Mohon tunggu...
dodo si pahing
dodo si pahing Mohon Tunggu... Buruh - semoga rindumu masih untukku.

Keinginan manusia pasti tidak terbatas, hanya diri sendiri yang bisa mengatur bukan membatasi.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

ILC, Pantas(kah) Dibubarkan

21 Februari 2020   11:10 Diperbarui: 21 Februari 2020   11:27 238
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi :pontianak.tribunnews.com

Indonesia Lawyer Club (ILC)  sebelumnya bernama Jakarta Lawyer Club  adalah acara talk show dengan pembawa acara Karni Ilyas. Acara ini mulai tayang tahun 2008 dengan bahasan utama Kriminal dan hukum di Indonesia. 

Tentunya Tv One selaku tempat penayangan acara ini mempunyai niat sangat mulia, yaitu suatu pencerahan kepada publik tentang penerapan hukum positif, bagaiamana asal muasal hukum itu bisa dibuat, hingga pernik-perniknya.

Sungguh baik acara itu pada awal-awalnya karena publik menjadi tahu suatu hukum diterapkan. Apakah keputusan itu bisa memuaskan yang  digugat dan yang menggugat. Ataukah suatu isu bisa diangkat ke meja hijau, ataukah suatu keputusan yang salah dan terlanjur diputuskan bisa digugat. Dan masih beribu-ribu permasalahan pidana maupun perdata yang bisa dijadikan bahan talk show.

Keberpihakan adalah hal wajar pada dunia industri penyiaran, meskipun ada yang dilakukan dengan kucing-kucingan. Tidak ada yang bebas dari tujuan-tujuan yang diinginkan oleh pemilik modal. 

Jikalau pemilik modal condong ke urusan agama, pastilah acara yang dipilih pun akan bernuansa agama, entah agama apa yang diinginkan bisa Islam, Kristen, Hindu, Budha, Konghucu. Jikalau pemilik modal condong ke politik A, maka acara pun akan dibangun untuk membangun opini bahwa partai yang didukungnya adalah terbaik. Jikalau pemilik televisi lebih condong ke budaya POP, lebih menyukai alai-alai, lebih menyukai  idol-idola bebas saja. Semuanya pasti akan diatur sesuai dengan selera pemiliknya.

Bisakah media disamakan dengan berdagang? menurut hemat saya pada  suatu titik mempunyai persamaan, yaitu memperoleh laba. Kemudian tidaklah mengherankan jikalau suatu saat pedaganglah sebagai penentu  produk apa yang harus dibuat dan berapa harga yang berlaku di pasar. 

Demikian juga media terutama media telivisi, selama suatu  siaran mempunyai rating di level atas akan selalu dipertahankannya, di luar kesadaran pemirsa apakah itu menyenangkan atau tidak.

Kepiawaian tim kreatif ILC perlu diapresiasi, di tengah gencarnya kritik agar menghentikan siarannya karena dianggap provokatif. Nyatanya acara ini bergeming dengan isu yang seolah-olah bertentangan dengan keinginan publik. 

Seperti tayangan hari selasa dengan tema Agama adalah Musuh Besar Pancasila. Jikalau tidak menyimak seksama apa yang dikatakan oleh Yudian Wahyudin maka dengan mudah akan tergiring pada suatu pikiran sempit, bahwa agama yang menjadi Pancasila. 

Padahal menurut Yudian Wahyudi bukan Agamanya namun para penganutnya yang berpaham ekstrem. Mereka itulah yang tidak mengakui Pancasila sebagai dasar negara Indonesia dan ingin mengganti dengan ideologi lain. Kurang lebih demikian maksud sang ketua BPIP.

Padahal semua masyarakat tahu di tengah gencarnya melawan radikalisme dibutuhkan ideologi bersama, dan Pancasila sebagai suatu konsesus sudah dimiliki sejak Indonesia lahir. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun