Mohon tunggu...
Nurulloh
Nurulloh Mohon Tunggu... Jurnalis - Building Kompasiana

Ordinary Citizen

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Artikel Utama

Ada Apa dengan Kompasiana?

27 Februari 2020   10:01 Diperbarui: 27 Februari 2020   13:26 1747
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi-Pengelolaan bisnis media dan user generated content/pixabay

Keempat, perkara load page Kompasiana yang dianggap lambat. Kuantitas banner iklan bukanlah satu-satunya penyebab. Banyakya penggunaan ikon di Kompasiana menjadi faktor yang dominan. Dan, dengan segera kami lakukan langkah user interface optimization dengan mengganti penggunaan ikon dengan teks atau simbol lain.

Meskipun sudah ada tindakan optimasi dan evaluasi terkadang masih dialami beberapa Kompasianer dan sifatnya acak. Untuk itu, jangan segan untuk membuat aduan melalui saluran yang sudah disediakan. 

Nah, yang jadi pertanyaan besar adalah kenapa sekarang Kompasiana bertabur iklan? Ada apa dengan Kompasiana?

Sebelum berpanjang kata, kita bersepakat dulu bahwa setiap entitas bisnis harus memiliki sumber pendapatan yang dapat mendukung operasional bisnis tersebut.

Begitu pula dengan Kompasiana yang diluncurkan 12 tahun silam. Di dua tahun pertama, 2008-2010 Kompasiana layaknya program corporate social responsibility (CSR) Kelompok Kompas Gramedia (KKG) kepada pembaca Kompas (cetak dan online). Tuntutan bisnis belum nyaring karena masih didukung penuh oleh induknya, KOMPAS.com.

Saat itu, Kompasiana fokus bagaimana agar produk digital ini menghimpun banyak pengguna beserta kontennya dan jumlah pembaca. Bahkan, sejak 2009 Kompasiana mulai gencar mengembangkan komunitas. Ya, memang begitu idealnya!

Berdasarkan catatan, Kompasiana mulai membukukan revenue atau pendapatan dari iklan dan activation pada tahun 2011.

Pada tahun itu, catatan keuangan Kompasiana dikelola layaknya unit bisnis yang sudah "disapih" dari induknya. Tim pengelola pun bertambah dan mulai membentuk tim kecil yang terdiri dari beberapa departemen.

Hukumnya memang seperti itu. Ketika bisnis bertumbuh, operasional pun ikut berkembang sehingga layanan kepada konsumen dapat ditingkatkan.

Tahun terus berjalan. Kebutuhan terus bertambah dan bisnis media pun berubah. Kompasiana harus bisa mandiri dari sisi pendapatan.

Sang induk KOMPAS.com tidak melulu dapat memberikan asupan, terlebih mereka juga sibuk mengembangkan bisnisnya sendiri agar terus bertahan dan tumbuh. Pengalaman tutupnya tabloid Bola menjadi pelajaran berharga buat semua.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun