Mohon tunggu...
dodo si pahing
dodo si pahing Mohon Tunggu... Buruh - semoga rindumu masih untukku.

Keinginan manusia pasti tidak terbatas, hanya diri sendiri yang bisa mengatur bukan membatasi.

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Tukang Batu ala Kadarnya Memang Harus Diganti

29 Desember 2020   08:30 Diperbarui: 29 Desember 2020   08:33 251
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi : hipwee.com

Kata lucu akan menimbulkan kesan senang, gembira, namun ketika kebahagiaan itu ditimbulkan karena kesedihan orang lain masihkan disebut lucu? Karena adakalanya semakin pedih orang lain menerima nasib maka akan semakin tinggi nilai tragedi. Dan bisa  juga mengarah ke tragedi komedi. Karena kesialan terus menerus seperti dongeng Pak Pandir akan selalu ada di sekitar. Bahkan ada kalanya dongeng Lebay Malang menjelma menjadi kenyataan.  

Menertawakan orang lain akan lebih mudah dilakukan. Terutama kala orang itu tertimpa sial yang insidental. Misalnya ketika si Balu jalan tiba-tiba terpeleset dan jatuh, sontak reflek yang akan dilakukan orang yang melihatnya adalah menertawai baru menolong. Dan menolong pun masih tertawa, tentunya yang mendapat musibah hanya cengar-cengir dengan nasib yang menderanya. Di sini ada keambiguan menertawakan atau mengejek? Kalau dibalik yang mendapat musibah itu adalah diri kita masihkan bisa menertawakan orang yang tidak jatuh dan sedang menertawakan kita? Tentu saja  jarang terjadi.

Pada masanya setiap orang harus bernai menertawakan diri sendiri. Di situlah batas kesadaran kalau kepedihan atau pun pengalaman yang tidak berkenan dalam batin harus ditertawakan agar tidak mengendap menjadi batu akik. menertawakan kepedihan akan mudah dilakukan asalkan ada kejujuran. Karena dari titik ini segalanya akan menjadi awal untuk mengoreksi pantas atau tidak pantas kita melakukan pekerjaan kala itu, bahakan mungkin saja sampai sekarang masih dilakukan. Yaitu merasa bisa.

Kalau bisa merasa, segala hal yang dilakukan akan direfleksikan pada diri. Mampukah pekerjaan itu dilakukan, kalau bisa dilakukan hasilnya seperti apa? Bisa bermanfaat atau tidak. Sementara kalau tidak merasa tida bisa tentunya pekerjaan itu akan diberikan pada orang lain yang lebih ahli. Di sinilah saya Sebagai orang yang  merasa bisa, karena pengalaman dan keyakinan.

Sembilan bulan lalu mungkin pada bulan Maret, Setelah pengumuman dari pemerintah bahwa seluruh aktivitas sekolah ditutup karena pandemi COVID-19 hingga akhir April namun kenyataannya hingga kini sekolah dan kantor masih tutup. Dalam pikirku pasti akan banyak kekosongan waktu. Rutinitas akan berubah, dari bangun pagi hanya akan melihat kamar, ruang tamu, dapur, halaman, masuk lagi ke kamar  buka gadget, seperti menghapal peta yang akan diujikan untuk mendapatkan badge ahli kompas dan peta.

Tidak tahu mengapa tiba-tiba ada sedikit ide ingin menjadi tukang batu.  Ya jadi tukang batu tetapi di rumah saja. Membetulkan dapur yang masih belum kena semen. Ketika rencana yang menurutku cemerlang itu kusampaikan pada istriku, ia hanya tersenyum sedikit menyindir. Aku tahu itu, namun apa aku harus diam tidak melakukan apa-apa? Ketika persetujuan sudah diperoleh dengan syarat tidak boleh dikeramik. Karena keterampilanku jadi tukang batu belum teruji katanya lagi.

Paginya pasir sudah dipesan, semen empat zak sudah ada di teras, batu cor, besi untuk cor, papan cor, bendrat, dan segala peralatan tukang bangunan sudah punya. Jadilah hari membuat tempat untuk masak alis tempat cuci piring alias nama yang tepat saya tidak tahu. Ketika anak saya  yang masih duduk di kelas empat bertanya, "Ayah akan buat apa?" ya aku jawab buat tempat kerja ibu. Sementara itu ibunya yang mendengar jawaban dari saya hanya meringis kecut.

Namun masalah lagi adalah, kalau ada tukang pasti harus ada keneknya, alias co_tukang, siapa yang mau,  si anak lelaki yang kelas empat. Atau istri yang harus WFH? Ketika masalah itu kusorongkan ke istri jawabannya enteng sekali, "Ya, besok saya panggilkan tukang dua orang  sama pembantunya tiga paling lama tiga hari selesai."

Kalau jawabannya begitu sia-sia saja niat  saya. Akhirnya saya niatkan bismillah, tukang sekaligus co_keneknya ditangani sendiri. Hari pertama, meratakan lantai dapur yang berukuran 4 x 7 meter dengan tanah kemudian ditimbuni pasir. Lumayanlah pekerjaanku dari pagi hingga sore baru mendapat sepertiga. Sore hari setelah melihat hasil pekerjaan hati puas bibir pun bisa tersenyum. Dan badan masih baik-baik saja, hanya saja jam delapan malam mata sudah berat sekali tidak bisa diajak kompromi.

Esoknya setelah sarapan, semangat tetap menyala hanya saja pekerjaan hari ini masih sama dengan kemarin sepertinya kerjaan menjadi tukang batu butuh juga kecerdasan yang tinggi karena kalau tidak sama meskipun hanya meratakan tanah pasti pekerjaan menyemen permukaan urugan akan sedikit susah. Ternyata hanya meratakan tanah dengan ukuran 4x7 meter itu baru selesai lima hari. Dan malam-malam berikutnya hari masih sore selepas Isya sudah tidur pulas. Ya gitu pastinya istri tidak tersentuh kan? hehehehe..

"Bagaimana Yah, perlu dipanggilkan tukang batu yang lebih profesional?" mendengar gurauannya itu bukannya membuat semangat mengendur tetapi malah terlecut, meski badan semakin bau kecut, badan agak karut marut ternyata. Ingin istirahat bukankah kalau tukang itu kerja enam hari dan sehari istirahat. Selanjutnya dapat upah, kalau mengingat itu senyum pun jadi hambar. Ini pekerjaan ku sendiri, dan ini juga pembuktian kalau saya memang bisa.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun