Mohon tunggu...
Nurulloh
Nurulloh Mohon Tunggu... Jurnalis - Building Kompasiana

Ordinary Citizen

Selanjutnya

Tutup

Money Artikel Utama

Samsiah dan Rupiah Lusuh dari Pulau Kodingareng

7 Juni 2015   07:45 Diperbarui: 17 Juni 2015   06:18 592
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

 

"Jalan-jalan lah keliling pulau Ji, Indah," kata Samsiah (40), janda beranak enam yang menggantungkan hidupnya melalui bantuan sanak saudara dan menjadi kuli cuci di sekitaran tempat tinggalnya di Pulau Kodingareng, Kecamatan Tanah Ujung, Makassar, Sulawesi Selatan.

Samsiah ditemani tiga anaknya yang masih balita saat asik menonton kegiatan yang digelar Ekspedisi Nusantara Jaya pada Sabtu (6/6) siang, tak jauh dari rumahnya. Sorot matanya penuh harapan ketika rombongan ekspedisi dan pejabat dari Bank Indonesia serta puluhan rombongan TNI AL hadir membawa kotak berisi uang ratusan juta rupiah dan banyak barang sumbangan lainnya.

 Samsiah (40) cerita banyak soal keluarga dan kampung Kodingareng, Sulawesi Selatan/Dzulfikar    

Di Pulau Kodingareng inilah ENJ menggelar beragam acara dan memberi bantuan sekaligus membuka stan penukaran uang lusuh dan lama—sebagian mungkin sudah tidak laku di kota—dengan uang layak edar yang dipelopori oleh Bank Indonesia selaku rekan kerjasama Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dalam kegiatan ENJ 2015.

Pulau yang bisa ditempuh kurang dari satu jam dari Kota Makassar ini sudah cukup padat penduduk. Terdapat enam rukun tangga di sini. Sekolah pun sudah mulai dibangun untuk tingkat SD sampai SMA.

Warga Pulau Kodingareng, Kecamatan Tanah Ujung, Makassar, Sulawesi Selatan menyabut kedatangan rombongan Ekspedisi Nusantara Jaya 2015 pada Sabtu (6/6) siang/Nurulloh    

Dari kejauhan ratusan warga Kodingareng mulai berkerumun di bibir dermaga. Wajah penuh senyum menyambut kedatangan kami. Para peserta lebih dulu sampai di dermaga menggunakan kapal penumpang. Saya dan rombongan dari Bank Indonesia dan Letkol Laut Heri Prihartanto sebagai "bos" dari semua tentara yang ada di KRI Banda Aceh —selain Letkol Laut Edi Haryanto Komandan KRI Banda Aceh—menumpang kapal landing craft utility (LCU) milik TNI AL yang memang selalu dibawa dan siap sedia digunakan karena selalu diparkir di lambung KRI Banda Aceh.

Setibanya di dermaga ratusan siswa-siswi SD Kodingareng berbaris menyalami semua rombongan sebelum pada akhirnya terhenti di pintu masuk kampung karena sambutan berupa tarian empat etnik; Makassar, Bugis, Mandar dan Toraja. Kalau di etnik Betawi mirip dengan tradisi Palang Pintu yang sering ditemui saat acara besanan.

Sesekali saya tengok kanan-kiri memperhatikan kondisi rumah warga. Cukup modern dan banyak kendaraan roda dua lalu lalang di jalan setapak yang menghubungkan antar-rukun tangga. Bisa lah dibilang sudah maju karena jarak ke kota tidak terlalu jauh.

Namun, setelah melihat mereka mengeluarkan uang saat kegiatan penukaran uang di stan Bank Indonesia dibuka, saya masih mendapati dan melihat uang yang sudah tidak layak edar. Tidak hanya lusuh atau sobek tapi uang cetakan tahun 90-an masih mereka gunakan sebagai alat pembayaran.

Warga antusias menukarkan rupiah lama mereka dengan yang layak edar/Nurulloh

Selain itu, ternyata sekolah tingkat SMA pun baru dibangun atas bantuan pemerintah daerah. Sebelumnya, anak-anak Kodingareng harus pergi ke Makassar menggunakan perahu dayung yang ongkosnya murah atau menggunakan perahu cepat bagi yang memiliki ongkos berlebih sebagaimana diceritakan Samsiah kepada saya saat berbincang di tengah kerumunan warga.

 Bangunan SMA Kodingareng yang masih tahap pembangunan/Nurulloh    

Kehadiran rombongan ENJ di pulau-pulau kecil, terdepan dan terpencil di wilayah Timur Indonesia memang ditujukan untuk ‘’menghadirkan’’ negara di wilayah tersebut. Di samping uji coba gagasan tol laut yang selalu didengungkan Presiden Jokowi.

Seperti yang dilakukan Bank Indonesia, mereka mengagendakan memberikan kesempatan kepada warga di wilayah tersebut untuk menukarkan uang yang sudah tidak edar dengan yang baru. Sosialisasi peran Bank Indonesia dan gerakan nasional non tunai juga menjadi salah satu agenda utama mereka.

Sebuah agenda dan rencana yang patut diapresiasi tapi perlu diawasi terus menerus oleh seluruh masyarakat. Karena jika hanya ‘’hangat tahi ayam’’,  asa bagi warga seperti Samsiah hanya sementara dan mungkin sirna di era kepemimpinan selanjutnya.

Saat menulis cerita ini, saya sedang dalam perjalanan menuju Pelabuhan Sorong, Papua Barat untuk melihat asa lain di wajah masyarakat Indonesia, khususnya di wilayah terdepan dan jauh dari jangkauan rupiah layak edar.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun