Mohon tunggu...
Nurul Mahmudah
Nurul Mahmudah Mohon Tunggu... Guru - Generasi Sandwich Anak Kandung Patriarki

Si sanguinis yang sering dibilang absurd. Aku tukang rebahan yang berharap bisa memberikan perubahan untuk Negara.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Indonesia Kritis Pernikahan Anak

20 April 2020   13:04 Diperbarui: 30 April 2020   19:14 73
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

4,7 juta anak dinyatakan hamil di usia 15 Tahun. Perempuan yang menikah sebelum 18 tahun empat kali lebih kecil dalam menyelesaikan pendidikan SMA ke atas dibanding yang menikah 18 tahun atau lebih.

“Angka – angka ini menunjukkan bahwa pekerjaan rumah kita memang sangat banyak. Kita harus ‘keroyok’ masalah ini bersama-sama. Pemerintah telah menjadikan pencegahan perkawinan anak sebagai Program Strategis Nasional (Starnas) yang percepatan nya tidak bisa ditunda.” (Deputi Bidang Tumbuh Kembang Anak Kementrian PPPA, Leny Nurhayati Roslain)

Statement diatas dilontarkan oleh bu leny melihat kritisnya angka pernikahan anak di usia dini. Indonesia menduduki nomer ke-6 di Asia dan nomer ke-2 di Asean dengan prestasi pernikahan anak tertinggi. Sungguh miris memang melihat kondisi anak-anak di bawah umur yang seharusnya masih dibawah tanggungan orang tua dan menyelesaikan jenjang pendidikan nya malah diberikan tanggung jawab berumah tangga. 

Bukan hanya itu, tapi tingginya angka pernikahan anak ini memberikan dampak pada berbagai aspek terutama aspek pendidikan. Melihat data, bahwa hanya sedikit dari anak yang telah menikah dan memilih melanjutkan pendidikan nya.

Rendahnya pendidikan memberikan impact pada minim nya kesempatan kerja, karena kebutuhan tenaga kerja dalam bidang industry membutuhkan sertifikasi. Sehingga untuk anak–anak yang bahkan tidak menyelesaikan wajib pendidikan 12 tahun tidak terserap kebutuhan tenaga kerja. Oleh karena itu mereka hanya akan bisa mendapat kesempatan pada sektor pekerjaan dengan upah relative rendah, yang pada akhirnya melahirkan kemiskinan.

Di bidang kesehatan, pernikahan anak juga menyumbang dampak negative yaitu stunting bagi anak yang dilahirkan dan juga kanker serviks pada anak perempuan serta gangguan mental. Anak – anak adalah usia dimana mereka bermain, mengekspresikan diri, dan mengeksplorasi setiap hal yang mereka dapatkan. 

Jika dipaksakan untuk mengemban tanggungjawab berumah tangga, justru malah berdampak pada dunia social si anak. Resiko perceraian semakin besar karena ketidak siapan mental anak dalam menghadapi dunia pernikahan. Berbicara pernikahan adalah berbicara mengenai komitmen, dan kerelaan masing – masing pihak dalam menjalankan tugas rumah tangga.

WHO menggolongkan usia yang disebut sebagai anak – anak adalah mereka yang berusia 0-17 tahun. Sedangkan dalam revisi UU pernikahan, pemerintah menaikkan angka minimal kategori usia anak-anak dari 16 tahun menjadi 18 tahun. Pada usia 15 – 18 tahun ada istilah yang kita kenal sebagai masa pubertas. 

Masa dimana mereka akan mengalami masa peralihan dan penyesuaian dari usia anak-anak menjadi usia pemuda. Berbicara tentang perkembangan emosi, pada masa ini emosi sangat pesat berkembang, masa pubertas membuat mereka tidak dapat mengendalikan diri sehingga banyak yang menjadi salah berperilaku atau bertindak. 

Ketidakstabilan emosi pada masa pubertas membuat mereka cenderung ingin menunjukkan jati diri atau kemampuan mereka sesungguhnya yang menganggap bahwa mereka bisa melakukan segalanya dan lebih baik dari orang lain yang ada disekitarnya.

Ini yang umumnya menjadi alasan bahwa menikah di usia anak – anak sangat tidak dianjurkan, mereka belum memiliki kematangan emosi dan belum mampu menemukan “problem solving” atas permasalahan yang akan mereka alami jika mereka berumah tangga, inilah yang nantinya akan menjadi faktor terjadinya KDRT dan penelantaran anak.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun