Mohon tunggu...
nurulhidayat
nurulhidayat Mohon Tunggu... Wiraswasta - Pembisnis

Bisnis

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Peran etika dalam pengambilan keputusan profesional persepektif multidisipliner

23 Desember 2024   16:37 Diperbarui: 23 Desember 2024   16:37 49
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hukum. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Abstract. Ethical decision-making is a crucial element in the professional world, ensuring that
individuals' actions reflect responsibility and integrity. This article explores the role of ethics in decision-
making based on the Cognitive Moral Development (CMD) theory by Lawrence Kohlberg. The theory
explains the stages of moral development that influence individuals' decisions, ranging from the pre-
conventional to the post-conventional level. Furthermore, ethical education is identified as a critical
factor in helping individuals achieve higher moral stages, enabling them to critically analyze ethical
dilemmas and act based on universal moral values. The impact of ethical education not only enhances
individual competence but also fosters a professional culture grounded in morality, creating
transparency, accountability, and public trust. This article emphasizes the importance of integrating
ethical education into professional development to support fair and responsible decision-making.
Keywords: ethical decision-making, professionalism, morality
Abstrak. Pengambilan keputusan etis merupakan elemen penting dalam dunia profesional, yang
memastikan tindakan individu mencerminkan tanggung jawab dan integritas. Artikel ini membahas peran
etika dalam pengambilan keputusan berdasarkan teori Cognitive Moral Development (CMD) oleh
Lawrence Kohlberg. Teori ini menjelaskan tahapan perkembangan moral individu yang berpengaruh pada
keputusan mereka, mulai dari level pra-konvensional hingga pasca-konvensional. Selain itu, pendidikan
etika diidentifikasi sebagai faktor krusial dalam membantu individu mencapai tahap moral yang lebih
tinggi, memungkinkan mereka untuk menganalisis dilema etis secara kritis dan bertindak berdasarkan
nilai-nilai moral universal. Dampak pendidikan etika tidak hanya meningkatkan kompetensi individu,
tetapi juga membentuk budaya profesional yang berlandaskan moralitas, menciptakan transparansi,
akuntabilitas, dan kepercayaan masyarakat. Artikel ini menegaskan pentingnya integrasi pendidikan etika
dalam pengembangan profesional untuk mendukung pengambilan keputusan yang adil dan bertanggung
jawab..
Kata kunci: pengambilan keputusan etis, profesionalisme, moralitas
Received: August 29, 2023; Accepted: November 22, 2023; Published: February 28, 2024
*Corresponding author, e-mail address
LATAR BELAKANG
Dalam dunia profesional yang semakin kompleks dan terhubung, pengambilan
keputusan tidak lagi hanya berorientasi pada hasil langsung, seperti keuntungan
finansial atau efisiensi operasional, tetapi juga harus mempertimbangkan dampak sosial
yang lebih luas. Oleh karena itu, etika memainkan peran fundamental dalam
menentukan bagaimana keputusan profesional diambil, baik oleh individu maupun
organisasi. Kegagalan untuk mempertimbangkan aspek etika dalam pengambilan
keputusan dapat menyebabkan konsekuensi yang merugikan, mulai dari penurunan
kepercayaan publik hingga kerugian reputasi yang signifikan1
.
Dalam konteks profesional, pengambilan keputusan sering kali melibatkan dilema
etis yang tidak sederhana. Konflik antara kepentingan pribadi dan tanggung jawab
profesional menjadi salah satu tantangan utama. Misalnya, dalam dunia bisnis,
keputusan yang mengabaikan etika, seperti manipulasi data atau pelanggaran privasi,
dapat memberikan dampak negatif jangka panjang tidak hanya pada perusahaan tetapi
juga pada masyarakat luas. Fenomena ini menunjukkan urgensi pengembangan
kerangka kerja etis yang dapat menjadi pedoman dalam menghadapi situasi yang
kompleks dan penuh tantangan.
Berbagai disiplin ilmu memberikan wawasan yang beragam mengenai
pengambilan keputusan etis. Psikologi, misalnya, menyoroti bagaimana karakter
individu, nilai-nilai pribadi, dan pengalaman masa lalu memengaruhi kecenderungan
seseorang untuk mengambil keputusan yang bermoral. Sementara itu, dari sudut
pandang manajemen, faktor seperti budaya organisasi dan kebijakan internal sangat
memengaruhi perilaku etis karyawan. Perspektif hukum, di sisi lain, menawarkan
panduan normatif melalui kode etik profesional yang bertujuan untuk menjaga standar
moral dan profesionalisme. Pendekatan multidisipliner ini menjadi sangat penting untuk
memahami kompleksitas dan tantangan yang muncul dalam penerapan etika di berbagai
bidang profesional.
1 Dondi Setiawan and others, 'Peran Etika Dalam Pengambilan Keputusan Profesional', Journal of
Multidisciplinary Inquiry in Science, Technology and Educational Research, 2.1 (2024),
doi:https://doi.org/10.32672/mister.v2i1.2520.
Selain itu, perkembangan globalisasi telah memperluas dimensi etika dalam
pengambilan keputusan profesional. Interaksi lintas budaya yang semakin intens
membawa tantangan baru, terutama karena perbedaan nilai-nilai budaya yang mendasari
persepsi tentang apa yang dianggap etis. Dalam konteks ini, profesional di lingkungan
internasional perlu memahami keberagaman nilai dan norma untuk menghindari konflik
budaya yang dapat memengaruhi hasil keputusan.2
Perkembangan teknologi juga menambah dimensi baru dalam pengambilan
keputusan etis. Dengan hadirnya big data dan kecerdasan buatan (AI), isu seperti privasi
data, transparansi algoritma, dan bias teknologi menjadi perhatian utama. Teknologi
modern memberikan peluang besar untuk inovasi, tetapi juga menuntut kehati-hatian
ekstra agar tidak merugikan individu atau kelompok tertentu. Oleh karena itu, pedoman
etika yang jelas sangat diperlukan untuk memastikan bahwa perkembangan teknologi
tetap sejalan dengan tanggung jawab moral dan sosial.
Di sisi lain, pendidikan etika telah menjadi elemen integral dalam membentuk
profesional muda. Banyak institusi pendidikan kini menyadari pentingnya membekali
mahasiswa dengan pemahaman mendalam tentang tanggung jawab moral di bidang
mereka masing-masing. Pendidikan ini diharapkan dapat menciptakan generasi
profesional yang mampu menghadapi tantangan etika dengan sikap yang bertanggung
jawab dan solusi yang bermartabat.3
Akhirnya, peran kepemimpinan tidak dapat diabaikan dalam menciptakan
lingkungan yang mendukung pengambilan keputusan etis. Pemimpin yang berkomitmen
pada prinsip-prinsip etika memiliki kapasitas untuk memengaruhi budaya organisasi
secara positif, mendorong transparansi, akuntabilitas, dan kolaborasi yang didasarkan
pada nilai-nilai moral. Dengan kepemimpinan yang baik, perilaku etis dapat ditanamkan
dalam setiap aspek operasional organisasi.
Artikel ini bertujuan untuk mengeksplorasi lebih dalam berbagai perspektif
multidisipliner tentang peran etika dalam pengambilan keputusan profesional. Dengan
2 Harin Aulia Sajidah and others, 'Mengimplementasikan Etika Dan Kepemimpinan: Pendekatan Perilaku
Dalam Konteks Organisasi', Lokawati : Jurnal Penelitian Manajemen Dan Inovasi Riset, 2.3 (2024), pp.
167--77, doi:10.61132/lokawati.v2i3.873.
3 Colina Frisch and Markus Huppenbauer, 'New Insights into Ethical Leadership: A Qualitative
Investigation of the Experiences of Executive Ethical Leaders', Journal of Business Ethics, 123.1 (2024),
pp. 23--43, doi:10.1007/s10551-013-1797-9.
memahami pentingnya integrasi nilai-nilai etika dalam pengambilan keputusan, artikel
ini diharapkan dapat memberikan wawasan yang komprehensif tentang bagaimana
profesional dan organisasi dapat mengambil langkah yang tidak hanya menguntungkan
secara finansial tetapi juga bertanggung jawab secara sosial.
KAJIAN TEORI
1. Teori Cognitive Moral Development (CMD)
Teori Cognitive Moral Development (CMD) yang dikembangkan oleh Lawrence
Kohlberg adalah salah satu pendekatan paling berpengaruh dalam memahami
perkembangan moral individu dan hubungannya dengan pengambilan keputusan etis.
Teori ini berfokus pada proses kognitif yang mendasari penilaian moral seseorang, serta
bagaimana proses tersebut berkembang seiring waktu dan pengalaman. Dalam konteks
profesional, teori CMD memberikan landasan teoretis untuk mengeksplorasi bagaimana
individu dari berbagai tingkat moralitas dapat membuat keputusan yang etis dan
bertanggung jawab.4
a. Kohlberg mengidentifikasi enam tahap perkembangan moral yang
dikelompokkan ke dalam tiga tingkat utama: pra-konvensional, konvensional,
dan pasca-konvensional.
b. Tingkat Pra-Konvensional: Pada tahap ini, individu membuat keputusan
berdasarkan konsekuensi langsung, seperti hukuman atau penghargaan. Mereka
cenderung memprioritaskan kepentingan pribadi dibandingkan dengan norma
sosial atau nilai universal.
c. Tingkat Konvensional: Individu mulai mempertimbangkan norma sosial,
harapan masyarakat, dan aturan sebagai panduan dalam pengambilan
keputusan. Pada tingkat ini, mereka cenderung menghargai hubungan
interpersonal dan kepatuhan terhadap hukum.
d. Tingkat Pasca-Konvensional: Pada tingkat ini, individu membuat keputusan
berdasarkan prinsip-prinsip etika universal dan hak asasi manusia. Mereka
menunjukkan kemampuan untuk mengevaluasi norma-norma sosial dengan
mempertimbangkan keadilan dan kebaikan yang lebih luas.5
4 Muhammad Subhan Iswahyudi, 'Etika Dalam Pemasaran Industri : A Literature Review', Al Qalam:
Jurnal Ilmiah Keagamaan Dan Kemasyarakatan, 17.4 (2023), p. 2366, doi:10.35931/aq.v17i4.2299.
Dalam konteks pengambilan keputusan profesional, teori CMD menunjukkan
bahwa individu yang berada pada tahap perkembangan moral yang lebih tinggi lebih
mungkin untuk membuat keputusan yang bertanggung jawab secara sosial. Sebagai
contoh, seorang profesional di tingkat konvensional mungkin mematuhi kebijakan
perusahaan tanpa mempertanyakan dampak sosialnya, sementara individu di tingkat
pasca-konvensional akan mempertimbangkan apakah kebijakan tersebut sesuai dengan
prinsip keadilan dan kesejahteraan masyarakat.
2. Aplikasi Teori CMD dalam Konteks Profesional
Dalam dunia kerja, teori CMD memberikan kerangka kerja untuk memahami
bagaimana faktor-faktor seperti latar belakang individu, pengalaman, dan pendidikan
dapat memengaruhi pengambilan keputusan etis. Misalnya, seorang profesional medis
menghadapi dilema moral ketika harus memilih antara menyelamatkan nyawa pasien
tertentu atau mempertimbangkan distribusi sumber daya medis yang adil untuk
masyarakat. Pemahaman moral yang matang memungkinkan mereka membuat
keputusan yang tidak hanya bermanfaat secara individual tetapi juga adil secara sosial.
Selain itu, pendidikan etika memainkan peran penting dalam membentuk
kemampuan individu untuk mengenali dan menangani situasi etis. Teori CMD
menekankan empat proses psikologis utama yang diperlukan untuk pengambilan
keputusan etis, yaitu:
a. Pengakuan Etis (ethical recognition): Kemampuan untuk mengenali adanya
situasi etis.
b. Penilaian Etis (ethical judgment): Kemampuan untuk mengevaluasi berbagai
alternatif berdasarkan prinsip moral.
c. Niat Etis (ethical intention): Komitmen untuk memilih tindakan yang sesuai
dengan penilaian moral.
d. Perilaku Etis (ethical behavior): Pelaksanaan tindakan berdasarkan niat moral.
Penerapan teori CMD juga relevan dalam konteks globalisasi dan interaksi lintas
budaya. Dalam lingkungan kerja yang multikultural, individu dengan perkembangan
5 Zambri Harun and others, 'Learning Difficulties During the Transition to Covid-19's Endemic Period in
Malaysia', Kongres Dan Pertandingan Inovasi Dalam Pengajaran Dan Pembelajaran (KNovasi) 2022
Menginsankan Pendidikan Digital, 2022.
moral yang tinggi cenderung lebih mampu menghormati nilai-nilai moral yang berbeda
dan mengakomodasi perspektif yang beragam dalam pengambilan keputusan.6
3. Relevansi Teori CMD
Artikel "Peran Etika dalam Pengambilan Keputusan Profesional Perspektif
Multidisipliner" memanfaatkan teori CMD untuk menjelaskan bagaimana pemahaman
moral individu dapat memengaruhi keputusan di berbagai disiplin ilmu. Teori ini
memberikan wawasan tentang pentingnya pendidikan etika dan pengalaman praktis
dalam meningkatkan kemampuan individu untuk membuat keputusan yang bertanggung
jawab.
Melalui penerapan teori CMD, artikel ini akan mengeksplorasi bagaimana
pendekatan multidisipliner, yang mencakup perspektif psikologi, manajemen, dan
budaya, dapat membantu menciptakan lingkungan profesional yang lebih etis. Dengan
memahami perkembangan moral individu dan faktor-faktor yang memengaruhi
pengambilan keputusan, teori ini menyoroti peran etika sebagai elemen praktis dan
strategis dalam mencapai hasil yang bertanggung jawab secara sosial.
METODE PENELITIAN
Penelitian dalam artikel "Peran Etika dalam Pengambilan Keputusan Profesional:
Perspektif Multidisipliner" menggunakan metode Library Research atau penelitian
pustaka. Metode ini dipilih karena bertujuan untuk mengeksplorasi literatur yang
relevan mengenai peran etika dalam pengambilan keputusan profesional dari berbagai
perspektif multidisipliner.7 Penelitian ini bersifat kualitatif dengan pendekatan
deskriptif-analitis. Langkah-langkah penelitian dilakukan secara sistematis sebagai
berikut:
1. Identifikasi Tujuan Penelitian
Langkah pertama dalam metode ini adalah merumuskan tujuan penelitian, yaitu
untuk:
6 Tommy Wijaya, 'Dampak Cognitive Moral Development Terhadap Kejujuran Pelaporan Anggaran',
Jurnal Akuntansi Bisnis, 18.1 (2020), p. 82, doi:10.24167/jab.v18i1.2703.
7 Mahanum Mahanum, 'Tinjauan Kepustakaan', ALACRITY : Journal of Education, 1.2 (2021), pp. 1--12,
doi:10.52121/alacrity.v1i2.20.
a. Memahami peran etika dalam pengambilan keputusan profesional di berbagai
bidang.
b. Mengidentifikasi bagaimana nilai-nilai etika memengaruhi proses pengambilan
keputusan.
c. Mengungkap tantangan yang dihadapi oleh para profesional dalam penerapan
prinsip-prinsip etika.8
2. Pengumpulan Sumber Data
Pengumpulan data dilakukan melalui penelusuran literatur dari berbagai sumber
terpercaya. Jenis data yang dikumpulkan meliputi:
a. Buku teks tentang etika profesi dan pengambilan keputusan.
b. Artikel jurnal yang membahas model pengambilan keputusan etis dan studi
kasus dari berbagai profesi.
c. Laporan dan dokumen yang relevan, mencakup perspektif disiplin ilmu seperti
psikologi, manajemen, hukum, teknologi informasi, dan lainnya.
d. Sumber data diutamakan yang terpublikasi dalam jurnal bereputasi dan tersedia
secara daring maupun luring.9
3. Analisis Literatur
Literatur yang berhasil dikumpulkan dianalisis secara mendalam dengan tahapan
berikut:
a. Identifikasi tema utama, seperti model-model etika, pendekatan pengambilan
keputusan, dan tantangan penerapan prinsip etika.
b. Analisis multidisipliner, dengan membandingkan bagaimana disiplin ilmu yang
berbeda, seperti psikologi, manajemen, dan hukum, mendekati isu-isu etika.
c. Evaluasi literatur, untuk menilai kekuatan dan kelemahan argumen yang
diajukan dalam berbagai sumber.10
4. Sintesis Temuan
Hasil analisis literatur disusun menjadi sintesis temuan yang menggambarkan:
8 Deni Indrawan and Siti Rahmi Jalilah, 'Metode Kombinasi/Campuran Bentuk Integrasi Dalam
Penelitian', Jurnal Studi Guru Dan Pembelajaran, 4.3 (2021), pp. 735--39,
doi:10.30605/jsgp.4.3.2021.1452.
9 Muhammad Rijal Fadli, 'Memahami Desain Metode Penelitian Kualitatif', Humanika, Kajian Ilmiah
Mata Kuliah Umum, 21.1 (2021), pp. 33--54, doi:10.21831/hum.v21i1.
10 Fadli, 'Memahami Desain Metode Penelitian Kualitatif'.
a. Hubungan antara tingkat perkembangan moral individu (berdasarkan teori
CMD) dan pengambilan keputusan profesional.
b. Relevansi nilai-nilai etika dalam profesi yang berbeda, serta rekomendasi
praktis untuk meningkatkan pengambilan keputusan etis.
c. Implikasi dari temuan-temuan ini dalam praktik profesional sehari-hari.
5. Penyusunan Kesimpulan
Kesimpulan akan merangkum temuan utama dari penelitian ini, seperti:
a. Pentingnya pendidikan dan pelatihan etika dalam pembentukan pengambilan
keputusan profesional.
b. Rekomendasi untuk meningkatkan kesadaran etis di tempat kerja.
c. Kesimpulan juga mencakup saran untuk penelitian lebih lanjut di masa
mendatang mengenai pengembangan dan implementasi nilai-nilai etika lintas
disiplin.
Dengan menggunakan metode Library Research, penelitian ini diharapkan dapat
memberikan kontribusi signifikan terhadap pemahaman multidisipliner mengenai peran
etika dalam pengambilan keputusan profesional. Selain itu, metode ini memungkinkan
eksplorasi teoretis yang mendalam tanpa batasan waktu dan ruang, memberikan
wawasan baru yang relevan untuk berbagai konteks profesi.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Dalam dunia profesional yang semakin kompleks, pengambilan keputusan etis
menjadi salah satu aspek yang sangat penting. Artikel ini membahas peran etika dalam
pengambilan keputusan profesional dengan mengacu pada teori Cognitive Moral
Development (CMD) yang dikembangkan oleh Lawrence Kohlberg. Teori ini
memberikan kerangka kerja untuk memahami bagaimana individu mengembangkan
pemahaman moral mereka dan bagaimana hal ini memengaruhi keputusan yang mereka
ambil di tempat kerja.11
Etika Sebagai Landasan Pengambilan Keputusan
11 Nyoman Yudha Astriayu Widyari, Ida Ayu Komang Tiara Pratistha Sari, and Putu Ayu Diah Widari
Putri, 'Dilema Etis Profesi Akuntan Berdasarkan Aspek Keperilakuan', Jurnal Inovasi Akuntansi (JIA),
2.2 (2024), pp. 117--29, doi:10.36733/jia.v2i2.10145.
Etika memiliki peran mendasar sebagai landasan bagi proses pengambilan
keputusan, baik dalam kehidupan pribadi maupun dalam konteks profesional. Secara
esensial, etika memberikan panduan kepada individu untuk menilai tindakan mereka
berdasarkan nilai-nilai moral, prinsip-prinsip yang berlaku, dan standar yang lebih
tinggi. Dalam lingkungan profesional, keputusan yang diambil sering kali melibatkan
banyak pihak dan memiliki implikasi luas, termasuk terhadap kolega, klien, organisasi,
dan masyarakat secara keseluruhan. Oleh karena itu, pemahaman yang mendalam
tentang etika merupakan keharusan bagi para profesional agar mereka mampu bertindak
secara bertanggung jawab.
1. Etika dalam Konteks Profesional
Dalam konteks profesional, etika bertindak sebagai tolok ukur untuk memastikan
bahwa keputusan yang dibuat mencerminkan tanggung jawab dan integritas. Misalnya,
seorang dokter yang dihadapkan pada dilema medis harus mempertimbangkan kode etik
profesinya dalam memprioritaskan keselamatan pasien. Demikian pula, seorang akuntan
menghadapi pertimbangan etis dalam menjaga transparansi laporan keuangan. Tanpa
landasan etika yang kuat, risiko terjadinya keputusan yang hanya berorientasi pada
kepentingan pribadi atau keuntungan jangka pendek menjadi lebih tinggi, yang dapat
merugikan banyak pihak.
2. Tahapan Perkembangan Moral dalam Teori CMD
Teori Cognitive Moral Development (CMD) yang dikembangkan oleh Lawrence
Kohlberg memberikan wawasan yang penting tentang bagaimana individu berkembang
dalam kemampuan moralnya. Teori ini menyatakan bahwa perkembangan moral
manusia berlangsung melalui enam tahap yang terbagi dalam tiga level utama:
a. Level Pra-Konvensional: Pada tahap ini, individu membuat keputusan
terutama berdasarkan kepentingan pribadi dan konsekuensi langsung,
seperti penghargaan atau hukuman.
b. Level Konvensional: Keputusan diambil dengan mempertimbangkan
norma sosial, aturan, dan harapan masyarakat. Pada tahap ini, individu
mulai menunjukkan kepedulian terhadap hubungan interpersonal dan
stabilitas sosial.
c. Level Pasca-Konvensional: Individu mulai mempertimbangkan prinsip-
prinsip moral universal, seperti keadilan, hak asasi manusia, dan
kesejahteraan bersama. Pengambilan keputusan di level ini lebih berfokus
pada nilai-nilai yang mendasari aturan daripada aturan itu sendiri.12
Dalam konteks profesional, individu yang berada pada level pasca-konvensional
cenderung mengambil keputusan yang lebih etis karena mereka mempertimbangkan
dampak yang lebih luas, termasuk kepentingan masyarakat dan prinsip keadilan.
3. Pentingnya Pendidikan Etika
Tahapan perkembangan moral yang dijelaskan oleh teori CMD menekankan
bahwa kemampuan individu untuk membuat keputusan yang etis tidak datang secara
otomatis, melainkan melalui proses belajar dan pengalaman. Oleh karena itu,
pendidikan etika menjadi instrumen penting dalam membantu individu mencapai tahap
perkembangan moral yang lebih tinggi. Pendidikan ini tidak hanya memberikan
pemahaman tentang norma dan aturan, tetapi juga melatih kemampuan kritis individu
untuk menganalisis dilema moral dan mengambil keputusan berdasarkan prinsip-prinsip
yang lebih tinggi.
Etika merupakan elemen kunci dalam pengambilan keputusan, khususnya dalam
dunia profesional. Dengan landasan etika yang kuat, para profesional dapat mengambil
keputusan yang tidak hanya menguntungkan diri sendiri, tetapi juga memberikan
manfaat bagi banyak pihak. Teori CMD memberikan perspektif mendalam tentang
pentingnya perkembangan moral dalam membentuk individu yang mampu membuat
keputusan yang etis. Oleh karena itu, investasi dalam pendidikan etika dan
pembentukan moral harus menjadi prioritas dalam lingkungan profesional dan
pendidikan.13
Pengaruh Pendidikan Etika terhadap Pengambilan Keputusan
Pendidikan etika merupakan salah satu aspek penting dalam membentuk
profesional yang mampu menghadapi berbagai dilema etis dalam praktik kerja. Dalam
12 JULIEN ETIENNE, 'Compliance Theory: A Goal Framing Approach', Law & Policy, 33.3 (2021), pp.
305--33, doi:10.1111/j.1467-9930.2011.00340.x.
13 Ferry Diyanti, 'Facing Ethical Dilemmas as Professional Accountants in the Future: Do They Aware?',
Journal of International Conference Proceedings, 5.3 (2022), pp. 171--79, doi:10.32535/jicp.v5i3.1840.
dunia profesional yang penuh tantangan, pengambilan keputusan sering kali melibatkan
pilihan-pilihan kompleks yang tidak hanya mempengaruhi individu, tetapi juga
masyarakat luas. Pendidikan etika berfungsi untuk memberikan pengetahuan,
keterampilan, dan kesadaran moral yang dibutuhkan agar para profesional dapat
bertindak secara bertanggung jawab.
1. Pentingnya Pendidikan Etika
Dengan memasukkan etika ke dalam kurikulum pendidikan, institusi pendidikan
berupaya membangun fondasi moral bagi mahasiswanya. Pendidikan etika tidak hanya
menanamkan pemahaman tentang prinsip-prinsip moral, tetapi juga melatih mahasiswa
untuk berpikir kritis dan analitis dalam menghadapi dilema etis. Langkah ini sejalan
dengan teori Cognitive Moral Development (CMD) yang menjelaskan bahwa
pendidikan dapat mempercepat perkembangan moral individu menuju tahap yang lebih
tinggi.
Misalnya, melalui pendidikan etika, mahasiswa didorong untuk memahami
prinsip-prinsip universal seperti keadilan, kesetaraan, dan hak asasi manusia. Mereka
diajarkan untuk melihat melampaui kepentingan pribadi atau kelompok dan
mempertimbangkan dampak keputusan mereka terhadap masyarakat secara
keseluruhan. Dalam konteks ini, pendidikan etika membantu menciptakan profesional
yang tidak hanya kompeten secara teknis tetapi juga memiliki integritas moral.14
2. Pengaruh Pendidikan Etika terhadap Kompetensi Pengambilan
Keputusan
Para profesional yang telah mendapatkan pendidikan etika menunjukkan
kemampuan yang lebih baik dalam mengenali situasi etis dan membuat penilaian yang
tepat. Mereka dilatih untuk mempertimbangkan berbagai aspek, termasuk nilai-nilai
moral, dampak sosial, dan tanggung jawab profesional, dalam setiap keputusan yang
mereka ambil.
Sebagai contoh, Dalam bidang kesehatan, seorang dokter yang telah mendapat
pendidikan etika tidak hanya fokus pada aspek teknis diagnosis dan pengobatan, tetapi
14 Charles J Coate, 'Discussion of "Economic Analysis of Accountants' Ethical Standards: The Case of
Audit Opinion Shopping"', Journal of Accounting and Public Policy, 18.4--5 (2019), pp. 365--73,
doi:10.1016/S0278-4254(99)00014-9.
juga mempertimbangkan bagaimana perawatan yang diberikan akan memengaruhi
kualitas hidup pasien.
Dalam bidang bisnis, seorang manajer yang memahami etika akan mengevaluasi
keputusan bisnisnya berdasarkan dampaknya terhadap karyawan, pelanggan, dan
lingkungan, bukan hanya pada keuntungan finansial.
Dalam bidang hukum, seorang pengacara yang memiliki pendidikan etika akan
mempertimbangkan keadilan substantif dan kepentingan masyarakat luas saat
memberikan nasihat hukum atau mewakili klien.15
Pendidikan etika juga membantu individu mengenali konflik nilai yang mungkin
timbul dalam situasi tertentu, serta memberikan kerangka berpikir untuk menyelesaikan
konflik tersebut secara bertanggung jawab.
3. Dampak Jangka Panjang Pendidikan Etika
Pendidikan etika tidak hanya membentuk kemampuan pengambilan keputusan
secara individu tetapi juga menciptakan budaya profesional yang berlandaskan
moralitas. Dalam jangka panjang, pendidikan etika dapat:
a. Meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap profesi tertentu.
b. Mendorong transparansi dan akuntabilitas dalam pengambilan keputusan
profesional.
c. Mengurangi risiko penyalahgunaan wewenang dan keputusan yang
merugikan pihak lain.16
Pendidikan etika memainkan peran vital dalam membekali para profesional
dengan kemampuan untuk menghadapi dilema etis secara bertanggung jawab. Dengan
membantu individu mengembangkan kemampuan berpikir moral tingkat tinggi,
pendidikan etika mendorong pengambilan keputusan yang tidak hanya kompeten tetapi
juga adil dan berlandaskan nilai-nilai moral universal. Hal ini tidak hanya meningkatkan
15 Alistair Bruce, Trevor Buck, and Brian G. M. Main, 'Top Executive Remuneration: A View from
Europe*', Journal of Management Studies, 42.7 (2005), pp. 1493--1506, doi:10.1111/j.1467-
6486.2005.00553.x.
16 Michael E. Brown and Linda K. Trevio, 'Ethical Leadership: A Review and Future Directions', The
Leadership Quarterly, 17.6 (2019), pp. 595--616, doi:10.1016/j.leaqua.2006.10.004.
kualitas individu sebagai profesional, tetapi juga memberikan dampak positif yang luas
bagi masyarakat.17
KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
Kesimpulan
Pengambilan keputusan etis adalah elemen fundamental dalam dunia profesional
yang semakin kompleks. Artikel ini menyoroti pentingnya etika sebagai landasan
pengambilan keputusan, memberikan pedoman moral untuk menilai tindakan
berdasarkan nilai-nilai, prinsip, dan standar yang berlaku. Dalam lingkungan
profesional, etika memastikan keputusan mencerminkan tanggung jawab dan integritas,
menghindarkan dampak negatif terhadap kolega, klien, organisasi, dan masyarakat.
Dalam konteks profesional, teori Cognitive Moral Development (CMD) karya
Lawrence Kohlberg menjelaskan bagaimana individu berkembang melalui tiga level
moral pra-konvensional, konvensional, dan pasca-konvensional yang masing-masing
memengaruhi cara mereka mengambil keputusan. Profesional yang mencapai level
pasca-konvensional cenderung membuat keputusan yang lebih etis dengan
mempertimbangkan prinsip moral universal seperti keadilan dan kesejahteraan bersama.
Pendidikan etika menjadi instrumen penting dalam mendukung perkembangan
moral, sebagaimana dijelaskan oleh teori CMD. Dengan pendidikan, individu tidak
hanya memahami norma dan aturan, tetapi juga mampu menganalisis dilema moral
secara kritis. Hal ini memungkinkan mereka mengambil keputusan yang bertanggung
jawab berdasarkan prinsip-prinsip moral yang lebih tinggi.
Pengaruh pendidikan etika meluas ke berbagai bidang profesional. Dalam bidang
kesehatan, pendidikan etika membekali dokter untuk mempertimbangkan dampak
keputusan mereka terhadap kualitas hidup pasien. Dalam bisnis, etika membantu
manajer menilai keputusan bisnis secara komprehensif, termasuk dampak sosial dan
lingkungan. Dalam hukum, etika memungkinkan pengacara mempertimbangkan
keadilan substantif dalam tugas profesional mereka.
17 John L. Abernathy and others, 'The Association between Characteristics of Audit Committee
Accounting Experts, Audit Committee Chairs, and Financial Reporting Timeliness', Advances in
Accounting, 30.2 (2014), pp. 283--97, doi:10.1016/j.adiac.2014.09.001.
Dampak jangka panjang dari pendidikan etika tidak hanya terbatas pada individu,
tetapi juga pada pembentukan budaya profesional yang berlandaskan moralitas.
Pendidikan ini berkontribusi pada peningkatan kepercayaan masyarakat terhadap profesi
tertentu, transparansi, dan akuntabilitas. Dengan pendidikan etika, risiko
penyalahgunaan wewenang dapat diminimalkan, sehingga mendukung keberlanjutan
nilai-nilai etis dalam praktik profesional.
Pendidikan etika mendorong pengambilan keputusan yang kompeten,
bertanggung jawab, dan adil. Integrasi nilai-nilai moral universal ke dalam pendidikan
profesional meningkatkan kualitas individu dan memberikan dampak positif yang luas
bagi masyarakat. Dalam dunia profesional yang penuh dilema, pendidikan etika adalah
kunci menciptakan individu dan budaya yang menghormati nilai-nilai etis.
Saran
Untuk mendukung perkembangan moral para profesional, institusi pendidikan dan
organisasi sebaiknya mengintegrasikan pendidikan etika ke dalam kurikulum dan
pelatihan. Selain itu, diperlukan upaya untuk menciptakan lingkungan kerja yang
mendorong transparansi, akuntabilitas, dan pengambilan keputusan berbasis nilai-nilai
moral universal. Dengan demikian, para profesional dapat berkontribusi pada masyarkat secara lebih adil dan bertanggung jawab

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun