Mohon tunggu...
Nurul Hanifah
Nurul Hanifah Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswi

Menulis adalah pelarian. Pelarian yang membuatku terlalu nyaman dengannya dan tak ingin beranjak darinya :)

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Tawa Selepas Hujan Reda

14 Januari 2021   16:26 Diperbarui: 14 Januari 2021   16:38 673
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Seorang Ibu yang Sedang Menggendong Anaknya (Sumber: wallpaperlist.com)

 Rasa cemas wanita dengan anak digendongannya sedikit berkurang. Seorang wanita paruh baya membuka pintu klinik. Entah tadi ia sudah terlelap ataupun belum. Wajahnya tetap saja terlihat tenang dan segar. Wanita itu masih saja terlihat muda untuk ukuran wanita paruh baya pada umumnya. Sang bidan lantas mengambil stetoskop miliknya. Mencoba mendengar detak jantung milik anak sang wanita 30 tahunan itu. Lemah. Ia meraba kening anak itu. Panas. Namun ia ingin memastikannya kembali. Ia pun menempelkan thermometer di ketiak sang anak selama beberapa menit. Tinggi. Suhunya telah melampaui suhu normal.

 "Sekedap nggih, mba," (Sebentar ya, mba).

"Nggih, Bu." (Iya, Bu). Jawab sang wanita 30 tahunan.

Bidan itu meraih toples obatnya lantas mengambil layah dan penghalus obatnya. Nampak sang bidan menghaluskan obat yang tadi diambilnya dengan sangat hati-hati lantas memasukannya ke dalam kertas obat yang terlihat hampir mirip dengan kertas buram yang ada di tempat fotokopian.

 Anak itu sudah kembali dalam gendongan ibunya dan kembali memejamkan mata. Selama pemeriksaan, anak itu sempat membuka mata kecilnya. Sebentar sekali. Ia bahkan tak menatap seberapa khawatirnya sang ibu. Ia tak peduli. Ia hanya ingin tidur. Suasana malam itu terlalu sia-sia jika tak dinikmati, mungkin pikirnya.

 "Niki nggih, mba. Kulo kei obat penurun panas supados bentere mandap kalih obat tidur mawon. Lah ngenjang mbok menawi panasse mboten mandap-mandap, cobo putrine dibeto maring rumah sakit," Kata sang bidan. (ini ya, mba. Saya beri obat penurun panas supaya panasnya turun. Besok, kalo panasnya belum juga turun, coba anaknya dibawa ke rumah sakit)

 "Oh nggih, Bu. Matur suwun." Jawab sang wanita 30 tahunan. (oh iya, Bu. Terima Kasih)

 Selepas berpamitan dan memberi bayaran kepada sang bidan, wanita itu kembali pulang ke rumah bersama anaknya yang telah terlelap sedari tadi. Wanita itu sedikit lega namun masih saja ada kecemasan tersendiri yang masih membekas. Semoga panasnya cepat turun.

 Hujan di luar sudah sedikit mereda. Hanya meninggalkan gerimis-gerimis kecil. Malam sudah memasuki tengah malam. Beberapa ayam jago berkokok menandakan dini hari telah tiba. Wanita itu berjalan menyibak malam. Langkahnya sedikit lebih tenang meski wajahnya tak bisa berbohong jika ia tidak tenang.

 Di sampainya di rumah, sang suami nampaknya telah pulang. Shift ronda ternyata telah digantikan olah shift berikutnya. Namun melihat kamar sang istri dan anaknya yang kosong, ia benar-benar cemas. Terlebih di luar sedang turun hujan.

 "Assalamua'alaikum," sang wanita telah sampai di rumahnya dan membuka pintu depan. Sang suami yang sedang di belakang buru-buru menyambutnya dengan rasa cemas dan bingung.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun