Mohon tunggu...
Nurul Muslimin
Nurul Muslimin Mohon Tunggu... Foto/Videografer - Orang Biasa yang setia pada proses.

Lahir di Grobogan, 13 Mei 1973

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Ini yang Mestinya dilakukan Pemerintah dalam Dunia Film (Bagian #1)

16 September 2017   15:44 Diperbarui: 16 September 2017   18:00 3156
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar: http://ruangberkah.blogspot.co.id

Sebetulnya sudah cukup lama kita mendengar pernyataan pemerintah tentang pentingnya mendorong industri kreatif sebagai sektor yang potensial di dalam ranah pengembangan ekonomi Indonesia. Bahkan sejak tahun 2011 telah dibentuk Kementerian Pariwisata & Ekonomi Kreatif yang dijabat oleh Ibu Mari Elka Pangestu. Ini menjadi indikator perhatian pemerintah terhadap industri kreatif. Namun dengan banyaknya sektor industri kreatif (16 sub sektor, termasuk sub sektor film), seakan perhatian pemerintah terpecah sedemikian banyak, sehingga di sub sektor film, dan mungkin di sub sektor yang lain juga kurang terasa dampaknya.

Permasalahan di dunia perfilman, saya melihatnya tidak jauh dari dunia sektor industri kreatif yang lain atau dunia ekonomi secara umum. Ada dunia film industri yang bersifat komersial, ada pula film makerindie. Sedangkan secara scoop kelembagaan ada yang besar, sedang dan kecil. Dalam dunia ekonomi ada yang disebut UKM (Usaha Kecil dan Menengah), ada pula yang disebut perusahaan besar (great corporate). Permasalahan-permasalah yang muncul pun relatif sama atau tidak jauh berbeda. Seperti masalah permodalan, SDM (Sumber Daya Manusia), Teknologi, Pemasaran, Manajemen, dan lain sebagainya.

Munculnya Badan Ekonomi Kreatif (Bekraf) yang didirikan pemerintah pada Tanggal 20 Januari 2015 malalui Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2015 Tentang Badan Ekonomi Kreatif (Bekraf) cukup memberikan 'angin segar' bagi masyarakat perfilman Indonesia. Demikian juga berdirinya Badan Perfilman Indonesia pada tanggal 17 Januari 2014 atas amanah Undang-undang No. 33 Tahun 2009 sebagai wujud partisipasi masyarakat perfilman adalah bentuk dari perhatian pemerintah terhadap dunia perfilman. Mungkin kita harus memaklumi, bahwa lembaga yang baru seumur jagung ini tidak mungkin dituntut macam-macam. Tapi apapun, melihat geliat kegiatan Bekraf patut kita apresiasi secara baik, sambil mendorong teman-teman masyarakat perfilman untuk memberikan masukan-masukan pada lembaga yang cukup strategis ini.

Begitu pula untuk BPI (Badan Perfilman Indonesia), masih belum begitu nampak geliatnya di medan perfilman yang bisa dirasakan oleh masyarakat perfilman. Saya melihat BPI masih dalam rangka mencari bentuk dan mengumpulkan masukan dan referensi untuk dijadikan programnya. Bidang Penelitiannya pun belum mengadakan penelitian secara khusus. Saya yakin pembiayaan BPI masih terkendala urusan administrasi dan prosedur implementasi undang-undang No. 33 No. 2009 itu. Karena memang tidak mudah untuk mengaplikasikan sebuah undang-undang, apalagi terkait dana rakyat yang akan digunakan. Sebetulnya ini hanya dibutuhkan kemauan pemerintah beserta DPR untuk menurunkan aturan yang lebih applicable. Karena saya yakin, jika BPI dilepas dari peran pemerintah, khususnya pembiayaannya, akan mengalami hambatan yang cukup signifikan jika tidak disertai komitmen kesungguhan para pengurus dalam menjalankan organisasinya.

Mari kita melihat permasalahan-permasalahan ini secara obyektif. Untuk melihat agak detail terhadap permasalahan ini, sepertinya lebih enak jika kita petakan beberapa hal, seperti ini:

1. SDM (Sumber Daya Manusia)

Layak kita apresiasi langkah dan program yang dilaksanakan oleh Bekraf  dalam pengembangan SDM industri kreatif khususnya sektor perfilman dengan adanya workshop, up-grading,seminar, diskusi, dan road show yang dilsayakan di beberapa daerah di Indonesia. Termasuk penerbitan buku panduan bagi pengusaha pemula di bidang industri kreatif. Tapi sayangnya, saya belum lihat buku panduan di bidang film. Hal yang sama juga telah dan sedang dilakukan oleh Pusbang Film (Pusat Pengembangan Film)- Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.

Dengan realitas Indonesia secara geografis yang demikian luas, apa yang dilakukan oleh Bekraf & Pusbang Film jelas masih terasa minim. Di samping itu melihat banyaknya materi yang ada, jika dibanding waktu yang hanya 2 hari workshop sepertinya masih sangat kurang. Mungkin ini bisa sebagai masukan (kepada Bekraf) agar ditambah intensitas pelatihan/workshop yang diadakan. Tidak hanya untuk Bekraf, di tingkat pemerintah daerah pun perlu peningkatan adanya pelatihan-pelatihan untuk SDM perfilman. Biasanya Dinas Kebudayaan yang menjadi leading sector di bidang industri kreatif termasuk film. Kalau perlu disediakan beasiswa khusus untuk para film maker yang potensial dan berprestasi untuk menempuh pendidikan khusus perfilman baik di dalam maupun luar negeri.

Sedangkah materi pengembangan SDM tentunya tidak hanya pada konten materi perfilman, tapi juga pada manajemen produksi film, karena materi ini sangat penting untuk pengelolaan produksi film. Mulai tahap pra-produksi, produksi, post produksi, manajemen produksi, pemasaran produk (film), permodalan, termasuk materi-materi yang lain yang diperlukan. Di samping itu perlu juga program pendampingan pada komunitas-komunitas film makeruntuk pengurusan legalitasnya.

Kemudian perlu koordinasi di antara Bekraf, BPI dan Pusbang Film serta Dinas Terkait Pemerintah Daerah dalam hal peningkatan SDM perfilman. Karena ini penting untuk pembangunan SDM secara merata dan tepat sasaran, agar tidak tumpang tindih antara satu dan lainnya. Oleh karena itu pemetaan bersama dunia industri perfilman di Indonesia perlu dilakukan oleh keempat stakeholder tersebut, termasuk peran dunia pendidikan (Perguruan Tinggi), khususnya Prodi Perfilman. Jika tanpa koordinasi, pasti terjadi silang-sengkarut dan overlap program di antara stakehlder-stakeholder tersebut.

2. Permodalan

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun