan membantu UKM dalam aspek pemasaran yang dilakukan oleh UKM tersebut. Pada tahap tertentu asosiasi bisa memberikan akses UKM kepada lembaga pemerintah, investor, BUMN, maupun perbankan untuk membantu UKM dalam memasarkan produknya dan mendapatkan suntikan modal. Trading House, misalnya. Ini tentu akan membantu secara riil bagi UKM dalam bidang marketingnya.

Keempat, Aspek Informasi,Informasi menjadi hal yang vital dalam dunia apapun. Tanpa informasi, institusi akan menjadi buta, dan tidak terarah. Oleh karena itu informasi tentang segala hal yang berguna bagi UKM, asosiasi haruslah menjadi mediator dan sumbernya. Baik informasi permodalan, regulasi, marketing, perkembangan & segmen pasar, bahan baku, bahkan informasi tentang kendala-kendala usaha beserta strateginya. Asosiasi bisa menjadi sentral kegiatan anggotanya jika ada akses informasi yang sehat. Perhatian pada anggota, dan mengerti kebutuhan anggota menjadi penting bagi asosiasi.  

Kelima, Aspek Hukum,Hubungan bisnis tidak bisa lepas dari dunia hukum. Karena bagaimanapun, institusi usaha (perusahaan) akan berhubungan dengan pihak lain: pemerintah, customer,partner, maupun lembaga-lembaga yang terkait. UKM membutuhkan perlindungan hukum dalam berhadapan dengan lembaga-lembaga yang tidak adil. Oleh karena itu asosiasi harus mempunyai fungsi sebagai tempat berlindung dari sisi hukum. Ini akan memperkuat posisi tawar asosiasi sebagai lembaga yang mampu menyelesaikan permasalahan-permasalahan yang dihadapi oleh UKM. Jika perlu membentuk divisi bantuan hukum bagi anggotanya. Sehingga anggota merasa diperhatikan.

Satu hal lagi --the last but not least---adalah kekompakan di kalangan anggota asosiasi. Masalah ini sepertinya sepele, namun jika tidak diperhatikan dengan seksama, dampaknya lebih dahsyat daripada kegagalan operasional manajemen asosiasi.  

Tentu kita masih ingat sewaktu kita masih duduk manis di bangku SD, sebuah semboyan "bersatulah bagai sapu lidi." Satu buah lidi akan sangat mudah dipatahkan. Namun sebaliknya, bersatunya lidi yang menjadi sebuah sapu, akan semakin kuat untuk membersihkan lantai. Begitu pula bagi sebuah kelompok ata asosiasi. Perkumpulan itu --dengan konsekuensi-konsekuensi tertentu---akan mempunyai power dan membawa dampak yang positif pula.

Lain lagi dengan busa detergent. Berkumpulnya busa detergent tentu lain kualitasnya dengan berkumpulnya lidi. Semakin banyak lidi yang berkumpul, sapu akan semakin kuat, dan berapa pun banyaknya busa detergent yang terkumpul, tidak akan mempunyai power yang berarti.

Nah, sekarang kita bisa interospeksi diri, asosiasi yang kita ikuti menjadi kumpulan lidi atau busa detergent?

Itu sih pendapat saya. Bagaimana pendapat Anda??? *** 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun