Mohon tunggu...
Nurhilmiyah
Nurhilmiyah Mohon Tunggu... Penulis - Bloger di Medan

Mom blogger

Selanjutnya

Tutup

Hukum featured

Menakar Independensi Hakim

24 Juli 2018   18:35 Diperbarui: 17 November 2020   16:11 1406
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi independensi keadilan. (sumber: KOMPAS)

A.Independensi Hakim dan Pengaturannya Dalam Berbagai Peraturan Perundang-undangan

Independensi menurut KBBI adalah 1). yang berdiri sendiri, yang berjiwa bebas; 2). tidak terikat, merdeka, bebas. Secara umum dapat diartikan independensi hakim dalam melaksanakan tugasnya menerima, memeriksa, dan mengadili serta menyelesaikan setiap perkara yang diajukan kepadanya, berdiri sendiri, tidak terikat, bebas dan merdeka. 

Soedikno Mertokusumo menegaskan bahwa kekuasaan kehakiman merupakan kekuasaan yang berdiri sendiri dan bebas dari campur tangan pihak-pihak di luar kekuasaan kehakiman, untuk menyelenggarakan peradilan demi terlaksananya negara hukum. Hal ini diatur pada Pasal 3 ayat (3) Undang-Undang No. 4 Tahun 2004 jo. Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman, dan Pasal 11 ayat (1) TAP MPR VI/MPR/1973.

Menurut Jimly Asshiddiqie indenpendensi hakim dan pengadilan terwujud dalam kemandirian dan kemerdekaan hakim, baik sendiri-sendiri maupun sebagai institusi dari berbagai pengaruh yang berasal dari luar diri hakim berupa intervensi yang bersifat mempengaruhi dengan halus, dengan tekanan, paksaan, kekerasan, atau balasan karena kepentingan politik dan ekonomi tertentu dari pemerintah atau kekuatan politik yang berkuasa, kelompok, atau golongan.

Terkait mengenai intervensi, Muhammad Ilham Kepala Sub-Bagian Hubungan Antarlembaga KY RI, dalam mengomentari RUU Jabatan Hakim yang akan membagi kekuasaan kehakiman, intervensi pada hakim tidak selalu ditafsirkan berasal dari pengaruh luar. Intervensi sangat mungkin datang justru dari pengaruh internal dan muncul karena tidak adanya kontrol. 

Masalah sebenarnya adalah kekuasaan yang tanpa kontrol, sehingga menumpuk kekuasaan pengelolaannya berada pada satu entitas saja, sangat berpotensi mengulangi kesalahan yang sama. 

Perubahan yang signifikan hanya akan terjadi pada saat upaya perbaikan telah menyentuh oknum-oknum yang selama ini mendapatkan keistimewaan dan menghentikan praktik oligarki pada kekuasaan manapun, tidak terkecuali kekuasaan kehakiman.

Perubahan keempat UUD 1945 Pasal 24 memberikan amanat kepada Undang-Undang Kekuasaan Kehakiman untuk mengatur mengenai badan-badan lain yang fungsinya berkaitan dengan kekuasaan kehakiman. 

Kekuasaan Kehakiman menurut Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang No. 48 Tahun 2009 adalah kekuasaan negara yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, demi terselenggaranya Negara Hukum Republik Indonesia.

Sumber: dok. pribadi
Sumber: dok. pribadi
Pengaturan mengenai independensi hakim ini berkolerasi dengan kemandirian hakim dalam Undang-Undang No. 14 Tahun 1985 jo. Undang-Undang No. 5 Tahun 2004 tentang Mahkamah Agung. 

Dicantumkan pada Pasal 1,  Mahkamah Agung adalah salah satu pelaku kekuasaan kehakiman sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Sebagai subjek dari kekuasaan kehakiman, seyogyanya kekuasaan kehakiman di bawah Mahkamah Agung, diakui sebagai kekuasaan yang independen dari berbagai unsur yang mengintervensi, mengintimidasi dan berusaha mengganggu proses hukum yang sedang berjalan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun