Mohon tunggu...
dodo si pahing
dodo si pahing Mohon Tunggu... Buruh - semoga rindumu masih untukku.

Keinginan manusia pasti tidak terbatas, hanya diri sendiri yang bisa mengatur bukan membatasi.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Intrik Pun Dimulai

23 Oktober 2020   15:46 Diperbarui: 23 Oktober 2020   15:49 150
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi: Tentik.com

Shandya Kala Di Parang Garuda
XI

Rayung Wulan masih terpaku di pojok ruang kaputren dekat dengan tempat dupa yang masih menyala dan menebarkan harum ke segala arah. Senyum bahagia jelas tampak di bibirnya yang seranum kulit manggis dibelah. Matanya masih terpejam, angannya masih mengembara bersamahembusan kata-kata Soponyono. Lama cahaya matanya terpendam dalam hatinya yang penuh bunga-bunga hingga ketika dibuka kesadarannya, semua telah senyap. Ia tidak berusaha mencari, karena selanjutnya yang ia tahu hanya kebahagiaan.

****

Kejadian di kaputren itu tidak luput dari penglihatan seseorang yang berada tinggi di atas pohon asam. Di dalam persembunyiannya yang tidak terlihat oleh mata orang biasa karena sangat pandainya menyamarkan hingga serupa dengan ranting dan dedaunan, lelaki  yang ada di atas pohon itu selalu memperhatikan apa yang dibicarakan oleh Soponyono dengan Rayung Wulan.

Meskipun dari tempat yang jauh hampir selemparan tombak jaraknya, namun jelas sekali dirinya dapat melihat bahkan mendengar apa yang dibicarakan oleh kedua orang yang sedang kasmaran itu. Namun anehnya lelaki itu seolah-olah berkata sendiri, "Sungguh hebat kamu Soponyono, masih muda namun sudah mempunyai ilmu membelah diri."

Soponyono bukannya tidak tahu kalau ada yang mengawasi dari pucuk pohon asam, makanya segala perkataan yang sangat penting ia bisikkan lewat batin ke diri Rayung Wulan. Kata-kata yang keluar dari mulut Soponyono tidak terdengar lagi oleh lelaki yang bersembunyi itu. Setalah soponyono pergi bagai cahaya senja. Si pengintip menunggu waktu yang tepat untuk melompat ke pohon gayam yang dekat dengan pohon asam. Dua tetumbuhan yang sangat lebat yang selalu memeluk kaputren dari luar tembok.

****

Sementara itu di bangsal utama kadipaten  Carang Soka telah ramai oleh kedatangan tamu dari Parang Garuda. Kesibukan para pengatur tamu bagikan burung pelatuk yang sedang mencari makan di pohon yang menimbulkan suara tuk... tuk ... tuk. Demikan juga dengan  suara mereka ketika mengatur para bawahannya  agar segera menyediakan segala kebutuhan para tamu.  

Matahari telah kembali ke bilik malam yang agung  segera diganti oleh bulan yang  tampak penuh muncul dari balik hutan pinggir pelabuhan Juana. Seolah sang bulan ingin menyaksikan dua sejoli dari dua kadipaten yang berbeda. Sang bulan juga ingin menyaksikan berstunya dua kadipaten menjadi satu, dan juga menyatukan rakyatnya yang satu bercorak pertanian  dan  satunya lagi mengandalkan perdagangan dan perikanan.

Dalam puri yang memang disediakan untuk para tamu  dari Parang Garuda, Sang Adipati Yudhapati hanya melihat ke arah timur seakan mengikuti tiap jengkal sang rembulan yang meninggalkan orbitnya.
"Yuyu Rumpung, andaikan dua kadipaten telah menyatu karena pernikahan ini apakah yang akan terjadi nanti?"

Yuyu Rumpung yang sedang duduk bersimpuh di lantai marmer buatan kerajaan Singosari hanya membisu, pikirannya tidak pada kata Yudapati. Dirinya terpekur memandang dalam bangunan yang sedang di tempatinya. Dirinya merasa  sang Adipati Puspa Andung Jaya sedang menunjukkan kalau Kadipaten Carang Soka sanagat kaya. Mungkin akan mengatakan jikalau tempat untuk tamu saja begini mewahnya apalagi kamar peraduannya.  

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun