Kaki kecil itu berjalan menyusuri jalanan trotoar.  Kepalanya menunduk dalam, sambil terisak  dia terus melangkah. Air mata itu terus terurai membasahi pipinya. Â
Yah,  beberapa menit yang lalu dia datang memenuhi undangan pernikahan dari sang pacar. Â
Seorang lelaki yang telah menjadi pacarnya selama tiga tahun itu, akhirnya menikah dengan perempuan lain. Perempuan pilihan orang tuanya. Â
"Maafkan aku Nin, terpaksa harus memenuhi keinginan orang tua aku."
Begitulah kalimat yang diucapkan pacarnya ketika terakhir kali bertemu dengannya, sehari sebelum acara pernikahan itu.
Dengan perasaan hancur Nina harus menerima itu. Â Dia sadar bahwa cinta itu tidak harus memiliki.Â
Tapi kenapa hatinya begitu sakit? Â
Apalagi saat harus melihat pacarnya itu bersanding di pelaminan dengan perempuan lain. Â Rasanya air bening itu seperti tidak terbendung ingin keluar dari matanya. Â
Dengan menguatkan hati dia segera menyerahkan kado dan ucapan selamat kepada sepasang mempelai itu. Â Dia ingin segera berlari dari tempat yang begitu menyiksanya itu. Â
"Selamat ya, semoga samawa !"
Hanya itu yang  bisa terucap dari bibir Nina. Pandangannya nanar karena di pelupuk mata itu telah digenangi air bening. Â