Mohon tunggu...
Nurul Fahmy
Nurul Fahmy Mohon Tunggu... -

Selalu banyak mimpi...Berdomisili di Jambi. Suka membaca, tapi sedikit menulis...

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Datuk Paduka Berhala dan Turki, Sebuah Mitos

1 November 2011   10:07 Diperbarui: 26 Juni 2015   00:12 6264
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Oleh Nurul Fahmy

Hingga kini belum ada bukti konkret berdasarkan catatan atau penelitian sejarah yang relevan, yang menyatakan genealogi Datuk Paduka Berhala, suami Putri Selaras Pinang Masak, penguasa Negeri Melayu Jambi, berasal dari Turki, apalagi sebagai anak raja negeri yang besar itu. Tidak ada satu silsilah yang mengurutkan dengan tepat dan dapat dipercaya secara keilmuan (nasab) tentang hirarki Sang Datuk, baik dari garis keturunan ayahnya maupun ibunya dengan raja-raja Islam penguasa daratan Eropa itu. Maka itu, cerita yang menyebutkan Datuk Paduka Berhala berasal dari Turki hanyalah sebuah mitos.

Jika merujuk abad eksistensi Sang Datuk di Nusantara, maka kerajaan Turki abad 15 yang dimaksud dalam mitos asal-usul itu tentulah Turki Usmani. Satu kerajaan besar yang terletak di persilangan dua benua; Asia Kecil dan Eropa. Turki Usmani atau Turki Ottoman pada masa kekuasaan Sultan Sulaiman Al-Qanuni pada abad ke 15 itu acap membuat ciut nyali raja-raja lain di berbagai belahan dunia.

Bagaimana tidak, kerajaan besar itu memiliki punggawa militer darat dan laut yang tangguh, dan disebut-sebut sebagai pasukan yang terbaik di zamannya. Wilayah kekuasaannya membentang mulai dari Asia, Afrika hingga ke Eropa—Armenia, Irak Syria, Hejaz, Yaman, Mesir, Libya, Tunis, Aljazair, Bulgaria, Yunani, Yugoslavia, Albania, Hongaria, dan Rumania—sebelum empirium itu runtuh pada 1923 akibat api revolusi yang dipercikkan Mustafa Kemal ke tubuh aristokrasi Ottoman itu, dan berkeping, hingga menjadi negara republik seperti hari ini.

Sejauh ini, keterangan yang ada dan berhembus kencang di seantero Jambi tentang asal-usul Datuk Paduka Berhala hanya bersumber dari lisan atau foklor yang berkelindan dengan hayal, dan kemudian menjadi mitos. Laiknya mitos, kabar-kabur itu kemudian dipercaya seolah fakta oleh masyarakat luas, dan terus diyakini hingga saat ini. Ironisnya, mitos asal-usul itu pun tetap dipercaya dan diakui, tidak saja oleh masyarakat biasa, tapi juga pemerintah, budayawan, bahkan akademisi dan sejarawan sekalipun di Jambi.

Secara literer, mitos tentang asal-usul itu terdapat pada catatan “Silsilah Raja-Raja Jambi, Undang-undang dan Cerita Rakyat Jambi” yang ditulis dalam bahasa Arab Melayu oleh Ngebi Sutho Dilogo Priyayi Rajo Sari Pembesar Kerajaan Yang Dua Belas Bangsa Keturunan Orang Kayo Pingai bin Datuk Paduka Berhala.

Catatan itu kemudian dialihaksarakan oleh tim dari Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Provinsi Jambi pada 2006. Namun dalam catatan itu tidak disebutkan siapa nama bapak dan ibu Sang Datuk. Di sana hanya dituliskan bahwa beliau adalah anak raja Turki berasal dari Setambul—Setambul yang dimaksud kemungkinan besar adalah Istambul, salah satu kota terbesar di Turki sekarang. Begitu juga dalam nasab raja-raja Jambi yang dituliskan dalam bab “Pasal Sila-Sila Keturunan Dari Sebelah Turki” yang ditulis oleh Ngebi itu. Di situ hanya disebutkan, “Datuk Paduka Berhala anak Istambul“ (hal: 27). Walau tidak merujuk langsung pada asal-usul Sang Datuk, namun dalam salah satu tulisannya, Dr Maizar Karim menyebutkan bahwa kemungkinan besar sebagian cerita dalam Silsilah Raja-Raja Jambi itu memang berisi hayal dan tidak dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya.

Lantas kemudian, bagaimana mitos itu dipercaya berabad tahun lamanya dan seperti tidak terusik oleh kemapanan ilmu pengetahuan, logika dan tradisi ilmiah yang berkembang pesat seperti hari ini? Dan apa yang dapat dipetik dari mitos yang diciptakan itu?

Nanti dulu. Kita bahas lebih dahulu berbagai versi yang berkembang dalam masyarakat. Sedikitnya terdapat dua versi lagi tentang Sang Datuk. Selain ‘versi Turki’, ada versi yang menyebutkan bahwa Sang Datuk adalah Adityawarman, raja Melayu yang berkuasa di Pagarayung Minangkabau sekitar abad ke 13 M.

Dalam tulisannya, “Siapa Datuk Paduka Berhalo?” di blog //auliatasman.blogspot.com, Profesor Aulia Tasman, Ph. D, Pembantu Rektor IV Universitas Jambi itu menuliskan kesimpulan A. Jaffar pada 1989. Ia menyatakan bahwa Datuk Paduka Berhala adalah Adityawarman. Menurutnya, sebagai seorang Maharajadiraja, patung Adityawarman banyak disembah dan “dipertuhankan” oleh rakyat yang saat itu mayoritas beragama Budha. Oleh kalangan Islam setelahnya, patung Sang Datuk kemudian dianggap sebagai berhala. Nama itu kemudian lekat kepada Adityawarman dan mengalami pergeseran menjadi Datuk Paduka Berhala. Setidaknya begitulah asumsi Profesor Aulia Tasman yang mengiyakan penelitian dan kesimpulan A. Jaffar tersebut.

Versi ini meski menarik dan menawarkan cara pandang yang lain, namun sesungguhnya tidak masuk akal dan jauh sekali panggang dari api. Dalam “Kitab Undang Undang Tanjung Tanah, Naskah Melayu yang Tertua,” 2006, Profesor Uli Kozok Ph. D, menuliskan bahwa Adityawarman wafat  sekira tahun 1375-1377. Dan berdasarkan Prasasti Batusangkar yang bertarikh 1375, disebutkan Adityawarman kemudian digantikan oleh putranya yang bernama Ananggawarman. Kedudukan terakhir kerajaaan Pagaruyung yang dikuasai Adityawarman itu terletak di pedalaman Minangkabau—bagian Barat Pulau Sumatera—dan dia dimakamkan di sekitar wilayah itu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun