Mohon tunggu...
Nurul karunia
Nurul karunia Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa

Departemen Teknik Kelautan Institut Teknologi Sepuluh Nopember

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Alam & Tekno

Pengaruh Pemanasan Global terhadap Suhu Permukaan Laut

27 Januari 2021   13:16 Diperbarui: 27 Januari 2021   13:19 4042
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Alam dan Teknologi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Anthony

Pemanasan global adalah suatu keadaan yang menunjukan peningkatan suhu rata-rata dari permukaan bumi. Peneliti dari Center for International Forestry Research , menjelaskan, bahwa pemanasan global adalah kejadian terperangkapnya radiasi gelombang panjang matahari , yang dipancarkan ke bumi oleh gas-gas rumah kaca. Saat ini perubahan iklim merupakan tantangan paling serius yang dihadapi dunia. Menurut sebagian besar pakar, kejadian ini diakibatkan oleh yang dinamakan pemanasan global , akibat dari meningkatnya kandungan gas rumah kaca . Isu pemanasan global ini sedang hangat dibicarakan di dunia, apalagi dengan adanya fenomena musim dingin yang hangat di tahun 2006–2007.

Hasil pengamatan ilmuwan dari berbagai negara yang tergabung dalam Intergovernmental Panel on Climate Change yang menunjukkan bahwa ternyata selama tahun 1990–2005 telah terjadi peningkatan suhu merata di seluruh bagian bumi, yaitu antara 0,15–0,3°C. Berdasarkan penelitian para ilmuan yang tergabung dalam Lembaga Survei Antartika baru- baru ini, lebih dari 1 juta hektar bongkahan es di wilayah bagian barat antartika atau lingkar kutub selatan terancam meleleh atau pecah. Hal ini merupakan indikator kondisi antartika yang berubah cepat, akibat peningkatan suhu bumi. PBB sangat mengkhawatirkan kondisi ini, karena ini merupakan acaman terbesar yang melanda dunia kedepannya.

Dampak pemanasan global yang paling nyata adalah perubahan iklim. Contohnya, hujan deras masih sering datang, meski kini kita sudah memasuki bulan yang seharusnya sudah terhitung musim kemarau. Menurut perkiraan, dalam 30 tahun terakhir ini, DKI Jakarta mengalami pergantian musim kemarau ke musim hujan terus bergeser. Daerah hangat akan menjadi lebih lembab karena lebih banyak air yang menguap dari lautan. Kelembaban yang tinggi akan meningkatkan curah hujan, secara ratarata, sekitar 1 persen untuk setiap derajat Fahrenheit pemanasan. Badai akan menjadi lebih sering. Angin akan bertiup lebih kencang dan mungkin dengan pola yang berbeda. Topan badai yang memperoleh kekuatannya dari penguapan air, akan menjadi lebih besar. Berlawanan dengan pemanasan yang terjadi, beberapa periode yang sangat dingin mungkin akan terjadi.

Analisis mengenai suhu permukaan laut secara luas mencakup seluruh perairan wilayah Indonesia dan secara temporal dalam waktu yang panjang terutama tren kenaikan atau penurunan suhu permukaan laut telah dilakukan M. Djazim Syaifullah. Tujuannya yaitu untuk melihat seberapa besar kenaikan atau penurunan suhu permukaan laut (SPL) khususnya di perairan Indonesia dengan data pengamatan time series selama beberapa dekade ke belakang. Analisis pemanasan global dari SPL dilakukan secara temporal maupun spasial. Selain itu juga analisis spasial dilakukan dari nilai slope anomali SPL untuk melihat seberapa besar kenaikannya di perairan Indonesia dihubungkan dengan pemanasan global. Wilayah perairan Indonesia tersebut mencakup Perairan Selatan Jawa, Perairan Barat Sumatera, Laut Cina Selatan, Laut Utara Papua.
Perairan Selatan Jawa dalam studi kasus ini adalah bagian timur Samudera Hindia dibatasi koordinat 15o LS ~ 10o LU dan 105o ~ 120o BT. Hasil analisis daerah tersebut menunjukkan untuk bulan-bulan SON mempunyai nilai slope =+0,0428, DJF slope =+0,0353, MAM slope =+0,0193 dan JJA slope =+0,0294. Secara umum wilayah ini mengalami peningkatan SPL selama lebih dari 32 tahun terakhir. Pada musim basah (SON dan DJF) nilai peningkatan SPL relatif lebih besar dibandingkan pada musim kering (MMA dan JJA).
Perairan barat Sumatera yang juga merupakan bagian Samudera Hindia dibatasi oleh koordinat Ekuator ~ 08o LS dan 90o ~ 100o BT. Hasil analisis daerah tersebut menunjukkan untuk bulan-bulan SON mempunyai nilai slope =+0,0736, DJF dengan slope =+0,0321, MAM dengan slope =+0,0406 dan JJA dengan slope =+0,0058. Secara umum, wilayah ini mengalami peningkatan SPL selama lebih dari 32 tahun terakhir.
Perairan Laut Cina Selatan dibatasi oleh koordinat 15o LS ~ 10o LU dan 105o ~ 120o BT. Hasil analisis untuk wilayah Laut Cina Selatan menunjukkan untuk bulan-bulan SON mempunyai nilai slope =+0,0283, DJF dengan slope =+0,0143, MAM dengan slope =+0,0109 dan JJA dengan slope =+0,001. Secara umum wilayah ini mengalami peningkatan SPL yang lebih rendah dibandingkan dua wilayah sebelumnya. Pada musim basah (SON dan DJF) nilai peningkatan SPL relatif lebih besar dibandingkan pada musim kering (MMA dan JJA) yang hampir tidak mengalami peningkatan.
Perairan utara Papua adalah bagian wilayah Samudera Pasifik Barat dibatasi oleh koordinat 0o (ekuator) ~ 13o LU dan 130o ~ 150o BT. Wilayah ini termasuk Samudera Pasifik sebelah barat yang letaknya berdekatan dengan daerah maritim kontinen. Hasil analisis seperti terlihat pada Gambar 7 untuk wilayah ini menunjukkan bulan-bulan SON mempunyai nilai slope =+0,1788, DJF dengan slope =+0,0957, MAM dengan slope =+0,1305 dan JJA dengan slope =+0,0891. Secara umum wilayah ini mengalami peningkatan SPL yang paling besar dibandingkan dengan wilayah lain yang dijadikan studi kasus. Nilai slope di wilayah ini adalah nilai slope yang tertinggi dibandingkan dengan wilayah lain. Dengan kondisi bahwa perairan sebelah Utara Papua adalah bagian lautan luas (samudera) sehingga mempunyai jumlah kapasitas panas yang lebih besar, maka kenaikan nilai slope ini diperkirakan akan mempengaruhi kondisi iklim di wilayah Indonesia terutama bagian timur.
Dari data diatas disimpulkan bahwa Hasil analisis menunjukkan nilai slope untuk keempat wilayah adalah positif. Nilai slope di wilayah Utara Papua merupakan yang tertinggi dibandingkan dengan wilayah lain. Hasil analisis secara spasial dari nilai slope menunjukkan bahwa selama 32 tahun telah terjadi peningkatan suhu permukaan laut di wilayah Indonesia yang bervariasi. Sehingga sangat berpengaruh dengan ekosistem laut, contohya, dampak pada terumbu karang, fitopankton dan biota laut lainnya, serta pada daerah pesisir.
Pada terumbu karang, kenaikan suhu mempengaruhi kemampuan zooxanthellae untuk berfotosintesis, dan dapat memacu produksi kimiawi berbahaya yang merusak sel-sel mereka. Karena umumnya terumbu karang berkembang secara optimal pada temperatur perairan 25–29°C dan sangat rentan terhadap perubahan temperatur perairan yang merupakan salah satu faktor pengontrol pertumbuhan dan perkembangan karang. Sehingga kenaikan temperatur 1oC saja polip karang mengalami stress berat dan jika berlangsung dalam waktu lama (3–6 bulan), akan menyebabkan lepasnya alga zooxanthellae dalam tubuh hewan karang, dimana peristiwa ini disebut pencucian/pemutihan karang (coral bleaching).
Menurut Burke et al, perubahan iklim global berpotensi mengancam keberadaan terumbu karang di kawasan Asia Tenggara, dimana peristiwa El Nino Southern Oscillation (ENSO) tahun 1997–1998 telah memacu peristiwa coral bleaching yang terbesar sepanjang sejarah, dan diperkirakan 18 % terumbu karang kawasan Asia Tenggara telah rusak parah. Wilkinson et al, (1999) dalam Indrawan et al, (2007) juga melaporkan bahwa hingga akhir 1990-an telah terjadi coral bleaching sebesar 30 % di Indonesia. Di kepulauan Seribu misalnya, sekitar 90–95 % terumbu karang hingga kedalaman 25 m telah mengalami kematian akibat hal yang sama.
Pada fitoplankton, perubahan suhu laut ini berpengaruh sekitar 6–12 % terhambatnya pertumbuhan fitoplankton sebagai dasar rantai makanan sehingga menurunkan laju fotosintesis di laut. Padahal, fitoplankton memiliki peran penting sebagai biological carbon pump yang mampu menyerap CO2 dari atmosfer dan pada kolom perairan, dikarenakan laut dalam akan melakukan resirkulasi CO2 ke permukaan laut yang kemudian dapat melepaskannya ke atmosfer, sehingga jika fitoplankon mengalami kematian masal maka akan menurunkan penyerapan CO2, menyebabkan kandungan CO2 di atmosfer dan di kolom perairan akan meningkat drastis 2–3 kali lipat sekitar 1 abad kedepan.
Suhu yang meningkat drastis sehingga radiasi uv juga meningkat. Radiasi yang berlebihan dapat mengakibatkan menghambat laju pertumbuhan biota laut dan merusak sistem kekebalan hewan laut, terhambatnya reproduksi generatif beberapa hewan laut melalui inaktivasi selsel organ reproduksi berupa kerusakan kromosom kelamin dari sel telur dan spermatozoa, sehingga berpotensi merubah rasio perbandingan individu jantan dan betina. dikhawatirkan akan terjadi penurunan tingkat keanekaragaman biota laut di dunia secara besar-besaran karena mengalami kerentanan dan ancaman kepunahan.
Selain itu, kenaikan suhu juga mempengaruhi kenaikan paras laut akibat dari lapisan es di kawasan kutub bumi yang mencair. Tinggi paras laut di seluruh dunia telah meningkat 10–25 cm selama abad ke-20. IPCC memprediksi peningkatan paras laut lebih lanjut sekitar 1 m pada akhir abad ke-21. Menurut Rais et al (2004), dampak yang diperkirakan dapat terjadi dengan naiknya paras laut, diantaranya; meningkatnya abrasi pantai, banjir di wilayah pesisir yang lebih buruk, tergenangnya lahan basah pada wilayah pesisir, meningkatnya salinitas estuaria, berubahnya kisaran pasang-surut di sungai dan teluk, dan tenggelamnya terumbu karang.
Daftar Pustaka
Latuconsina, H. (2010). Dampak pemanasan global terhadap ekosistem pesisir dan lautan. Agrikan: Jurnal Agribisnis Perikanan, 3(1), 30. https://doi.org/10.29239/j.agrikan.3.1.30-37
Syaifullah, M. Dj. (2018). Suhu Permukaan Laut Perairan Indonesia dan Hubungannya dengan Pemanasan Global. Jurnal Segara, 11(2), 37–47. https://doi.org/10.15578/segara.v11i2.7356
Triana, V. (2008). PEMANASAN GLOBAL. Jurnal Kesehatan Masyarakat Andalas, 2(2). https://doi.org/10.24893/jkma.2.2.159-163.2008

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Lihat Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun