Mohon tunggu...
Nurul Muslimin
Nurul Muslimin Mohon Tunggu... Foto/Videografer - Orang Biasa yang setia pada proses.

Lahir di Grobogan, 13 Mei 1973

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Ini yang Mesti Dilakukan Pemerintah Dalam Dunia Film (Bagian #2)

16 September 2017   17:46 Diperbarui: 16 September 2017   18:30 2497
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://www.theodysseyonline.com dimodifikasi

Film indie, termasuk film animasi hasil garapan sineas Indonesia jarang sekali atau bahkan jarang yang ditayangkan oleh televisi nasional. Di sini pemerintah bisa berperan untuk mendorong lembaga penyiaran, baik lembaga penyiaran publik, swasta maupun berlangganan, untuk mengakomodasi film-film yang dibuat oleh sineas-sineas kita sendiri. Saya yakin jika ini dilakukan oleh pemerintah, SDM kreatif sineas kita, termasuk animator-animator kita akan lebih produktif untuk memberikan konten-konten kreatif di layar kaca kita. Bukannya malah mendukung industri film negeri orang.

4. Infrastruktur & Teknologi Perfilman

Membangun dunia perfilman memang harus komprehensif, mencakup seluas-luasnya bidang yang terkait dengan industri yang potensial ini. Tak terkecuali infrastruktur dan teknologi.

Kebutuhan dasar fisik dunia perfilman bisa menyangkut gedung penayangan film, dan peralatan pendukung sebuah produk film di produksi, termasuk alat restorasi dan arsip film.

Untuk peralatan produksi film (Kamera, Lampu, Komputer Editor, properti dan alat pendukung lainnya) mungkin sebagian bisa dimiliki oleh sineas atau rumah produksi; atau bisa disewa di tempat persewaan yang ada, meskipun tidak semua kota di Indonesia mempunyai itu. Maka perlu diprogramkan juga dari pemerintah untuk pengadaan fasilitas peralatan film untuk digunakan oleh para sineas/film maker, khususnya di daerah-daerah yang belum tersentuh oleh fasilitas alat produksi film.

Bantuan peralatan produksi film dari Pusbang Film kepada sekolah-sekolah patut kita apresiasi sebagai upaya untuk menggerakkan SDM dan dukungan peralatan kepada masyarakat. Bahkan jika perlu dibuat fasilitas studio editing dengan teknologi terbaru sampai pada grading colour dengan teknologi CGI (Computer Generated Imagery) untuk penggarapan film yang berkualitas, sehingga tidak perlu harus ke Thailand atau negara lainnya. Tentu alat ini sangat bermanfaat untuk mendongkrak kualitas visual film-film kita.

Infrastruktur selanjutnya adalah gedung bioskop atau tempat penayangan film yang layak. Ini sangat dibutuhkan di banyak kota atau daerah di Indonesia. Maka perlu inisiatif pemerintah untuk membangun gedung bioskop yang layak untuk mengatasi keterbatasan akses penonton dari masyarakat yang belum dapat menikmati film-film Indonesia, khususnya di daerah-daerah pinggiran di Indonesia. Di samping itu supaya pola yang mengarah pada monopoli bisnis bioskop tidak terfokus pada perusahaan-perusahaan 'mainstream' yang ada. Agar persaingan terjadi secara sehat dan merata di seluruh wilayah Indonesia. Sedangkan untuk pengelolaannya bisa dengan model join antara Pemerintah Daerah dengan pihak swasta setempat.

Luasnya wilayah Indonesia dengan 34 provinsi dan ribuan pulau memang membutuhkan dana yang cukup besar untuk membangun infrastruktur gedung film. Masih banyak daerah yang belum tersentuh oleh layar bioskop dan fasilitas penayangan film. Pusbang Film melakukan penambahan layar film melalui penyediaan kesempatan menonoton film Indonesia di seluruh pelosok tanah air, pengembangan studio mini di sekolah-sekolah, pemanfaatan mobil film keliling, storage film pendidikan melalui online patut diapresiasi juga, karena merupakan upaya membantu pemasyarakatan film Indonesia melalui ketersediaan layar. Seperti kita ketahui, bahwa dunia film Indonesia pada saat ini diindikasi memiliki jumlah bioskop yang terbatas, sehingga penambahan layar menjadi hal yang penting. Semoga program ini selalu ditingkatkan seiring berkembangnya dunia perfilman di Indonesia.

Program selanjutnya adalah Digitalisasi dan Restorasi film Indonesia untuk memudahkan pengarsipan dan mengapresiasi film-film Indonesia yang telah diproduksi sejak awal kemerdekaan. Mengapa proses digitalisasi dan restorasi film sangat penting? Karena film adalah perjalanan sejarah sebuah bangsa, dan film akan menggambarkan sebuah literasi yang cukup lengkap dibanding sebuah goresan prasasti atau tulisan buku. Film dengan visualisasi dan narasinya akan bercerita banyak tentang perjalanan sebuah sejarah budaya bangsa.

Sejak tahun 1950-an, Sinematek, Museum Film Indonesia telah menyimpan sekitar 2700 film. Tahun 2013 dikabarkan akan direstorasi oleh pemerintah HANYA 29 film. Sekali lagi HANYA 29 film! Itupun tidak ada gaungnya sampai sekarang? Kemudian bagaimana nasib film-film nasional yang lain? Mau menunggu di makan ngengat?

Digitalisasi dan restorasi film di Indonesia masih terhitung sangat minim.  Jika --katakanlah---baru 50 film yang telah direstorasi, baru berapa persen dari 2700 film yang ada? Sekali lagi, di bidang restorasi film, pemerintah layak untuk dikatakan kurang perhatian. Padahal dalam UU Nomor 33 Tahun 2009 tentang Perfilman, pemerintah diwajibkan mendirikan pusat pengarsipan film Indonesia.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun